In London We Fall

61.6K 4.3K 1.7K
                                    

Dalam sisa perjalanan itu, kami resmi jadi pasangan lagi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dalam sisa perjalanan itu, kami resmi jadi pasangan lagi. Heath menemaniku makan sampai tidur. Lucunya, setelah kabur dari depan WC yang menyekap Brandon itu, kami jadi nggak banyak bicara. Aku jadi tiga kali lipat lebih segan sama Heath daripada sebelumnya. Dia juga jadi lebih sering tersenyum. Kami juga jadi sering berpegangan tangan.

Kami menghabiskan Sate, ikan cakalang yang entah dimasak apa soalnya disajikannya tuh sedikit banget. Sumpah, rasanya kaya ngotor-ngotorin gigi aja. Tapi, setelah itu, rentetan masakan lain disajikan secara terus menerus. Sampai aku bilang sama Mbaknya, "Mbak, please. Gue sudah kekenyangan. Makan sepiring lagi gue bisa boker di sini."

Heath yang awalnya pura-pura nggak dengar di tempat duduknya ngakak sampai jungkir balik. Kulempar dia dengan majalah yang ada di tempat dudukku.

Tentang Brandon ... uhm, dia akhirnya tahu kalau aku bawa HP dan berbohong kepadanya. Dia jadi lihat aku dengan ekspresi nggak enak begitu. Siapa peduli? Aku nggak peduli hal lain selain Heath.

Waktu sampai di Heathrow, Heath hampir menggendongku soalnya aku masih ngantuk banget. Mana di sini lagi dingin-dinginnya. Heath memintaku memakai jaket tebal yang masih terasa dingin. Dia sendiri jadi imut banget pakai topi ski dan jaket tebal begitu. Pantas dia kok tadi bawa tas banyak banget. Ternyata emang persiapan. Begitu sampai, dia langsung bantu aku pakai baju berlapis dan sepatu boot biar nggak kedinginan.

"Kok sepatunya bisa pas, sih?" tanyaku sambil menjejakkan kaki ke lantai. Seriusan. Sepatunya pas banget di kakiku. Masa Heath segitunya tahu ukuran kakiku? Apa kebetulan aja?

Heath nggak jawab. Dia cuma senyum-senyum doang.

Heath mengajakku minum kopi sebelum mobil kami datang. Kami ke coffee shop yang ada di dalam lingkungan bandara. Pas banget HP-ku bunyi. Dave Malik telepon lagi.

"Dave? Napa?"

"Sudah sampai?"

"Sudah. Napa? Heath sudah lihat alamat lo. Entar kami samperin."

"Aku sedang di Heathrow. Sebentar lagi aku kembali. Kalian di mana?"

"Yaelah. Kami juga di Heathrow, nih. Kebetulan banget. Lo di mananya? Lo tunggu di bagian informasi deh. Entar gue halo-haloin. Apa sih lo, Heath? Mang bener kan masa di bandara segede ini nggak ada bagian informasi kaya di mall?"

Kulempar dia dengan gumpalan tisu yang dari tadi kubawa. Dia menangkap tisu itu dan melebarkan tisu itu lagi.

"Sebentar, aku berjalan ke ... eh, kalian di kafe?"

"Iya. Jajan dulu bentar. Dingin banget perut gue. Enak kalo makan seblak pedes, nih. Astaga, Heath! Lo kenapa sih ngejek banget?"

Dave terdebgar mendengus. "Glacie, kamu bicara sama aku atau sama Heath, sih? Aku bingung menanggapi omonganmu."

"Udah. Lo di mana?"

"Aku di... Astaga! Aku lihat kalian. Sebentar aku ke sana."

Ke sini? Walau sudah celingukan, aku tetap nggak bisa lihat Dave ada di mana. Terus, Heath menunjuk ke luar kafe, di antara orang-orang yang lalu-lalang. Tubuh tinggi besar Dave terlihat mencolok di antara orang-orang. Dia menatap ke arah kami, tersenyum, dan melambaikan tangan.

Nasty Glacie (Terbit - Rainbow Books)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang