Chapter 41

329K 14.2K 103
                                    

Pak Roif selaku pembimbing olimpiade Science mendampingi Yura dan Reon ke Yogyakarta naik kereta. Kebetulan, Yura dan Reon duduk bersebelahan. Rasa canggung di antara mereka berdua lagi-lagi tak bisa dipungkiri. Reon masih sangat sayang pada Yura. Sudah berbulan-bulan ia putus dengan Yura. Tapi bayang-bayang Yura masih terngiang-ngiang di benaknya. Kebaikan Yura, perhatian Yura, senyuman Yura, canda tawa Yura, Reon masih bisa mengingat dengan jelas semua itu.

"Akhir-akhir ini Bapak perhatikan, kalian jarang bicara satu sama lain," kata Pak Roif.

"Masa' sih, Pak?" tanya Yura kaku.

"Mungkin karena kita sudah putus, Pak," kata Reon sembari tersenyum kaku.

"Oooh kalian sudah putus ternyata. Padahal menurut Bapak, kalian itu pasangan serasi lho. Sama-sama pintar, teladan, dan sopan." Pak Roif berpendapat.

"Gitu ya, Pak?" tanya Reon.

"Tapi jangan sampai kalian mencampur adukkan masalah pribadi dengan olimpiade ya," saran Pak Roif.

"Ya iyalah, Pak," sahut Yura cepat.

Sesampainya di Yogyakarta, mereka turun dari kereta dan berjalan menuju halte bus. Kebetulan penumpang di bus yang mereka naiki sangat penuh dan berdesak-desakan. Yura dan Reon tak mendapatkan tempat duduk. Mereka berdiri sambil memegang gagang besi pada bus. Telapak tangan Reon tiba-tiba licin karena berkeringat dan membuat tangannya merosot ke kanan hingga menyentuh tangan Yura.

"Sorry, gue nggak sengaja. Tangan gue berkeringat jadi licin." Reon buru-buru mengusap telapak tangannya ke baju yang dikenakannya.

"Nyantai aja, Yon," kata Yura lalu berdehem kikuk.

Seorang penumpang bertubuh tambun memasuki bus dari halte berikutnya. Ia membuat penumpang yang lain bergeser dan merapat. Reon yang masih sibuk mengusap keringat di telapak tangannya, tiba-tiba kehilangan keseimbangan karena terdesak. Tubuhnya semakin mendekat pada Yura. Mata mereka saling bertatapan.

"Sorry, Ra. Gue nggak bermaksud modus kok." Reon cepat-cepat memegang gagang bus untuk mengembalikan keseimbangan tubuhnya.

"Gue ngerti kok. Nyantai aja." Yura tersenyum kaku.

Sesampainya di penginapan, Yura merebahkan tubuhnya di atas kasur. Lalu terlelap sejenak karena kelelahan setelah menempuh perjalanan begitu jauh. Ia lupa mengecas ponselnya. Padahal ponselnya sedari tadi sudah mati karena kehabisan baterai. Dan hal itu membuat Kido tak bisa menghubunginya.

Di rumah, Kido masih terus berusaha menghubungi istrinya. Mendadak ia menyesal karena telah mengizinkan Yura ikut olimpiade bersama Reon. Kido masih tak jenuh melakukan panggilan. Ia kembali memencet gambar telepon pada ponselnya. Mungkin itu adalah panggilan ke-76 yang ia lakukan hari ini.

"Angkat dong, Ra!" desis Kido kesal.

Hati Kido benar-benar dongkol. Ia takut Yura mengabaikannya karena Reon. Dalam bayangannya, Yura kini sedang makan malam bersama Reon dan bercanda tawa bersama lalu review pelajaran olimpiade bersama Pak Roif.

"Ayo, Ra! Angkat!" Kido berbicara sendiri.

Kido mengingat perkataan Hilda bawasannya Yura dan Reon sudah pacaran bertahun-tahun sejak SMP. Sedangkan Yura masih satu tahun menjadi istrinya. Itu berarti waktu yang dilaluinya bersama Yura masih lebih sedikit dibanding waktu yang dilalui Yura bersama Reon. Ia takut kalau Yura akan jatuh cinta kembali pada Reon, mengingat Yura adalah tipe gadis yang jatuh cinta karena terbiasa.

Yura mengucek matanya saat mendengar suara ketukan pintu. Dengan mata yang setengah mengatup, ia membuka pintu. Sudah ada Reon yang berdiri di depan pintu dengan senyuman kaku.

"Hai, Ra. Kita disuruh Pak Roif beli makan sendiri. Soalnya Pak Roif kebetulan sedang ketemu sama teman lamanya di lobby," papar Reon.

Yura mengangguk. "Oooh. Bentar ya, Yon."

Yura mengeluarkan ponsel dan charger dari dalam tasnya lalu ia mengisi baterai. Tak lupa juga ia mengambil dompet dan keluar membeli makanan bersama Reon. Mereka berjalan-jalan menuju pasar malam yang tak jauh dari penginapan mereka.

"Eh kita ke sana yuk!" Reon menunjuk restoran yang cukup ramai pembeli.

"Antri panjang tuh kayaknya," tolak Yura.

"Tapi restoran yang ramai biasanya masakannya enak."

"Iya juga ya?" Yura mengangguk membenarkan.

Yura dan Reon akhirnya makan di restoran tersebut lalu jalan-jalan sebentar mengelilingi pasar malam. Mereka membeli ice cream, kembang gula, dan beberapa macam jajanan tradisional. Mereka beristirahat di salah satu tempat duduk pasar malam tersebut untuk menikmati jajanan yang telah mereka beli.

"Eh ice cream lo rasa apa, Ra?" tanya Reon.

"Ice cream gue rasa green tea. Sumpah enak banget," jawab Yura.

"Gue mau coba dong." Reon mengangkat sendok ice creamnya lalu menyendok ice cream milik Yura.

"Gimana? Enak nggak?"

Reon mengangguk. "Iya. Enak banget."

"Ice cream lo rasa apa, Yon?"

"Rasa cappucino."

"Gue mau coba dong." Yura menyendok ice cream milik Reon dan memakannya.

"Gimana? Enak nggak?"

Yura mengangguk. "Iya. Enak juga. Ice cream di situ enak banget. Nggak terlalu manis dan nggak bikin enek."

Reon melihat ke jam tangannya sebentar. "Ra, kita kembali ke penginapan yuk. Udah malem. Sebaiknya kita harus istirahat. Kita harus fit untuk menghadapi olimpiade besok."

Yura mengangguk setuju. Mereka berdua akhirnya kembali ke penginapan. Yura menghela napas setelah mengunci pintu. Ia melepaskan ponselnya dari charger lalu menyalakannya. Matanya terbelalak lebar setelah melihat ada 129 panggilan tak terjawab dari Kido. Yura cepat-cepat melakukan video call untuk memberi kabar pada Kido bahwa ia baik-baik saja.

"Kamu ke mana aja sih, Ra? Aku udah seratus lebih coba hubungi kamu tau nggak? Aku kesel banget soalnya kamu nggak ngangkat," omel Kido.

"Aku minta maaf, Do. Aku tadi kecapekan, terus aku tidur. Habis itu aku cari makan," jelas Yura lembut.

"Cari makan sama Reon?" tanya Kido ketus.

"I ... iya," jawab Yura enggan.

"Lain kali pesan delivery aja. Nggak usah makan bareng Reon. Ngerti?"

"Iya deh iya."

"Setelah olimpiade, cepetan pulang. Nanti aku pijitin kamu deh. Wajah kamu pucat gitu. Kayaknya kamu kelelahan banget. Cepetan bobok sana! Istirahat yang cukup dan makan yang banyak. Kamu harus strong saat jawab soal-soal olimpiade."

Yura tersenyum senang karena kecemburuan dan perhatian Kido. Ia hanya mengangguk mengiyakan semua perkataan Kido. Yura sudah paham betul kalau Kido akan sangat khawatir jika melihat wajahnya sedikit pucat.

"Ingat, jangan main HP. Langsung bobok ya," imbuh Kido.

"Iya iya."

"Bye bye, istri."

"Bye bye."

KIDO VS YURA [TERSEDIA DI GRAMEDIA]Where stories live. Discover now