"Kamu siapa? Kenapa kamu bawa saya kesini?" Aura membentak gadis itu dengan kasar.

"Diem! Diem atau saya bunuh kamu sekarang juga!" ancamnya membuat Aura seketika diam seribu bahasa.

Aura diam, bukan karena takut dengan ancaman gadis ini, dia diam karena teringat sesuatu. Suara gadis itu sepertinya sudah tidak asing dipendengarannya. Tapi siapa? Kenapa sulit sekali mengingat hal sepele seperti ini?

"Lepasin! Lepasin saya!"

"Kenapa kamu bawa saya kesini?! Lepasinnn!" kata Aura memberontak.

"Berisik! Bisa diem nggak sih lo?!" bentak gadis itu mulai kesal dengan teriakan Aura.

"Nggak! Saya nggak bakal diem kalau kamu nggak lepasin saya!" jawab Aura berani.

"Oh gitu? Mau teriak? Iya?Yaudah silahkan. Saya nggak bakal larang kamu buat teriak, Teriak aja sepuasnya, kalau perlu sampai suara kamu habis," tantang gadis itu tidak peduli.

"Lepasinnnn. Lepasin saya!" Aura tetap memberontak.

"Lepasin!"

"Lepasin saya!"

Aura terus berteriak berharap gadis itu akan melepaskannya atau setidaknyaa merasa tidak nyaman dengan teriakan itu lalu  melepaskannya dengan senang hati.

Tapi nyatanya, gadis itu sama sekali tidak memperdulikan teriakannya itu.

"Kenapa diem? Capek teriak-teriak tapi nggak direspon?" tanya gadis itu sinis. Aura diam, tidak menjawab sepatah katapun.

"Tadi kamu tanya kan, kenapa saya bawa kamu kesini? Saya bawa kamu kesini karena saya  mau kasih pelajaran berharga yang nggak bakal kamu lupain sampai kapan pun!" jawab gadis itu penuh penekanan disetiap katanya. Aura bergedik ngeri mendengarnya.

"Mulai sekarang aja yuk belajarnya," kata gadis itu kemudian berjalan mendekati Aura. Aura yang mendengarnya gemetar.

"M-maksud kamu?" tanya Aura entah mendapat keberanian darimana.

"Apa perlu gue perjelas? Gue benci sama lo. Gue nggak mau lo  jadi penghalang hubungan gue sama Dito. Ngerti?!" tegas gadis itu setengah berteriak.

"Kamu gila?!" tanya Aura, terkejut.

"Ya! Gue emang gila. Gue gila karena Dito. Gue suka sama dia tapi lo? Lo satu-satu penghalang   gue sama Dito bersatu. Gue benci lo, gue benci!" gadis itu berbicara dengan nada berteriak.

Mendengar itu emosi Aura menggebu. Cukup sudah dia menahan semua nya sejak tadi, sekarang tidak. Dia akan melawan. Sikap gadis ini sudah keterlaluan dan dia harus memberi pelajaran padanya.

"Aku jadi penghalang kalian? Helo! Kamu sadar nggakvdengan ucapan kamu tadi? Saya pacarnya Dito. Sedangkan kamu? Kamu bukan siapa-siapanya. Dito itu anggap kamu cuma teman.  Nggak lebih kamu lebih dari itu. Jadi nggak usah ke-pe-de-an lah,"

"Ngarep jadi pacar Dito? Haha, ketawa aja sih saya dengernya, nggak punya kaca kali dirumah,"  bersamaan dengan kalimat terakhir yang diucapkan Aura, gadis itu menampar wajah Aura dengan sangat kuat.

Plak.

Hanya satu tamparan tapi berhasil membuat Aura meringis kesakitan. Sangat sakit.

Meski begitu, Aura berusaha untuk mengabaikan hal itu, Aura tetap berusaha tegar.

"Berani banget ya lo ngomong gitu ke gue? Lo nggak tau gue siapa? Gue itu---"

"Wanita nggak punya harga diri yang pengen ngerebut cowok gue dengan paksa," Aura berbicara dengan satu tarikan napas.

REALLY?Where stories live. Discover now