Chapter 14

381K 17.7K 720
                                    

Alea tersenyum di ambang pintu kelas XI IPS-F. Kido membalas senyumannya lalu melambai. Tak dapat dipungkiri bahwa senyuman Alea sangat memukau. Alea adalah salah satu the most wanted girl di sekolah. Banyak anak laki-laki yang mencoba merebutnya dari Kido. Tapi Alea sangat mencintai Kido.

"Kita ke perpus yuk!" ajak Alea setelah Kido menghampirinya.

"Yuk!" Kido mengangguk semangat.

"Tumben kamu semangat ke perpus. Biasanya kamu selalu punya alasan mangkir kalau aku ajak ke perpus. Bawaannya pengen ke kantin mulu."

"Aku kan mau jadi pinter. Biar tahun depan bisa masuk kelas IPS-A. Biar bisa sekelas sama kamu. Kan kalau sekelas enak, biar bisa memandang muka kamu pas aku bosan memandang Bu Tutik."

Alea terkikik malu mendengar gombalan Kido. Ia memukul ringan lengan Kido. Salah satu yang Alea suka dari Kido adalah gombalannya yang selalu bisa membuatnya tersipu malu. Langkah kaki Kido tercekat saat melihat Yura dan Reon tertawa bersama di salah satu meja perpus. Tiba-tiba ada suatu perasaan yang mengganjal di dadanya.

"Kido, kenapa nggak masuk?" tanya Alea heran.

"Ini juga mau masuk kok." Ekspresi Kido berubah masam. Matanya terus melihat ke arah Yura yang tengah asyik belajar bersama Reon yang diselingi canda tawa.

"Do, kamu mau cari buku apa?"

"..."

Alea menoleh ke belakang. Mukanya berubah marah saat Kido tak mendengarkan apa yang ia bicarakan. Kido terlihat memandang ke arah lain.

"Kido!" tegur Alea.

Kido mengerjap kaget. "Iya?" sahutnya gelagapan.

"Kamu kok nggak dengerin aku sih? Mata kamu jelalatan." Alea melihat ke sekeliling, mencari seseorang yang membuat Kido tak fokus.

"Mata aku nggak jelalatan kok!"

Alea berhenti mengedarkan pandangannya. "Kamu ngeliatin Theresa ya?"

Kido melihat ke arah Theresa, gadis cantik berambut panjang yang duduk di dekat Yura. Kido menggeleng cepat, menampik dugaan Alean. Theresa memang cantik. Tapi dia bukan tipe gadis idaman Kido. Dia sangat pendiam dan pemalu. Bahkan Kido tak pernah melihat Theresa berinteraksi dengan siswa lain.

"Kamu sekarang nggak asik. Dari kemarin marah-marah mulu," keluh Kido.

"Masa' sih?"

Kido mencubit gemas pipi Alea. "Kamu nggak boleh marah-marah. Entar wajah cantik kamu jadi ilang."

"Iiiih kamu bisa aja!"

Kido masih tak bisa mengalihkan pandangannya dari Yura dan Reon. Tangannya mengepal marah. Tapi ia tak bisa melakukan apa-apa. Dia sudah terikat surat perjanjian di atas materai. Bahwa dia tidak boleh jatuh cinta pada Yura. Dan cemburu adalah salah satu tanda tumbuhnya sesuatu yang dinamakan cinta.

***

Yura membuka kamar Kido. Matanya terbelalak kaget ketika ia melihat Kido sedang asyik menonton video porno. Yura buru-buru menutup matanya. Sementara Kido hanya tertawa lepas melihat reaksi Yura yang menurutnya terlalu berlebihan.

"Kido, matikan videonya!" Yura masih menutup matanya rapat-rapat.

Kido masih tertawa. "Iya iya."

Kido mematikan DVD nya dengan malas. Padahal ia tadi begitu bersemangat menonton. Tapi semuanya buyar saat Yura memasuki kamarnya.

"Lo ganggu gue aja. Ada apa sih?" tanya Kido ketus.

"Udah lo matiin belum?" Yura masih menutup mata.

"Udah."

Yura mengintip televisi di antara celah jemarinya hanya untuk memastikan Kido sudah mematikan tontonannya.

"Eh ngapain elo ke sini? Tumben banget. Biasanya gue yang ke kamar elo." Kido mencari sisa makanan yang terselip di celah giginya dengan lidah.

"Gue cuma mau tanya, minggu depan elo ulang tahun kan?" Yura kini duduk di sebelah Kido.

"He'em." Kido mengangguk.

"Elo mau kado apa dari gue?"

"Kado keperawanan."

Plaaaaaaak

Yura memukul kepala Kido spontan, membuat Kido mengerang kesakitan bukan main. Bagaimana mungkin Kido meminta kado seperti itu padanya. Yura benar-benar tak habis pikir.

"Gue bercanda, cupu. Lagian emangnya kenapa kalau gue minta keperawanan elo? Elo itu istri gue secara agama. Sebulan lagi, saat elo usia 17 tahun, elo bakal jadi istri sah gue secara hukum," jelas Kido naik pitam.

"Kido, jangan pernah lupa surat perjanjian kita!" ucap Yura memperingatkan.

"Emangnya keperawanan elo buat siapa kalau bukan buat suami?"

"Ya buat suamilah!"

"Kan gue suami elo."

"Idiiiiih." Yura bergidik ngeri, mengingat Kido adalah suaminya. "Kido, cepat atau lambat, kita akan bercerai."

"Cerai?"

"Lagian, gue berniat cerai sama lo setelah Kakek kita meninggal. Dengan begitu, gue bisa nikah sama Reon."

"Gue pastikan, elo nggak bisa nikah sama Reon!"

"Maksud lo apa?"

"Karena gue, nggak akan pernah menceraikan elo." Tatapan Kido berubah serius.

Yura terkekeh lalu memukul-mukul ringan pundak Kido. "Acting elo bagus banget, Kido. Gue hampir tertipu tau nggak."

Kido berdehem lalu ikut tertawa bersama Yura. Ia tak ingin hubungannya berubah karena percakapan barusan. Ia tak ingin Yura menjauh darinya karena perasaan cinta yang dimilikinya.

"Ngomong-ngomong, elo sama Reon udah ngapain aja? Kok reaksi elo kayak gitu pas nonton bokep," tanya Kido penasaran.

"Gue sama Reon cuma pegangan tangan doang. Dia itu jaga gue. Dia sangat menghargai gue sebagai cewek," jawab Yura.

"Gue juga bisa jagain elo."

Lagi-lagi Yura terkekeh. "Kalau elo ngomong gitu, gue malah jadi tambah illfeel tau nggak?"

"Jadi, elo sama Reon cuma pegangan tangan doang?"

Yura mengangguk. "Iya."

"Kalau gue sama Alea sih paling-paling cuma ciuman. Itu pun cuma 2 kali."

"Elo yakin, kalau elo nggak pernah grepe-grepe Alea?"

"Enggaklah! Gini-gini, gue tuh cowok baik tauk!"

"Tapi kok, gue nggak percaya ya?" kata Yura meremehkan. Baginya, cowok seperti Kido itu semuanya bejat.

"Pokoknya lo harus percaya. Titik!"

"Udah ah. Gue nggak mau debat sama lo. Bentar lagi makan malam. Elo mau makan apa?"

"Makan hot chicken nacho kaya kemarin."

"Oke." Yura berdiri dari tempat duduknya dan pergi menuju dapur untuk membuatkan Kido makanan.

KIDO VS YURA [TERSEDIA DI GRAMEDIA]Où les histoires vivent. Découvrez maintenant