Home

51.7K 5.4K 2.2K
                                    

Sejak awal masuk ke resto ini aku pengin tabok muka Heath pakai tas

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sejak awal masuk ke resto ini aku pengin tabok muka Heath pakai tas. Aku pengin nangis dan menjerit ke dia sampai semua ganjalan di dalam hatiku reda.

Kenapa dia tenang banget?

Setelah pertemuan yang nggak enak di depan hotel, Heath meletakkan barang belanjaanku di meja resepsionis dan mengajak kami ke bar di sebelah hotel. Wajah Shawn seperti mau membunuhku melihat Heath memegangi pinggangku saat kami berjalan ke resto ini. Heath yang mungkin nggak memperhatikan wajah Shawn memegang pinggangku makin erat.

Tenang saja, gandengan Heath nggak bikin keinginanku untuk ngamuk ke dia berkurang, kok.

Dia melotot waktu aku memesan segelas bir gandum yang sama dengannya dan Shawn. Aku memang nggak tahu gimana cara minum minuman yang kelihatan seperti kencingnya orang sekampung dan baunya nggak enak ini. Tapi kalau dia macam-macam, aku janji bakal minum sampai masuk rumah sakit biar dia ditampar sama kakak-kakakku bergantian.

Nyatanya, setelah bir dalam gelas kaca besar ada di depan kami, nggak ada di antara kami yang memegang gelasnya. Aku memandangi busa di atas bir yang terlihat lengket, nggak seperti busa sampo. Aku--mungkin kami semua--sedang sibuk dengan banyak pertanyaan di dalam kepala. Rasanya sesak, agak sakit bahkan.

"Aku tidak berharap akan mempertemukan kalian dengan cara seperti ini," kata Heath pada akhirnya. "Aku sudah membuat rencana untuk mempertemukan kalian nanti malam."

"Jadi dia yang membuatmu tidak datang?" Suara Shawn bergetar. Mungkin dia sama marahnya denganku.

"Maafkan aku," kata Heath sebelum menghela napas berat. "Aku harus pergi ke beberapa negara pada bulan Desember."

"Bersamanya?"

"Dia tidak bersamaku," kataku keras dan tajam. "Dia bekerja bersama kakakku."

Mata biru Shawn menyipit padaku. "Oh, ya? Apa bedanya? Dia tetap bersamamu."

Kupukul meja dengan tangan. "Desember aku masih di Indonesia. Apa masalahmu? Kami baru bertemu lagi setelah tahun baru. Kalau kau marah padanya, jangan bawa-bawa namaku. Saat ini aku juga sangat marah padanya."

"Bee."

"'Bee'?" Shawn mencibir. "Manis sekali."

"Shawn!"

"Kau pikir apa yang sudah kau lakukan?" Shawn mendesis pada Heath. "Aku hanya berharap satu bulan saja kau ada di sini. Apa itu terlalu sulit? Kau bahkan tidak mengirimkan kabar apa pun."

"Aku menelepon Ted."

Siapa Ted?

Shawn mengerutkan kening. "Dia tidak mengatakan apa-apa."

"Dia tidak menyampaikan teleponku padamu? Kenapa ponselmu tidak aktif? Aku berusaha menghubungimu selama berhari-hari."

"Aku ...." Shawn menunduk. "Mom membuangnya."

Nasty Glacie (Terbit - Rainbow Books)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang