"Mulai besok, kau akan berlatih memanah juga"

"Baik, Tuan. Dan terimakasih, aku sangat menyukai ini" Ravien hanya mengangguk.

"Hari ini cukup sampai disini. Kau boleh kembali bermain. Oh ya, malam nanti, temui tuan Jessper, katakan kalau kau sudah berhasil." Ucap Ravien dan ia melangkah pergi meninggalkan Eve.

"Kau mau kemana Nak?" Tanya Vino. Ketika anaknya itu akan melewatinya.

"Masih ada yang harus aku kerjakan Ayah"

"Kau tidak melatih Nadila lagi?" Tanya Okta.

"Aku hanya akan melatih orang yang mau berlatih. Aku pergi dulu Papa"
Stephan memandang punggung Kakaknya yang semakin mejauh darinya. Sekarang, ia menjadi bingung sendiri. Di satu sisi, ia tidak ingin Nadila terluka. Disisi lain, ia tidak enak telah bertengkar dengan Kakaknya.

"Kalian harus menyelesaikan ini sendiri" Ucap Vino. Lalu ia pun pergi bersama Okta.

~~~

Stephan melihat Kakaknya menuju tempat latihan mereka. Apa Kakaknya itu tidak akan malam malam bersama mereka?
Stephan hendak menyusul, langkahnya terhenti ketika melihat Nadila yang lebih dulu masuk ke tempat latihan.

"Kamu mau kemana?" Tanya Gracia yang melihat anaknya melangkah dengan terburu-buru.

"Papa sama Ayah kemana?"

"Papa mu sebentar lagi pulang. Kalau Ayah Vino, lagi di kamar sama Bunda. Kenapa?"

"Kalau aku, Nadila atau Kak Ravien belum kembali saat makan malam. Susul saja ke tempat latihan."
Belum sempat Gracia bertanya, anaknya itu sudah berlari menuju halaman belakang rumah.

"Stephan"

"Ya, Papa?"

"Ikut Papa sekarang" Okta menarik tangan Stephan secara paksa dan membawanya menuju istana.

"Papa, lepaskan aku. Nadila sedang bersama Kak Ravien. Dia bisa..."

"Kakak mu bukan pembunuh. Jadi, tenanglah sedikit dan bereskan kekacauan yang sudah kau lakukan" Okta membawa Stephan ke perpustakaan.

Ia tidak menyangka jika Papa nya akan tau, jika dialah yang menghambur buku-buku di deretan paling belakang.

"Bisa aku kembali setelah membawa Nadila pulang?"

"Bereskan sekarang atau kau akan ku kurung disini"
Stephan tidak punya pilihan lain selain menyelesaikan pekerjaannya dengan cepat dan segera menyusul Nadila.

~~~

Sementara itu, di tempat latihan. Nadila mengikuti Ravien hingga masuk ke dalam hutan.
Merasa sudah cukup jauh dari portal, Ravien berbalik. Kali ini, ia siap melaksankan kembali tugasnya. Ini akan lebih mudah, karena tidak ada satu orangpun yang mengganggu mereka.

"Pertama, kau mencuri gulungan sihir kerajaan. Kedua, kau menggunakan sihir terlarang dan membunuh penjaga gerbang kerajaan. Kau pikir, apa yang akan ku lakukan sebagai panglima kerajaan?"

"Menghukumku?"

"Lebih dari itu seharusnya" Ucap Ravien.

"Membunuh, bukanlah pekerjaan seorang Panglima. Tapi membunuh seorang pembunuh penjaga kerajaan, adalah salah satu tugas seorang Panglima" Nadila terlihat ketakutan. Apa Ravien benar-benar akan membunuhnya?

"Kau tau? Manusia biasa, tidak boleh memiliki sihir. Dan seharusnya kau sudah mati karena bagaimanapun juga, ilmu sihir itu bukan murni milikmu. Kau mencurinya dan itu pelanggaran besar"

Two Moon [END]Where stories live. Discover now