"Hei, kau jangan menangis, ok?"

Larry menggeleng, "Aku tidak mau tinggal disini, Anna." Ucapnya. Aku pun sama. Aku tidak kuat jika berpura-pura nyaman disini sementara Bibi sudah berterus terang untuk memintaku pergi.

"Tapi kau harus tinggal disini, sayang. Aku tidak memiliki cukup uang untuk menghidupi kita berdua."

"Aku tidak mau!"

"Ya, kau harus. Aku akan menjemputmu saat aku sudah sanggup menghidupi kita berdua. Ok?"

"Tidak, Anna.." Dia memelukku dengan kuat dan menangis lagi. Aku sebenarnya tidak ingin berpisah dari Larry, dialah satu-satunya yang kumiliki selain Paman. Dialah adik yang aku sayangi.

"Percaya padaku, aku akan menjemputmu disaat aku sudah yakin. Kau jangan nakal disini, kau paham?"

"Kau janji?" Aku mengangguk yakin padanya dan mencium keningnya dengan sangat lama. Kemudian aku berjalan masuk kedalam kamar untuk memasukkan beberapa pakaian serta barang-barang ku ke koper.

Setelah siap, aku mencoba berpamitan kepada Bibi. Bagaimanapun, dia tetaplah Bibiku.

"Bi? Aku ingin berpamitan denganmu."

"Tak perlu! Kau pergi saja!" Teriak nya dari dalam. Larry menggenggam tanganku dengan begitu kuat. Aku memeluk Larry untuk yang terakhir kalinya sebelum aku menjemputnya kembali nanti.

"Jadi anak baik disini, oke?"

Larry mengangguk. Aku kemudian melangkah keluar rumah. Sialan nya aku tidak tau harus kemana malam ini. Ini sudah hampir pukul 3 malam. Tidak ada taksi yang lewat, jadi dengan terpaksa aku berjalan kaki untuk sampai ke gerbang perumahan.

Sepanjang jalan aku hanya menangis. Aku sungguh tidak kuat dengan ini semua, rasanya aku ingin menyudahi hidupku yang tak berguna. Aku sungguh tak berguna menjadi anak, tak berguna sebagai kakak. Aku lelah, Tuhan.

Titt.. Tittt...

Aku melihat mobil yang berhenti di sebelahku. Itu adalah Nathan. Apa yang ia lakukan disini? Dengan cepat aku menepiskan air mataku walau itu hanya sia-sia. Dia keluar dari mobil dan menghampiriku.

"Anna? Kau mau kemana?"

Aku menggeleng.

"Apa kau baik-baik saja?" Aku mengangguk. Dan nyatanya adalah tidak. Tidak, Nathan! Aku tidak sedang baik-baik saja saat ini.

Tanpa dapat menahan nya lagi aku pun menangis tersedu-sedu. Nathan meraih tubuhku dan membawanya ke pelukan nya. Sungguh hangat. Ia mengelus punggung ku dan mencoba menenangkan ku.

"Ada apa?"

"Tidak. Tidak apa-apa, Nathan. Bisakah kau membawaku ketempat yang jauh?"

Nathan memperhatikanku sejenak lalu mengangguk. Ia membukakan pintu untukku dan dengan cepat ia duduk di kursi kemudi.

Ia menatap wajahku dengan tatapan menilai lalu menginjak gas dan melaju kencang. Aku hanya menatap kearah luar karena sejujurnya aku tidak tau harus berbicara apa pada Nathan.

"Aku tau kau tidak sedang baik-baik saja. Cerita lah."

Aku terkejut, Nathan mencoba mencari tau tentang apa yang baru saja aku alami? Apa aku tak salah mendengarnya?

"Jika kau tidak ingin, aku tidak memaksanya." Ia kembali menjadi Nathan yang dingin. Aku memilih diam dan tak berbicara apapun padanya. Mengingat ia tak suka aku ikut campur pada hidupnya, menurutku aku tidak bisa menceritakan hal ini padanya atau kami akan semakin dekat.

"Kau mau aku antar kemana?"

Aku menggeleng. Aku tidak tau, Nathan. Aku tidak tau harus pergi kemana dan tinggal dimana.

"Tidak tau. Aku tidak tau harus kemana." Jawabku.

Nathan menatapku sejenak, "Aku akan membawamu ke frat ku dulu, jika kau mau." Aku berpikir sejenak. Mencoba menimbang apakah tawaran nya baik untukku atau tidak. Tapi jika aku tak menerima tawaran nya, aku lalu harus kemana?

Akhirnya aku mengangguk dan kamipun menuju ke sebuah jalan yang lumayan sepi. Tak lama kami tiba di frat milik Nathan. Ramai sekali.

"Disini sedang ada party." Nathan mungkin paham saat melihat wajahku yang bingung melihat begitu ramai orang disana.

Kami akhirnya turun dan mencoba masuk. Aku mengikuti langkah Nathan dengan perlahan sembari menunduk. Lalu aku tak sadar telah menabrak seseorang didepan ku.

"Hei! Bisakah kau jalan dengan benar, nona?"

Aku melihat seorang wanita yang sepertinya tengah mabuk itu memarahiku dengan kuat. Nathan yang mendengar ocehan dari mulut wanita itupun akhirnya mencoba meraih tanganku.

"Nathan! Siapa dia? Kenapa kau membawanya kemari? Dia sudah menabrak ku tadi!" Ucap wanita itu.

Nathan melirik ku sejenak, lalu ke wanita itu lagi, "Dia temanku. Kau tentu tak ingin bermasalah dengannya kan, Lexy?"

Oh, nama wanita ini adalah Lexy. Nama yang cukup sexy di pendengaran ku. Sebelum wanita itu menjawab, Nathan sudah menarik ku masuk melewati beberapa gerombolan orang yang tengah berjoget serta meneguk minuman.

Aroma mereka sungguh tidak sedap di penciumanku. Aroma alkohol. Aku tiba di sebuah kamar kosong yang didalam nya cukup rapi.

"Ini kamarku, kau bisa tidur disini dulu untuk malam ini."

Aku menatap nya heran, "Lalu kau akan tidur dimana?"

"Kau tidak perlu memikirkan tentang aku. Tidurlah, aku yakin malam mu sangat berat sekarang."

Nathan mendekati ku dan mengecup bibirku tanpa izin. Tentu saja! Dia tidak pernah sekalipun izin padaku ssebelum menciumku.

"Selamat malam, Nathan."

"Selamat malam, Anna."

To Be Continued.

___________________

JANGAN LUPA VOTE GUYS!

SEMAKIN BANYAK KALIAN VOTE DI PART INI SEMAKIN CEPAT AKU UPDATE PART SELANJUTNYA.

SEE U!!

___________________


GOMAWO.

The JERK From SEATTLETahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon