Chapter Sixteen

2.4K 110 0
                                    

Setelah perdebatan ku dengan Nathan sore tadi, ia tak kembali menampakan wajahnya padaku. Entah lah dia pergi kemana, tapi aku benar-benar tidak perduli padanya.

Perkataan nya tadi itu membuatku seakan tertampar. Apa dia sebegitu tidak suka saat ada seseorang mencoba perduli padanya? Dia pikir dia tinggal sendirian di muka bumi ini? Holly shit, Nathan. Kau semakin membuatku bingung.

Terkadang dia manis. Terkadang juga dia bicara kasar padaku. Apa dia selalu begitu pada setiap orang, huh? Menjadi seseorang yang menyebalkan?

"Aku berani bayar mahal untuk tau apa yang sedang kau pikirkan saat ini, Anna." Aku tersadar dari lamunanku saat suara Jack mengintruksiku. Aku menatapnya dengan tajam, berani-beraninya dia menampakkan wajah sialan nya itu di depanku setelah apa yang ia lakukan pada Gladys! Apa Tuhan masih memberinya hati, huh? Aku pikir tidak.

"Kenapa kau menatapku seperti ingin memangsaku?" Dia berjalan mendekati ku dan duduk disalah satu booth di depanku.

"Theo, champagne segelas." Theo mengangguk dan segera menyiapkan pesanannya.

Aku tak bersuara hingga Jack akhirnya bertanya ada apa denganku.

"Hello, Jack?! Kau tidak sadar dengan apa yang kau perbuat kemarin, hm?"

Wajah Jack tampak bingung, "Apa? Melakukan apa?" Aku berdecak pelan, "Kau pura-pura bodoh atau memang tidak sadar, huh?"

Aku menatapnya sejenak, "Kau melukai perasaan temanku. Gladys! Apa kau ingat?!" Aku mencoba menahan teriakan ku agar tidak menjadi pusat perhatian banyak orang.

"Dia memberitahumu, huh?"

"Ya! Dan kau memang seorang bajingan, Jack. Tidakkah kau berpikir jika Gladys adalah perempuan yang baik untukmu? Bahkan setelah dia memberikan apa yang kau minta?"

"Kau tidak tau apa-apa, Anna. Jadi berhentilah ikut campur dan duduk disitu temani aku minum." Saat Jack mencoba meraih tanganku, aku mencoba menepisnya. Apa dia bilang? Menemaninya minum? Apa dia bercanda?!

Pandanganku teralihkan saat Harris datang menghampiri kami. Dia menggandeng satu perempuan cantik di sebelah kanan nya. Apa dia adalah kekasih Harris?

"Hai, Anna."

"Hai." Balasku.

"Ah ya, kenalkan dia adalah sahabatku sejak kecil, namanya Zee. Dan Zee, dia adalah temanku, Anna."

Aku melemparkan senyum pada Zee saat kami berjabat tangan. Ia cantik, tinggi, dan kelihatannya dia bukan lah gadis yang biasa pergi ke pub. Tampilan nya bahkan biasa saja, tidak seperti Gladys yang begitu menyesuaikan pakaiannya saat ke sini.

"Senang bertemu denganmu, Anna."

"Ya, aku juga."

"Lama tak bertemu, huh?" Aku menatap Jack yang membuka suara. Zee terkekeh pelan lalu mengangguk, "Ya, Jack. Lama sekali."

Saat mereka asik berbincang, aku dengan cepat mengantarkan setiap pesanan para pelanggan. Seperti biasa, ada yang mencoba menggodaku, ada yang bahkan dengan santai mengajakku untuk making love. Aku lama-lama akan terbiasa dengan ucapan para laki-laki player disini.

Saat aku kembali ke Theo, mereka semua sudah pergi. Baguslah, aku sangat malas untuk melihat wajah Jack disini. Jika melihatnya, rasanya ingin sekali aku menghajar wajah nya itu dengan tanganku sendiri.

Huft.

"Kau sering melamun belakangan ini." Aku mendesah pelan, "Yeah."

"Pasti kau baru saja bertengkar dengan Nathan, huh?" Aku terkejut dan sontak melihatnya, "Dari mana kau tau?" Theo hanya menaikkan bahunya acuh.

"Nathan tadi sore datang kesini. Dan seperti biasa, dia selalu melampiaskan kemarahan nya dengan minuman."

"Dia mabuk?"

Theo tertawa, "Kau pikir dengan minum sebanyak 2 botol bir apa dia akan tetap sadar, huh?" Aku menelan saliva ku dengan susah payah. Kenapa Nathan selalu saja melampiaskan kemarahan nya dengan minum?

Apa dia sebegitu marahnya karena perdebatan tadi sore? Dia begitu berlebihan menurutku.

"Lalu, dimana di sekarang?" Theo menggelengkan kepalanya, "Mungkin di frat nya?"

Ya, bisa jadi. Seperti beberapa hari lalu saat dia ngilang entah kemana dan ternyata dia ada di frat miliknya dengan melakukan hal yang sama. Yaitu, minum.

"Apa dia selalu seperti itu, Theo?"

"Seperti apa?"

Aku menggaruk tengkuk ku, "Um, ya. Seperti melampiaskan kemarahan nya dengan minum?" Theo menarik nafasnya, "Ya, kurasa. Hampir setiap dia marah dia akan memesan banyak bir."

Ok. Aku mendapatkan informasi baru kali ini.

"Kau tau apa penyebabnya?"

"Aku kurang tau, tapi aku pernah sempat dengar dari Floyd dan yang lainnya mereka membahas tentang Bipolar Disorder."

Bipolar Disorder? Apa Nathan mengalami depresi?

"Jadi menurutmu, Nathan mengalami depresi?" Bahunya naik, "Entahlah, tapi bisa saja. Dia tidak bisa ditebak, Anna. Terkadang dia bersifat biasa dan terkadang dia bisa saja emosian tanpa sebab yang jelas."

Sama seperti apa yang aku pikirkan. Aku hanya mengangguk dan berterimakasih padanya atas informasi itu.

Setelah lama bekerja, akhirnya aku bisa segera pulang. Aku harus menanyakan soal ini pada Nathan. Jika memang benar, ia harus di atasi dan dibawa ke dokter yang ahli tentang Mental Depression.

Saat aku tiba dirumah, kondisinya kosong. Tidak ada siapa pun kecuali Leah yang baru saja mengambil segelar air mineral. Akhirnya aku membersihkan tubuhku dan segera beristirahat. Rencana nya besok aku akan mencari sebuah pekerjaan untuk pagi hingga sore agar aku bisa menyibukkan diriku dan mengumpulkan uang yang banyak. Aku harus segera pindah dari sini dan membeli rumah yang murah untuk aku dan Larry tinggali.

***

Pagi ini aku memulai aktifitas ku sesuai rencanaku tadi malam. Sejujurnya tidurku tidak terlalu nyenyak karena mimpi buruk saat melihat Ibuku yang depresi itu terus menghantui ku disaat aku begitu lelah.

Setelah beberapa bulan aku tidak bermimpi kondisi Ibu yang memperihatinkan seperti itu, akhirnya sekarang muncul lagi. Mungkin karena aku mendengar hal tentang mental depression yang mungkin saja tengah Nathan alami?

Aku harap dia tidak benar-benar mengalami itu.

Aku mulai menaiki taxi dan berhenti di pusat kota. Dimana banyak sekali toko serta tempat makanan. Satu persatu toko aku datangi dan bertanya apakah mereka membutuhkan pekerja paruh waktu atau tidak. Dari sekian banyak toko, akhirnya aku diterima di sebuah toko makanan cepat saji yang cukup terkenal.

"Kau boleh bekerja mulai hari ini jika kau mau." Aku begitu excited mendengarnya.

"Baiklah, terimakasih banyak."

Dia adalah bos ku, namanya adalah Noel Simmon. Kupikir pemilik tempat makan ini adalah orang yang umurnya sudah sedikit tua, nyatanya Noel masih terbilang muda. Dia sangat baik denganku dan juga ramah, tentu saja.

"Nah, Anna. Ini pakaianmu." Dia memberiku seragam yang sama seperti karyawan lain kenakan.

Aku mengangguk dan segera masuk ke ruang ganti untuk mengganti pakianku dengan seragam ini. Saat aku keluar, Noel ternyata sudah tidak ada ditempat. Seorang karyawan yang sudah lumayan lama bekerja disini mulai memberitahu ku apa-apa saja yang harus aku lakukan.

Aku harap bekerja disini akan membuatku nyaman. Dan aku sangat berharap aku bisa mengumpulkan uang untuk membeli rumah kecil untukku dan Larry.

To Be Continued.

__________________

Jangan lupa vote ya!

Thank you!

The JERK From SEATTLEWhere stories live. Discover now