32

4.1K 333 57
                                    

Daniel sedang tidak dalam kondisi yang baik saat ini.

Sudah beberapa hari Daniel tidak menghubungi Sena, dan sejujurnya ia memang sengaja melakukannya.

Bukan karena ia tidak ingin atau tidak berniat menghubungi Sena. Tapi ia, mau tidak mau, harus melakukannya.

Hera yang meminta. Dan ia terpaksa melakukannya karena ini juga permintaan orangtua Hera. Demi kesembuhan dan kebaikannya.

Flashback on.

"Niel, bunda mau minta tolong sama kamu, bisa?"

Panggilan telepon dari bunda mengalihkan kegiatan Daniel yang ingin bersiap-siap untuk pergi ke cafe milik Guanlin.

Daniel dan Sena berencana untuk pergi ke Everland. Tempat yang sering didatangi oleh setiap pasangan di Korea kalau ingin berjalan-jalan.

"Kenapa, bun?"

"Malam ini Hera harus dirawat inap. Dan seperti biasa dia nggak mau, Niel. Kemungkinan dia mau kalau kamu ikut nemenin dia."

"Hera kenapa sampai rawat inap, bun?" tanya Daniel sambil mengerutkan keningnya bingung.

"Berobat, Niel. Dia sudah nggak bisa kalau minum obat-obatan terus. Harus diperiksa dulu dan kalau hasilnya nggak bagus, mau nggak mau dia terpaksa kemoterapi," ucap bunda dengan nada sedih sambil sesekali terdengar suara isakan.

Daniel cukup terkejut mendengar perkataan Bunda Hera. Selama ini tidak pernah sekalipun terlintas di benaknya tentang kemoterapi. Yang ia tahu, obat-obatan sudah cukup untuk menyembuhkan Hera.

Selama Hera rajin meminum obatnya, nggak akan ada masalah.

"Besok?" tanya Daniel mengulang perkataan bunda.

"Iya. Kamu bisa, Niel? Cuma besok aja kok, pokoknya Hera mau dulu. Nanti selanjutnya kamu bisa jenguk Hera setelah pulang sekolah."

"Kak Guanlin udah tahu bunda?"

"Bunda sudah telepon Guanlin tapi belum dia angkat. Makanya bunda telepon kamu buat minta tolong bujuk Hera."

Daniel terdiam sejenak tidak menjawab permintaan tersebut.

Banyak hal yang menjadi pertimbangan Daniel. Salah satunya Sena. Dan lagi-lagi Daniel harus membuat keputusan yang sulit.

"Kamu nggak bisa ya, Niel?"

Daniel masih terdiam tidak menjawab. Masih mencari jawaban dari pertimbangan yang membuatnya resah.

"Ya sudah Niel, nggak papa. Biar bunda coba bujuk Hera lagi. Makasih ya, Niel."

Belum sempat Bunda Hera menutup teleponnya, Niel segera mengeluarkan suara, menjawab bunda.

"Niel bisa, bunda," ucapnya pada akhirnya.

Ia tidak bisa menolak permintaan bunda. Karena sesungguhnya ia tidak akan pernah tega menolak permintaan bunda.

"Jangan-jangan. Bunda bisa bilang sama Hera kalau kamu besok jenguk dia pulang sekolah. Bunda juga nggak mau kamu bolos. Kalau Hera kan bunda bisa minta ijin ke pihak sekolah."

"Nggak papa, bunda. Daniel juga bisa minta ijin, kok. Lagian bakal lebih gampang bilang ke Hera kalau ada Daniel, biar Daniel yang ngomong."

Bunda sedang tersenyum di balik teleponnya. Ia sungguh berterimakasih pada Daniel yang selalu ia repoti untuk masalah Hera.

Dan yang bunda sadari, Daniel tidak pernah menolak permintaannya. Bunda sempat merasa tidak enak dengan Daniel karena terus meminta bantuannya.

Meski sudah ia anggap putranya sendiri, tetap saja Daniel bukan anaknya.

Bad Boy | Kang Daniel [COMPLETED]Where stories live. Discover now