Chapter 21: Kencan Termanis

6.4K 265 14
                                    

Peluklah aku dengan erat agar suatu saat nanti kamu bisa membayangkan pelukan ini disaat kujauh darimu, sayang

-Arsenio Prasaja-

"Baiklah, sampai disini dulu. Ada pertanyaan?" tanya seorang guru yang sedang berbicara di depan papan tulis. Para murid menggeleng pelan. "Kalau begitu kalian boleh pulang," siswa-siswi membelalakkan mata terkejut.

Mengerti akan situasi, guru itu memberikan penjelasan lebih lanjut. "Bel sedang rusak. Mungkin akan diperbaiki besok. Lagipula ini sudah jam pulang, bukan?" terang guru tersebut sambil menilik jam yang tergelantung bebas di dinding.

Para murid bersorak riang. Mereka langsung memasukkan peralatan sekolah ke dalam tas lalu duduk tenang menunggu aba-aba dari ketua kelas. "Sikap berdoa. Berdoa mulai," ujar laki-laki di kelas itu dengan lapisan kaca tipis yang membingkai mata hitam kelamnya.

Siswa-siswi menundukkan kepala. Berdoa menurut kepercayaan masing-masing. "Berdoa selesai!"

"Hati-hati di jalan ya!"

"Iya bu!" seru seluruh murid selantang mungkin. Setelah guru melenggang keluar, mereka berdesakan satu sama lain untuk sama-sama keluar dari kelas itu. Sama halnya dengan Adela dan Lina.

"Kamu kenapa sih, del? Dari habis istirahat sampai sekarang diem gitu. Aku tanya kenapa, jawabnya malah baik-baik aja," cerocos Lina sesampainya di koridor. Adela masih bergeming, tidak dipedulikan pernyataan Lina yang panjang lebar.

"Ceritalah!" Lina bergelayut manja di lengan atas Adela. Namun, gadis itu masih bungkam. "Ahh aku tau!" sahut Lina sembari menjauhkan tubuhnya dari Adela beberapa senti.

"Tentang Arka ya? Dia ngampirin kamu lagi?" tanya Lina tanpa basa-basi. Adela sudah tidak terkejut lagi, ia mengangguk pelan. "Dia ngapain kamu lagi sih? Akhir-akhir ini dia jadi aneh gitu."

"Dia nyium aku lagi dan bilang sesuatu," Adela mulai bersuara. "Bilang apa?" ketika mereka sampai di pintu utama sekolah, Lina mendorong Adela untuk berbicara empat mata di pinggir koridor.

Gadis itu menceritakan kejadian tadi kepada sahabatnya. Lina melotot sempurna. "Hah! Beneran dia bilang kae gitu ke kamu?!" Adela mengangguk lagi.

"Duh, aku kok jadi takut kalo Arsen sama Arka berantem ya, del," celetuk Lina yang diiyakan langsung oleh Adela. "Nah, aku juga takut itu."

"Adela!"

Panggil seseorang bervolume keras dari arah parkiran. Ia adalah seorang laki-laki yang sedang bersandar di pintu mobil mewahnya. "Arsen?" gumam Adela terkaget bercampur takut.

Cewek itu menolehkan kepala, menghadap ke Lina. "Gimana ini, lin?" Adela menggoyang-goyangkan lengan atas Lina gemetaran. "Aku takut," cicitnya. "Mending samperin, gih. Kalo ada apa-apa, telpon aku aja. Lagi pula dia gak tau masalah ini kan?" Lina melepaskan genggaman kuat Adela dari lengannya secara perlahan.

"Percaya sama aku. Semua baik-baik aja," Lina mengulum senyum menenangkannya membuat hati Adela sedikit lega. "Jangan gugup. Sikap biasa aja, oke!" Lina membentuk huruf O di jari telunjuk dan jempolnya.

Adela tersenyum tipis sambil mengangguk. Baiklah, sekarang dia siap. Gadis berkucir kuda itu melangkah pergi meninggalkan sahabatnya yang masih senantiasa menemaninya lewat tatapan. Sesekali Adela menoleh ke belakang, melihat Lina yang masih menunggunya.

"Hai, sayang!" sapa Arsen menyunggingkan senyum menawannya membuat mereka berdua menjadi bahan tontonan gratis. Pria itu hendak mencium pipi lembut Adela tetapi gadis itu lebih sigap dari perkiraan.

Adela menutup pipi menggunakan novel genggamannya yang Arsen berakhir mengecup cover buku tersebut. "Jangan sekarang, sen!" celetuk Adela menghembuskan napas lelah sedangkan Arsen terkekeh pelan. "Ya udah yuk masuk," pria itu membuka pintu mobil dan menyuruh Adela masuk ke dalam. Kemudian, Arsen memutari mobil dan duduk di sisi lainnya.

My Possesive MantanWhere stories live. Discover now