Chapter Thirty-Nine

1.4K 63 0
                                    

Anna's POV

Saat putaran terakhir, Liam dan Nathan kembali beradu untuk menuju garis finish. Aku berharap Nathan lah yang akan memenangkan balap ini walaupun aku tidak menyukai hadiah dari mereka, yaitu jalang.

Aku berdegub saat Nathan dan Liam saling memotong hingga akhirnya Liam lah yang memenangkan lomba ini. Aku segera menuju motor Nathan.

"Sialan! Motor sialan."

"Hei, tidak apa. Mungkin lain kali kau akan memenangkan nya lagi. It's ok." aku mengelus lengan nya dan membuatnya agar tidak marah karena motornya kembali berulah.

"Terimakasih semuanya, terimakasih! Mana hadiah ku?" aku melirik pada Liam yang tengah asik menikmati kemenangan nya.

Seorang perempuan dengan pakaian yang sangat terbuka melewati ku, "Sayang kau tidak menang, Nathan. Aku berharap kau adalah pemenangnya." aku menatap sinis pada jalang itu. Sialan! Berani sekali dia berbicara pada Nathan seperti itu padahal aku ada didepannya.

"Pergi, Vic. Aku tidak mengharapkan mu." Melihat wajah Vic yang sontak cemberut karena balasan Nathan padanya, membuat aku tersenyum puas dan jalang itu melihatku.

"Ada apa ini? Kenapa kalian terlihat tegang?" Liam bergabung pada kami bertiga. Aku membuang muka dan mendekati Nathan.

"Tidak ada." jawab Nathan ketus. Nathan menghidupkan motornya lalu mengajakku untuk segera pergi. Aku melihat ke belakang, Liam dan Vic menatap kami dengan cengiran yang mengerikan sembari berbicara sesuatu yang membuat aku penasaran.

Aku memeluk tubuh Nathan karena ia mengendarai motor nya sangat laju. Saat kami tiba di apartemen ku, Larry sudah tertidur. Aku sangat kasihan jika terus meninggalkan Larry sendirian disini. Apa aku harus menitipkan Larry kembali pada Bibi? Tapi tidak. Itu akan membuatnya merasa terkekang dan tidak nyaman.

"Apa kau akan pulang?"

"Tidak, kurasa. Apa aku bisa tinggal disini?"

"Um, yeah. Jika kau mau."

Nathan menghampiri ku dan mencium kening ku lembut, "Tentu. Apa yang membuat kau berpikir aku tidak ingin tidur di sini?" Aku mengidikkan bahu, "Aku tidak berpikir seperti itu."

Kami duduk di sofa sembari menonton acara televisi yang aku yakin tak akan ada acara di tengah malam seperti ini.

"Jika kau menang perlombaan tadi. Apa kau akan mengambil jalang itu?" tanya ku tiba-tiba yang membuat Nathan menatapku dengan bingung, "Kenapa kau bertanya tentang dia?"

"Aku hanya penasaran. Apa.. hadiah nya selalu ada jalang?"

"Ya. Mereka menyediakan jalang untuk pemenang."

"Dan apa kau mengambil nya?"

Nathan menatap ku sejenak kemudian membuang muka, "Ya. Tapi itu saat aku belum bersamamu. Aku tidak akan mengambil mereka, Anna. Kau tahu itu." Aku mengangguk. Tentu saja, bodoh! Kenapa kau harus menanyakan hal bodoh seperti itu, huh?

"Kau takut aku akan berhubungan dengan Vic, hm?"

"Ya. Aku tidak menyukai perempuan itu, jujur saja. Terutama Liam."

"Liam? Apa dia pernah mengganggu mu?" Aku menggeleng pelan, "Tidak. Tapi tatapan nya padaku, membuat aku risih. Apa dia selalu begitu pada semua perempuan?"

"Ya, dia seorang bajingan. Kau jangan pernah berdekatan dengannya, Anna. Aku juga tidak suka kau berada di dekat nya."

Aku tahu, Nathan. Tanpa kau suruh pun, aku tak akan berdekatan dengan pria seperti dirinya. Dia sungguh.. terlihat brengsek.

The JERK From SEATTLEWhere stories live. Discover now