Chapter 33: Kenangan Buruk Terabadi

3.8K 193 18
                                    

Aku pernah memintamu untuk bertahan, jika waktu memerintahkan hubungan ini semakin melenggang. Maka aku hanya berharap satu darimu, tidak menuruti sang waktu dan tetap menjaga ukiran namaku di hatimu.

-Adela Putri-

Kantin merupakan tempat favorit anak-anak sekolah. Dijadikan tempat paling nyaman dan nikmat nomer satu sesekolahan. Maka tidak perlu heran, jika tongkrongan paling sejahtera setelah menguras otak beberapa jam yaitu di kantin.

Sama halnya dengan Adela. Gadis itu sedang makan nasi sop dengan lauk tempe sayur serta sosis goreng ditemani oleh Lina serta para adik kelasnya yang terkenal bawel dengan makanan yang disajikan berbeda-beda.

Anggi mengaduk es jeruknya sambil menyapu pandangan ruangan kantin kemudian fokus menatap Adela. "Kak, pertama aku minta maaf kalo pertanyaan ini nyinggung perasaan kakak. Kenapa Kak Arsen setega itu sama Kak Adela?"

Sorot mata Lina melirik ekspresi muka Adela yang tampak tenang dengan pertanyaan tersebut. Ia bahkan tidak merasa tersinggung sama sekali. Adela menghias wajahnya dengan sebuah senyuman lembut.

"Mungkin dia udah milih pasangan terbaiknya. Disini kakak cuman berperan sebagai teman baiknya, sebatas memberikan nasihat buat dia. Bukan memerintah ataupun memaksa," ujar Adela seusai menyuap sendok terakhir dari makanan tersebut.

"Emang kakak gak benci gitu sama Kak Arsen?" tanya Dinda menambahkan jumlah pertanyaan. "Sebenernya membenci itu mudah, dek. Kalo aku diberi kesempatan buat mukul Arsen sampe bonyok, aku pun mau. Tapi aku milih enggak."

Key menyeruput teh hangat dengan rasa manis lalu ia pun bertanya. "Kenapa enggak?"

Adela bersandar pada sandaran bangku kantin dan semua mata tertuju ke arahnya. "Pertama, karna aku masih sayang sama nyawanya dan yang kedua, aku inget kalo hubunganku sama Arsen udah dibilang resmi putus."

Benak tiap-tiap orang disana kembali memutar ulang memori tentang Adela berbicara kata putus kepada Arsen sewaktu di kafe. Mereka serentak mengangguk-angguk ringan.

Sembari Dinda menumpuk piring kotor menjadi bangunan, Friska mengalihkan pembicaraan. "Oh ya, Kakak memang pacarnya Kak Arka? Soalnya pas itu Riri bilang kalo Kak Adela yang bilang sendiri dan berakhir dengan....ciuman?" bocah perempuan itu menunjuk Riri yang tengah asyik melahap krupuk udang.

Adela tidak kaget dengan pertanyaan semacam ini, ia hanya meringis karena berita yang tidak sengaja dibuatnya sudah menyebar cepat ke seluruh pelosok bagian sekolah.

Kemudian gadis itu menjelaskan sama dengan yang ia katakan kepada Arka. Di akhir pembicaraan, Veylin menyela, "Maksud kakak kepribadian ganda gitu?"

"Iya. Sejenis itu," ungkap Adela jujur.

Tiba-tiba sebuah gebrakan meja menggema di area meja kantin milik mereka. Friska tampak berseteru. "Daripada bahas ini, mending kita bahas kemana kita bakal ngisi waktu senggang sehabis ujian!"

Sepasang mata milik para gadis tersebut berbinar terang, menghasilkan ide yang tidak sabar akan mereka jadikan bahan adu debat setelah ini.

Semuanya nampak yakin bahwa rencana liburan yang mereka miliki masing-masing akan seseru yang dibayangkan mengingat betapa senangnya beberapa menit lalu mereka berhasil menyelesaikan ujian mata pelajaran terakhir.

"Gimana kalo muncak!" pekik Hasna sambil memperlihatkan guratan bahagia di wajahnya. "Ahh gak deh. Ntar dapetnya cuman capek doang. Lu sih kagak. Dasar anak gunung!" desis Anggi menekuk muka imutnya.

Hasna melempar pelototan sadis ke arah Anggi. "Gak usah ngejek juga, manja," Hasna menjulurkan lidah panjangnya kemudian memberi tatapan merendahkan serta lipatan tangan di depan dada.

My Possesive MantanOù les histoires vivent. Découvrez maintenant