Bab 31 - Apapun

48.7K 3.6K 18
                                    

Beca merenung di balkon rumahnya seorang diri. Menatap nanar langit kosong dihadapannya, tak mempedulikan udara dingin menusuk karena malam yang semakin larut.

Pikirannya masih berkelana dengan kenangan-kenangan buruk yang selama ini dilupakannya. Bukan tanpa alasan hingga dalam diri Beca menekan kuat ingatan itu dan merubahnya menjadi pribadi yang berbeda.

Gadis yang baru saja keluar dari rumah sakit itu memaksa untuk segera menuju ke pemakaman keluarga Geraldi. Dengan masker beruang yang dengan terpaksa ia pakai karena alergi debunya akhir-akhir ini mulai kambuh, ia masuk ke dalam pemakaman.

Langkah gemetar itu tak mampu menghentikannya untuk melihat seseorang yang sudah ia sadari bahwa ia begitu menyayanginya, sedang terpuruk menangis tersedu-sedu disamping makam. Para penjaga yang berada disisinya kewalahan karena Geral terus meronta untuk menjatuhkan diri dari kursi roda demi memeluk kedua batu nisan orang tuanya.

Hati Anjani berdenyut perih. Ia tau segalanya, dan ini semua kesalahannya. Kalau saja ia tak mengikuti Geral malam itu, kalau saja ia mau untuk dijemput Ayahnya malam itu, maka semua ini tak akan pernah terjadi, Ayah Geral tak akan pernah nekat nyetir mobil sendiri hingga membuat keadaan semakin buruk seperti ini.

Tinggal beberapa langkah lagi, Anjani sampai di hadapan Geral namun langkahnya terhenti. Setelah semua itu masih pantaskah ia berada disisi Geral nya?

Tubuh Anjani membeku saat tatapannya bertemu dengan Geral. Tatapan itu dingin, asing, tak ada kilatan jenaka, tak ada kilatan mengernyit bingung seperti biasanya. Hati Anjani seakan dirujam beribu jarum saat Ayahnya mengucapkan sesuatu yang begitu lirih tepat disampingnya,

"Amnesia"

Cukup lama Anjani terdiam, "bukannya itu bagus yah? Dia jadi lupa sama kejadian buruk itu. Geral gak akan nyalahin dirinya sendiri karena itu" Anjani tertawa pilu, sekali lagi, untuk sekali lagi, Geral kembali asing.

Bedanya kini, walaupun beribu kali Anjani mengucapkan namanya akan sama saja. Geral tak akan mengingatnya.

Beberapa saat Anjani terdiam, tiba-tiba yang Anjani tau bahwa dia adalah paman Geral, Dion menghampiri Anjani. Nampak sekali Dion menahan emosinya saat ini, namun ia tetap tenang walau tatapan datar tak bersahabat itu tanpa perlu repot-repot Dion sembunyikan juga.

"Anjani?" Anjani mengangguk terpatah, Dion membalas senyum kecut sebelum ucapan selanjutnya kembali membuat hati Anjani berkedut perih, " mungkin ini terbilang lancang, tapi bolehkah saya meminta sesuatu? Tolong jauhi keponakan saya."  Anjani ingin sekali berucap lantang bahwa ia tak ingin meninggalkan Geral, tapi mulutnya seakan terkunci dengan kenyataan, bahwa memang dirinya lebih pantas menjauhi Geral " Kepindahan sekolahmu akan kami urus, ini semua demi kebaikan bersama. Saya sebagai paman, hanya tak ingin membuat Satria ah maaf, mungkin yang kamu kenal, Geral, semakin hancur"

"Saya akan menjauhi Geral sejauh mungkin" jawab Anjani cepat, walau hatinya berteriak tak sanggup tapi benar ini semua demi Geral nya. Agar Geral tak mengingat kejadian pilu itu lagi, " tapi om, boleh saya bicara dengan Geral sekali saja? Hanya untuk ucapan perpisahan. Tenang saja, saya tak akan menyangkut kejadian ini sedikitpun. Cukup mendengar suaranya untuk terakhir kalinya"

Dion mengangguk maklum, "baiklah. Besok kamu terakhir sekolah di Smp yang sama dengan Satria, setelahnya kamu akan dipindahkan ke sekolah lain"

Bara-sang Ayah- yang sejak tadi diam, merangkul pundak Anjani menguatkan. Ia merasa bodoh hingga tak bisa berbuat apapun, putrinya lah yang tetap berdiri tegak tanpa histeris sama sekali. Menghadapi segalanya seorang diri dengan cara lebih dari kata dewasa, air matanya turun tanpa di minta. Ditatapnya putrinya yang tersenyum pilu lalu mengangguk puas, "sehari sudah lebih dari cukup untuk saya. Terimakasih om"

MIRACLE [Completed]Where stories live. Discover now