Chapter 32: Sebuah Harapan Untuk Kembali

4K 217 12
                                    

Jika kita tidak mampu menjalin hubungan seperti sediakala, maka biarkanlah aku menjadi sahabat baikmu, sen.

-Adela Putri-

Layaknya pelajar pada umumnya, SMA Cakrawala sedang mengadakan ujian kenaikan kelas bagi murid kelas 10 dan 11. Waktu yang diperlukan yaitu 8 hari. 5 hari di minggu pertama dan 3 hari untuk minggu berikutnya.

Adela menenteng ransel sekolahnya dengan riang sambil menyusuri koridor beramaikan siswa-siswi yang sibuk membaca buku mapel ujian saat itu. Gadis berambut panjang dengan senyuman secerah matahari itu ikut duduk disamping teman-temannya.

"Del. Ajarin aku dong kaidah kebahasaan dari teks ini," pinta salah satu orang yang kebetulan duduk berjejer dengan Adela. Tentu cewek manis itu menerima permintaan temannya dan langsung memberitahu berbagai macam kaidah kebahasaan yang termuat di teks tersebut.

Adela juga tak perlu khawatir karena ia sudah yakin bisa menjawab soal ujian nanti, mengingat bahwa kisi-kisi yang ia rangkum semalam telah dibaca semua dan dihapalkan bagian pentingnya.

Ketika tengah asyik menerangkan, tiba-tiba sebuah tarikan paksa dari kaki bawahnya menarik perhatian Adela.

Srett...

'Sepatuku!' batinnya terkejut saat benda itu telah berpindah alih ke tangan seorang laki-laki yang sedang tersenyum jahil. "Iwan..." desisnya geram sembari melotot kejam ke arahnya.

"Balikin sepatuku, cepet!" Adela mencubit kesal betis Iwan dan itu malah membuatnya semakin menambah tawa. Kemudian bocah laki-laki itu berdiri tegak dimana masih memegang erat sepatu hitam Adela.

Dengan senyum seringai yang dibuat-buat tampan, Iwan berkata, "Ambil sendiri dong, manis."

Ingin rasanya Adela muntah di tempat mendengar gombalan Iwan yang sama sekali tidak romantis. Cowok itu berlari kencang melewati koridor yang dipenuhi murid. Sorakan tidak nyaman serta lemparan dari gumpalan kertas untuk Iwan merupakan kegiatan demo dari orang-orang sekitarnya.

Adela tercengang setelah dilihatnya siluet jahil itu hampir menghilang berbelok ke lorong lain. Tidak ingin jika mengerjakan ujian hanya dengan sepatu sebelah, maka Adela bertindak untuk mengejarnya.

"Adela, tunggu."

Seru Lina dari belakang. Gadis itu menoleh ke tempat sumber suara. "Apa?"

"Semangat!" Lina mengepalkan kedua tangannya sambil diangkat ke atas. "Sialan," Adela mengumpat kesal serta memutar bola matanya malas. Lina cekikikan tidak bersalah.

Bagai angin yang berhembus kencang, Adela berlari mengikuti langkah Iwan yang terbilang panjang. Awalnya dia bingung sebab tidak bisa menemukan sosok jantan itu tetapi berkat bantuan siswi lain yang mengatakan Iwan berlari ke kelas IPS, langsung saja Adela membuntutinya.

"Iwan!!!" pekik Adela semakin jengkel dan ingin segera menerkam laki-laki itu saat dipandangnya ia hanya berdiri santai. Ketika jarak tersisa 3 meter ke depan, Adela meyakinkan dirinya untuk memukul habis pria jahil itu.

Namun keinginan tersebut pudar seketika saat Iwan dengan santainya menaruh sepatu sekolah Adela di ornamen dinding yang timbul dengan tinggi berkisar dua meter lebih dari permukaan lantai.

Putuslah harapannya untuk masuk kelas tepat waktu. Adela mengubah larinya menjadi berjalan. Mukanya khawatir bercampur cemberut memandangi sepatunya yang berada di ketinggian yang tak bisa ia capai.

Sorot mata Adela menatap sengit Iwan yang telah berlari jauh meninggalkan dirinya. Cengiran lebar yang membuat gadis itu semakin jengkel.

Adela mengamati sekitar, berharap ada seseorang yang tinggi lewat dan bisa membantunya untuk mengambil sepatu hitam berpita itu.

My Possesive MantanWhere stories live. Discover now