Chapter 23

359K 16.4K 207
                                    

Hilda sedari tadi asyik chattingan dengan pacar barunya, Raffi. Selama ini, Hilda mendambakan pacar yang sempurna seperti Raffi. Dan keinginannya itu terkabul. Raffi adalah siswa dari kelas XI Bahasa-A. Selain pintar, Raffi juga pandai berkata-kata. Terlebih lagi, kulitnya yang sawo matang dan cekungan di pipi kirinya menambah kesan bahwa dia adalah cowok yang manis dan maco.

"Gue beruntung banget punya cowok kayak Raffi. Udah ganteng, pinter, puitis pula." Hilda terkekeh senang.

Yura memutar malas kedua bola matanya dan melanjutkan aktifitasnya membaca buku sembari mendengarkan Hilda bercerita. Sudah 17 kali Yura mendengar cerita yang sama. Hilda tak berhenti membanggakan pacar barunya itu.

"Gua ada ide. Bagaimana kalau elo sama Reon ikut nge-trip bareng kita ke puncak rame-rame?" kata Hilda penuh semangat.

"Ke puncak?" Yura meletakkan buku yang dibacanya.

Hilda mengangguk antusias. "Iya. Ke puncak rame-rame."

"Rame-rame? Bareng siapa aja?"

"Gue sama Raffi, elo sama Reon, Alea sama Kido, dan Kolel sama Hayati. Kebetulan paman gue punya Villa di puncak."

"Emangnya, apa elo dibolehin liburan sama cowok di puncak tanpa pengawasan orangtua?"

"Tenang aja, Ra. Gue nggak bakal ngapa-ngapain sama Raffi. Begitu juga pasangan yang lainnya."

"Kok elo yakin kayak gitu sih?"

"Ya iyalah. Jangan berpikir negatif dulu, Ra. Entar elo tidur sama Hayati. Terus gue tidur sama Alea. Kita nggak bakal pacaran yang aneh-aneh kok. Lo ikut ya?" bujuk Hilda memelas.

"Tapi-"

"Liburan tanpa elo tuh nggak enak, Ra. Gue nggak suka kalau nggak ada elo. Soalnya elo itu sahabat gue."

"Ya deh iya. Gue ikut sama Reon."

"Makasih banget ya, Ra. Elo emang sahabat terbaik gue." Hilda memeluk gemas lengan Yura.

***

Kido melipat beberapa pakaiannya ke dalam koper. Tak lupa juga ia memasukkan peralatan mandi dan beberapa camilan. Lalu ia mengamati kembali barang-barang yang telah ia masukkan.

"Lo udah siap, Ra?" Kido menghampiri Yura yang sudah menutup kopernya.

Yura mengangguk. "Iya. Gue udah siap kok. Jangan lupa bawa charger, lotion anti nyamuk, sama lilin. Barang kali nanti pas di Villa mati lampu."

"Oh iya. Untung lo ingetin." Kido membuka laci lemarinya lalu mengambil charger, lotion anti nyamuk, dan beberapa lilin.

"Jangan lupa bawa jaket. Di puncak udaranya sangat dingin. Kan elo nggak kuat udara dingin."

"Oh iya iya." Kido mengangguk-angguk, membuka lemari, lalu mengambil sebuah jaket hitam tebal.

"Jangan lupa juga bawa deodorant dan minyak wangi. Soalnya lo entar tidur sama Kolel. Elo tau sendiri kalau Kolel jarang mandi. Apalagi udara di puncak itu dingin parah. Pasti si Kolel nggak bakal mau mandi kecuali elo tega ceburin dia ke kolam ikan."

"Betul betul." Kido memasukkan deodorant dan minyak wangi. "Apalagi, Ra?"

"Terasi. Elo kan suka banget sambal terasi."

Kido mengangguk, berjalan menuju dapur, lalu mengambil 10 sachet sambal terasi. Ia kembali ke kamar dan memasukkan terasi tersebut ke dalam koper. Kido tersenyum senang. Sekarang ia merasa seperti seorang suami yang diingatkan oleh istrinya.

"Ngapain elo senyum-senyum kayak gitu?" mata Yura menyipit curiga setelah memergoki Kido tersenyum-senyum sendiri.

"Suka-suka gue dong! Mau senyum kek, mau cemberut kek, mau nangis kek," kata Kido sembari menutup kopernya.

Setelah memasukkan semua barang-barang ke dalam koper, mereka keluar rumah, dan mengunci semua pintu. Kemudian berangkat menuju rumah Hilda untuk menjemput yang lainnya.

"Tumben si Kido on time." Hilda melihat jam tangannya sekilas.

"Kalau nggak gue ingetin, mungkin dia masih asyik main game online," sindir Yura sembari melirik Kido.

"Oke. Karena kita semua udah di sini, kita langsung berangkat aja. Yura, Alea, dan Reon naik mobilnya Kido. Ayang Raffi, Kolel, sama Hayati naik mobil gue. Let's go!" kata Hilda penuh semangat.

Kido memasuki mobilnya dengan hati dongkol. Mau tida mau, ia harus satu mobil dengan Reon, musuh bebuyutannya. Dia sangat membenci Reon karena Reon adalah orang yang sangat dicintai Yura. Andaikan saja Reon tidak pernah terlahir di dunia ini, maka pasti Yura sudah jatuh cinta padanya.

"Kamu dengerin lagu apa sih?" Yura mengambil salah satu headset dari telinga Reon lalu memasangnya ke telinganya sendiri.

"Lagu lama, judulnya Soledad." Reon tersenyum melihat Yura menikmati lagu tersebut.

Kido melihat kemesraan Yura dan Reon melalui kaca spion. Bibirnya cemberut manyun. Ia bahkan tak fokus menyetir. Hingga akhirnya semua orang di dalam mobil terpental kaget ketika Kido mendadak menginjak rem. Hampir saja ia menabrak mobil orang.

"Do, hati-hati dong kalau nyetir!" tegur Yura marah.

"Eh, jangan marahin Kido. Lo pikir, nyetir itu gampang?" ujar Alea tak terima.

"Yang jelas, lebih gampang nyetir daripada perjuangan ibu kita saat ngelahirin kita. Makanya hargai nyawa dong!"

"Lo itu nyolot banget sih?"

"Gue nggak nyolot. Kalau ada orang salah, pasti gue tegur."

"Meskipun elo masih ada hubungan keluarga sama Kido, gue nggak peduli dengan ocehan elo."

"Udah udah!" lerai Kido.

Mereka pun menghentikan pertengkaran mereka dan melanjutkan perjalanan menuju Villa. Sesampainya di Villa, Kido membuka bagasi mobil dan mengeluarkan barang-barangnya. Reon segera mengambil koper milik Yura dan membawakannya memasuki Villa. Kido mendengus kesal, tapi ia tak bisa melakkukan apa-apa.    

KIDO VS YURA [TERSEDIA DI GRAMEDIA]Where stories live. Discover now