Bab 27 - Mustahil

44.5K 3.7K 44
                                    

Beca menanti dengan harap-harap cemas sejak pagi tadi, ia duduk di bangku samping Satria. Sengaja menunggu laki-laki itu datang, karena sejak semalam Satria tak dapat dihubungi.

Beca juga selalu menyalakan tv demi mendapat kabar selanjutnya, namun Satria maupun orang perusahaan belum mengklarifikasi kabar itu di media. Membuat Beca semakin khawatir, bagaimana kabar Satria kini.

Ini sudah pukul 6.15, dan tak ada tanda-tanda Satria datang. Biasanya Satria selalu sampai di sekolah tepat pukul 6, Beca menunggunya sejak pukul 5.30 tadi. Bayangkan betapa ngantuknya Beca saat ini, tapi rasa kantuknya dengan mudah dikalahkan rasa cemas oleh laki-laki bodoh yang tak mengangkat telfonnya berulang kali semalam.

Suara ramai langkah kaki juga bisik-bisik didepan membuat Beca mengkerutkan alis bingung, dan saat terdengar suara jepretan kamera juga keramaian yang makin menjadi, Beca bangkit dan ikut berlari mengikuti siswa lain yang ikut heboh.

Beca membeku ditempatnya, Satria berada disana. Dengan tampilan yang benar-benar berbeda. Kedok culunnya sudah tak ada lagi. Satria berdiri gagah dengan kaca mata hitam yang mungkin sengaja ia pakai karena sudah mengira semua wartawan ini pasti akan datang. Ada tiga penjaga yang menghalangi para wartawan yang dengan brutal menyerbu Satria pertanyaan-pertanyaan mengenai alasan Satria menyembunyikan jati dirinya selama ini,

Dan saat langkah Satria sudah ada dihadapan Beca, nafas Beca tercekat. Satria melepas kacamatanya, menatap dingin ke arah Beca. Tatapannya itu, mungkin Beca sudah terbiasa mendapati sikap dingin Satria. Tapi kini sungguh berbeda, Satria bertingkah seolah tak mengenalnya.

Dan makin dipertegas dengan langkahnya yang melewati Beca begitu saja tanpa perlu repot-repot menyapanya walau hanya senyum tipis yang seperti Satria lakukan selama ini.

Beca berusaha berpikir positif, mungkin ini hanya agar tak ada gosip murahan tambahan yang menambah kepelikan situasi ini. Iya, pasti karena itu.

Tapi entah kenapa, Beca seakan pernah merasakan hal ini. Rasanya seperti dejavu. Semalaman Beca berfikir kemungkinan apakah ia pernah bertemu dengan Satria sebelumnya apa tidak, dan yang ia dapatkan hanya denyut nyeri yang menyerang kepalanya.

Dan kini ditambah rasa nyeri di dada, Beca ingin menangis rasanya. Tapi tak mengerti karena apa, ia bingung juga khawatir akan sesuatu yang tak ia ketahui atau mungkin yang ia lupakan.

**

Satria menghela nafas lemah sekali lagi, rasanya sulit mengabaikan Beca tadi. Tapi perkataan pamannya kemarin juga tidak bisa diabaikan begitu saja, tidak menutup kemungkinan kalau Beca adalah dalang semua ini.

Di depan kelas masih ramai para wartawan yang seakan ingin menerkamnya itu, beruntung para penjaganya bisa diandalkan. Namun tak mungkin penjaganya melarang teman sekelasnya juga tak boleh masuk seperti wartawan itu, dan akhirnya membuat Satria memutar bola mata malas entah keberapa kali saat teman sekelasnya yang selama ini tak pernah memandangnya kini menatap penuh puja juga kagum terlebih kaum hawa.

"Ha-hai Satria.." Satria tersenyum tipis memandangi Cecil dari atas sampai bawah, gadis yang dikagumi setelah Beca di sekolah. Yang pernah memandang jijik juga mengoloknya dengan teman-temannya karena dia culun.

Memang sebesar ini efeknya, hingga para penjilat mendekat begitu cepat seperti virus. Berbeda dengan gadis lebahnya, gadis lebahnya. Hati Satria seakan berhenti berdetak, menyadari ada sesuatu yang salah disini. Beca terlebih dulu hadir, mendekatinya, mengganggunya, sebelum Beca tau siapa dia sebenarnya.

Mengabaikan gunjingan teman satu sekolah karena dengan bodohnya lebih memilihnya yang dianggap cupu, pecundang dan bukan siapa-siapa pada saat itu. Dan setelah semua itu, untuk apa Beca membongkar semuanya?

MIRACLE [Completed]Where stories live. Discover now