Bab 8 - Misteri

58.3K 4K 12
                                    

"Semua yang hidup suatu saat akan mati. Dan kelebihanku lah buktinya"

- Satria Geraldi

**

"Gue mau lo jadi pacar gue"

Sebaris kalimat yang cukup membuat Satria sukses tersedak sampai mengeluarkan air mata. Sedangkan Beca meringis tak berdosa seolah apa yang dikatakannya bukanlah apa-apa.

"Gampang banget ya lo ngomong gitu" Satria mulai bersuara setelah meredakan tenggorokannya yang tersedak akibat ulah lebah dihadapannya ini, " becandaan lo receh"

Satria kembali memakan baksonya yang tinggal sedikit lagi, berbeda dengan Beca yang terkekeh. Beca asal nyeletuk saja tadi, karena lucu melihat ekspresi Satria yang kesal begini. Menambah mood baik Beca tentu saja,

"Kenapa lo benci banget sama gue sih? Gue pernah punya salah apa sama lo?" tanya Beca kemudian saat dilihatnya Satria selesai makan dan meminum es jeruknya dengan tenang. Mata Satria mengernyit sejenak, lalu menggeleng. "Gue ga benci sama lo"

"Trus? Kenapa sensi banget?" Beca semakin menatap intens Satria, sungguh Satria benar-benar tak nyaman. Dekat dengan Beca di kantin seperti ini yang sudah pasti menjadi pusat perhatian. Tak jarang orang menatap sinis pada Satria, seolah kuman kotor sepertinya tak pantas duduk dan mengobrol dengan dewi sekolah.

"Gue ga nyaman. Bukan berarti benci, tapi ya ga nyaman aja" sebelum Beca menyela, Satria kembali bersuara, " lo emang selalu jadi pusat perhatian, dan gue yakin lo suka itu. Kalo udah gitu, orang yang dekat sama lo pasti juga bakal ikut jadi pusat perhatian, itu yang gue gasuka"

"I see. Tapi kenapa? Siapa coba di dunia ini yang ga suka kepopuleran? Dipandang segan orang lain, dipuja bagi lawan jenis. Itu menyenangkan by the way, lo harus coba" ucapan antusias Beca membuat Satria tersenyum tipis.

"Gue. Gue yang gasuka dengan kepopuleran itu. Hanya karena rasa kepopuleran itu menyenangkan bukan berarti semua orang menyukainya. Lo pasti tau, populer ga seasik itu rasanya" kini Beca terdiam, membenarkan apa yang diucapkan Satria dalam hati, " lo harus bersyukur udah nemu temen yang tulus sama lo. Nasib lo ga seburuk anak populer lain yang ditemani hanya karena panjat sosial kayak lagu yang viral itu. Lo punya satu, cukup satu. Yang lain emang baik sama lo, muja-muja lo, berusaha buat jadi teman bahkan jadi pacar lo. Tapi lo yakin mereka tulus?" Beca mengerjap beberapa saat, entah kenapa ingatannya jatuh pada Leon.

"Kok lo yakin banget mereka ga tulus?" Satria kembali tersenyum tipis, "ya trus hal apa yang bikin gue harus gayakin?" usai mengatakan itu Satria beranjak dari tempatnya dan bersiap pergi. Sebelum pergi, Satria sempat melirik sekilas pada Beca yang membeku tak bersuara.

"Juga jangan selalu bangga karena semua orang berpusat ke diri lo. Yah, lo tau lah mereka gitu karena itu menguntungkan. Tapi perlu lo inget,gue bukan salah satu diantara mereka"

Beca masih menatap punggung Satria yang melangkah pergi, tingkahnya yang tak perlu repot-repot menoleh ke belakang, membuat ego Beca tersentil, seumur hidupnya tak pernah ia diperlakukan seperti ini. Pertama kalinya, Beca diperlakukan layaknya orang biasa. Tak ada binar kekaguman, tak ada ucapan penuh pujian, dan itu dari seorang Satria.

Beca bukan penyuka tantangan, egonya yang sempat tak terima itu hanya karena Satria yang terlalu sok kegantengan dan tak pernah ragu untuk mempermalukannya. Ego Beca ingin Satria ikut memujanya seperti anak lain, tapi dengan ucapannya tadi membuat Beca pesimis Satria bisa jatuh dipelukannya.

Perasaan Beca kini bukan lagi menggebu-gebu untuk membuat Satria bertekuk lutut, tapi seperti penasaran mungkin? Penasaran akan sosok semisterius Satria. Pria tampan dibalik kedok culunnya.

**

Satria menatap langit malam Jakarta yang tak ada bintang sama sekali itu dalam diam. Dia berada di taman kota yang kebetulan sedang sepi, mungkin kebanyakan orang lebih memilih duduk di restoran atau keliling mall daripada menikmati malam dingin di taman menatap langit kosong.

Hatinya berkedut miris, hari ini hari kematian Dinda. Mengingat hanya Dinda yang berteman tulus pada Beca membuat Satria prihatin, pasti si Lebah itu akan sangat terpukul. Satria ingin membantu, tapi bagaimana manusia biasa sepertinya bisa merubah garis yang sudah ditetapkan Tuhan?

Inilah perasaan yang selalu menghantui Satria, perasaan bersalah yang teramat karena meskipun ia tau, ia tak dapat melakukan apapun. Dion pernah bilang padanya bahwa ini kelebihan dari dimensi lain, dan Satria harus bersyukur. Bagaimana Satria bisa mensyukuri sesuatu hal tentang gelapnya kematian? Dengan kekalutan perasaan itu, Satria mengeluarkan sekotak rokok dari saku jaketnya. Satria bukan pecandu, ia hanya menyentuh rokok jika pikirannya kalut tak berujung. Dengan santai, ia menyalakan sebatang nikotin itu dan menghirupnya lalu menghembuskan asap abstrak. Rasa hangat dari rokok itu selalu berhasil membuat Satria tenang.

Namun ketenangan Satria tak berlangsung lama, ponselnya bergetar terus menerus menandakan ada panggilan masuk. Satria mengernyit saat dilihatnya ada sekitar 20 pesan dari Lebah dan kini sedang menelfonnya. Rokok yang baru Satria hisap beberapa kali itu ia buang dan menginjaknya pelan membuat asapnya berhenti berhembus. Lalu Satria beranjak dari duduknya dan menggeser tombol ponselnya itu lalu menempelkannya di telinga,

"Ada apa?"

"Satri.. Saaattt.."

Satria menghela nafas berat, sudah diduga Beca akan serapuh ini. Satria masih diam menunggu Beca meredakan isakannya,

"Dinda sat.. Tolong.. Gue.."

"Lo dimana?"

"Di rumah Dinda. Tolong sat.. Bokap nyokap Dinda.. Aaaaaa!!" Tubuh Satria menegang, panggilan Beca terputus. Satria baru tersadar akan suara Beca tadi yang berbisik-bisik, dan diakhiri teriakan. Sudah pasti ada yang tidak beres, sebelum Satria beranjak pergi, ia sempat mengecek sejenak pesan yang dikirim Beca barusan.

Lebah : satriaa.. Temenin gue ke rumah dinda yuk?

Lebah : satrii, jahat ih gamau nemenin. Btw rumah dinda sepi banget, takut gue. Tapi kalo ada setan, setannya takut sama gue kalik ya?

Satria menahan nafas saat dilihatnya pesan terakhir Beca,

Lebah : Satrinaahh!! Dinda dipukulin bokapnya, gue takut mau masuk. Kasian dinda saattt, buruan kesini! Tolongin dinda! Gue share location ya

Kenapa jadi seperti ini? Batin Satria terheran heran. Bayangan kematian Dinda dalam penglihatan Satria tak mungkin salah kan? Dinda bunuh diri dan tak ada penganiayaan sedikitpun. Tak mau memusingkan hal itu dulu, Satria bergegas menuju lokasi yang dikirim Beca sebelum memanggil pihak berwajib. Bukannya takut, tapi hanya untuk berjaga-jaga.

Dalam hati, Satria berdoa agar tak terjadi sesuatu. Semoga Satria tak terlambat kali ini.

🍁🍁🍁

Haloo eperibadeyy. Semoga suka yaa, jangan lupa tinggalkan jejak ❤💓❤

MIRACLE [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang