Chapter 30

366K 16.2K 393
                                    

Yura berdiri di depan cermin membenarkan ikatan dasinya. Hari ini adalah hari Senin. Itu berarti akan diadakan upacara bendera. Semua atribut sekolah harus dikenakan dengan rapi dan lengkap. Mulai dari topi, dasi, sabuk, kaos kaki putih, dan sepatu hitam. Yura adalah siswi yang rajin. Ia tak pernah mendapat hukuman karena hal apa pun. Atribut yang ia kenakan selalu lengkap setiap hari dan ia juga tidak pernah terlambat datang ke sekolah. Selain itu, Yura juga selalu mengerjakan PR atau tugas sekolah dengan baik dan benar.

"Dari tadi sibuk ngecek atribut sekolah. Kapan aku jadi kesibukan kamu?" sindir Kido.

Yura berdecak dengan mata yang memutar malas. Ia membuka lemari, mengambil sebuah dasi, topi, dan sabuk, lalu memberikannya pada Kido. Yura sangat paham kalau Kido tak mungkin mengenakan semua atribut itu. Suaminya itu selalu lupa beberapa peraturan sekolah. Bukannya lupa, tapi Kido selalu mengabaikan peraturan sekolah.

"Buat apa?" Kido mengamati benda-benda yang diberikan Yura. Wajahnya tiba-tiba terlihat bodoh di mata Yura.

"Ya buat dipakeklah!" sahut Yura ketus. "Aku tuh sering lihat kamu malak dasinya adek kelas."

Kido meringis malu. "Iya juga sih."

"Kamu juga sering malak sabuk dan topi. Gimana sih? Itu sebabnya aku membelikan itu di koperasi Jum'at lalu."

Kido hanya diam saja saat Yura mengomel. Ia dengan tabah mengenakan dasi, sabuk, dan topi agar Yura berhenti mengomel. Sebenarnya, ia ingin meminta istrinya memasangkan dasi untuknya seperti adegan di sinetron korea yang kerap istrinya tonton. Tapi Kido tak ingin mengambil resiko. Kido tahu bahwa hari ini Yura sedang datang bulan. Tadi pagi ia sempat memergoki Yura membawa pembalut ke dalam kamar mandi.

"Ayo sarapan!" Kido menggandeng tangan Yura menuju ruang makan.

Pagi ini Kido yang memasak. Sesekali ia ingin memasak untuk Yura karena ia tidak ingin Yura terlalu kelelahan. Yura adalah anggota OSIS. Jadi wajar bila banyak pekerjaan sekolah yang harus ia kerjakan. Kido memegang bahu Yura dan mengarahkannya duduk ke salah satu kursi di meja makan. Setelah mereka berdua berdo'a, mereka pun menyantap sepiring nasi goreng dan segelas susu.

"Rasanya enak kan?" tanya Kido bangga melihat Yura cukup lahap menyantap nasi goreng buatannya.

"Lumayanlah," jawab Yura.

"Mulai sekarang, aku mau belajar masak juga."

Yura berdehem kikuk setelah mengamati wajah Kido beberapa saat. Pipinya berdesir malu mengingat apa yang ia lakukan tadi malam pada Kido. Ia meraba mesrah wajah tampan Kido lalu mengecup singkat bibir Kido.

***

Reon melihat ke sekeliling. Sekolah masih sangat sepi. Hanya ada beberapa orang yang datang setengah jam lebih awal sebelum upacara dimulai. Reon tampak sedikit bingung mengapa Yura ingin berbicara dengannya di rooftop sekolah.

"Ra, kenapa kita harus bicara di sini sih?" tanya Reon yang masih mengedarkan pandangannya ke sekeliling.

"Yon, gue mau bilang sesuatu ke elo." Yura mulai membuat sekat pada Reon. Dia sudah tak menggunakan aku-kamu saat berbicara pada Reon.

"Sejak kapan kamu menggunakan kata gue elo ke aku, Ra?"

"Sejak gue sadar kalau gue sudah nggak sayang sama lo."

Kalimat Yura memang singkat namun menancap di dada Reon bagaikan petir di pagi hari. Reon sungguh masih tak mengerti apa yang Yura maksud. Ia harap salah dengar.

"Aku nggak ngerti maksud kamu apa, Ra." Reon menggeleng.

"Elo itu cowok baik, Yon. Dan elo pantas mendapatkan cewek yang lebih baik daripada gue," kata Yura yang kembali menyakiti hati Reon.

"Sebenarnya kamu ingin ngomong apa sih, Ra?"

"Gue ingin kita putus."

"Putus?" Reon terlonjak kaget. "Kenapa kamu ingin putus, Ra?"

"Karena gue udah nggak cinta sama lo, Yon."

"Ra, aku salah apa, Ra? Kamu marah karena aku minta cium? Apa itu sebabnya kamu mematikan video call kita malam itu?"

Yura menggeleng. "Elo nggak salah apa-apa, Yon. Gue nggak marah sama elo, Yon. Gue hanya kehilangan rasa cinta yang pernah gue rasain ke elo."

"Itu alasan yang nggak masuk akal, Ra. Selama ini hubungan kita baik-baik saja bertahun-tahun. Kenapa kamu tiba-tiba gini sih, Ra?"

"Gue bosan sama lo. Itu sebabnya gue kehilangan rasa cinta gue ke elo."

"Kamu bilang bosan?"

"Lo itu nggak pernah ngerti gue. Lo hanya peduli dengan prestasi elo. Setiap hari, elo hanya belajar, belajar, dan belajar. Bahkan di hari minggu pun, elo ada banyak jadwal les. Dan lo hanya bisa telfon gue seminggu sekali. Gue nggak bisa pacaran kayak gitu lagi."

Reon meraih tangan Yura dan menggenggamnya erat. "Ra, aku minta maaf. Aku nggak mau kita putus. Aku janji akan meluangkan waktu lebih buat kamu mulai sekarang."

"Janji?" alis Yura terangkat lalu ia hempaskan tangan Reon begitu saja. "Elo sudah berjanji berulang kali kayak gitu. Tapi apa? Pada akhirnya, elo lebih memilih les privat daripada gue."

"Ra, aku mohon. Aku nggak mau kita putus, Ra. Aku sayang banget sama kamu. Aku akan perbaiki semua kesalahanku, Ra."

"Percuma! Udah terlambat! Basi!" bentak Yura lalu berlari meninggalkan Reon.

Napas Yura ngos-ngosan menuju kamar mandi. Sebenarnya, ia tak tega melihat Reon mengiba seperti itu. Namun bagaimana pun juga, hubungannya dengan Reon memang harus diakhiri karena ia sudah tak memiliki rasa apa-apa lagi pada Reon. Di kamar mandi, Yura mencuci mukanya untuk menenangkan diri.

"Keputusan elo udah bener, Ra!" kata Yura pada dirinya sendiri.    

KIDO VS YURA [TERSEDIA DI GRAMEDIA]On viuen les histories. Descobreix ara