In a Dream Land

39.2K 4.7K 1.3K
                                    

Savanna pernah bilang waktu dia koma dulu, dia merasa ada di tempat yang jauh sekali

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Savanna pernah bilang waktu dia koma dulu, dia merasa ada di tempat yang jauh sekali. Tapi, dia masih bisa melihat orang-orang di sekitarnya. Dia melihat mereka semua dalam bentuk bayangan samar. Dia bisa melihat Drey menangis. Dia bisa melihat Archie menyusu kepadanya. Dia bisa melihat hidup seperti menjauh darinya.

Waktu dia cerita begitu, aku nggak terlalu peduli. Kupikir, ceritanya itu jauh sekali denganku. Mungkin aku nggak akan mengalaminya. Aku bakal cari suami yang ibunya normal dan kehidupannya normal. Aku nggak perlu melahirkan di bak mandi. Aku nggak perlu ditembaki mertua yang cemburu. Aku nggak perlu mencabut sendiri tali plasenta yang tertinggal di dalam rahimku. Yang punya kehidupan drama begitu cuma Savanna dan Drey. Jadi, aku bakal baik-baik saja.

Aku sama sekali nggak menyangka kalau akan datang hari ini. Aku duduk di kegelapan. Di depanku seperti ada dinding kaca yang menampilkan gambar orang-orang disekitarku. Paramedis melakukan banyak tindakan. Aku masih bisa merasakan banyak tangan menyentuhku. Aku juga bisa merasakan Fifi memegangi tanganku sambil menangis. Dia memanggil-manggil namaku terus. Dia memintaku kembali.

Yah, aku memang nggak bisa mendengar jelas suara mereka. Tapi, aku bisa merasakan itu yang dibilang Fifi.

Rasanya, stres juga, sih. Aku pengin bilang sama Fifi kalau aku baik-baik saja. Aku pengin bilang sama dia kalau aku nggak perlu ditangisi. Tapi, bagaimana caranya?

Dave menunduk di atas tempat tidurku. Entah apa yang dia bilang, aku nggak bisa dengar. Tapi, dia mendekatkan wajahnya pada wajahku. Dia menciumku? Lalu, dia duduk lama di sebelahku. Dia nggak memegang tanganku seperti Fifi. Dia cuma duduk saja. Dia cuma melihatku dengan wajah merah.

Mereka menangisiku? Mereka ingin aku kembali?

Kenapa aku harus kembali?

Di sini tenang sekali.

Setelah semua yang terjadi, sekarang rasanya nyaman.

Coba dengar! Nggak ada suara. Nggak ada orang lain. Cuma aku. Sendirian, seperti biasa. Bedanya, di sini nggak ada yang bakal menyakitiku. Nggak ada yang bikin aku sakit hati. Nggak ada yang bikin aku berdarah.

Aku masih ingat apa yang terjadi terakhir. Aaron menyeret kakiku keluar dari penthouse Adam. Aku masih bisa melihat samar tubuh setengah bugilnya. Dalam ketidakberdayaan, aku bertanya-tanya apa begini wujud malaikat maut? Apa malaikat maut memang setampan ini? Apa malaikat maut memang memikat orang yang mau mati dengan mulut manisnya?

Apa mati itu sesakit ini?

Dia menoleh, mengucapkan sesuatu yang nggak bisa kudengar. Mungkin dia tersenyum. Aku nggak bisa memperhatikan detail. Pandanganku tertutup kabut tebal. Dia berhenti menyeretku untuk mengatakan sesuatu. Percuma. Aku nggak bisa dengar. Yah, mana mungkin aku bisa mendengar kalau telingaku berdenging begini.

Lalu, dia menyeret kakiku lagi. Aku ingin mengeluh waktu kepalaku menabrak benda keras. Tapi, aku sudah nggak punya tenaga lagi. Udara saja rasanya panas banget di paru-paruku. Mataku juga panas banget. Aku pengin memejamkan mata dan pura-pura nggak ada yang terjadi. Tapi, aku oengin lihat. Aku pengin tahu bagaimana proses dia membunuhku. Aku ingin memastikan dia benar-benar membunuhku. Lebih baik mati daripada jadi bagian dari permainan busuknya, kan?

Nasty Glacie (Terbit - Rainbow Books)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang