Bab 12 - Kartu

61.7K 4.2K 116
                                    

"Move on itu bukan melupakan mantan. Tapi  mengikhlaskan.
Kalau pengen lupa, jedotin aja kepala ditembok biar amnesia"

- Rebeca Anjani

**

Kalau saja Dinda tak berbaring lemah di ranjang rumah sakit itu, mungkin wajahnya sudah habis digaruk gemas oleh Beca. Walaupun masih sangat pucat, Dinda tetap saja tersenyum jahil pada Beca yang baru saja kembali dari makan bersama Satria.

"Lo kalo naksir orang emang ga pernah ditutup-tutupi gitu ya? Keliatan banget" Beca mendelik menanggapi ucapan Dinda, membuat Dinda terkekeh pelan, " jadi, uda lupa nih ama pleyboy kampret itu?" terdengar hembusan lemah dari Beca, Beca memposisikan duduknya di sofa menjadi setengah berbaring, matanya menerawang menatap langit-langit kamar inap Dinda yang sudah pasti putih polos itu.

Perasaan Beca pada Leon entahlah, Beca mungkin memang jengkel sekaligus benci luar biasa dengan kenyataan Leon mengkhianatinya tapi jauh dalam lubuk hatinya, Beca masih menyukai Leon. Setahun dihabiskan berdua dengan Leon, selain Dinda ya Leon lah yang mengerti seberapa tertekannya Beca dengan aturan kolot keluarganya. Dan bisa dibilang Leon sudah pasti mengerti bagaimana perasaan Beca karena Leon mengalami hal yang sama pada keluarganya walau kasus berbeda. Beca yang ditekan akan peraturan, Leon yang tak diberi perhatian. Karena itulah yang membuat Beca betah berlama-lama dengan Leon, karena dengan Leon, Beca merasa tak sendirian.

Tapi, kesalahan Leon tak bisa ditolerir. Beca membenci pengkhianat, sangat membenci. Karena jika dipercaya harusnya dijaga dengan baik, bukannya disia-siakan. Hati Beca terlanjur kecewa akan apa yang dilakukan Leon, karena Beca pikir Leon sangat mencintainya sama halnya dengan Beca yang mencintai Leon. Tapi jika dipikir kembali, Beca mungkin selama ini hanya dimanfaatkan. Dimanfaatkan akan kepopulerannya, kenapa Beca bisa berpikir seperti itu? Karena Leon semakin gencar mendekati Beca dengan cara yang selalu dilihat oleh umum, semacam mencari sensasi. Leon sudah tak lagi menjadi sorotan, semuanya berbalik memojokkan Leon yang sudah diketahui seantero sekolah tentang perselingkuhannya.

Mengingat tentang populer ingatan Beca berpindah pada sosok culun yang baru saja menemaninya makan.

Beca mungkin merasakan getaran aneh jika berada di dekat Satria, tapi belum sampai degupan liar dan berbunga-bunga seperti yang ia rasakan dulu jika bersama Leon. Satria menarik, bukan dari tampilan tentu saja. Aura misterius Satria yang begitu kentara membuat Beca penasaran, tatapan setajam itu dari Satria juga terlihat rapuh secara bersamaan. Ada sorot hampa dalam mata Satria dan Beca mengetahui itu sejak pertama kali ia bertemu dengan Satria.

Beca meringis sendiri mengabaikan Dinda yang sejak tadi memanggilnya. Pertemuan pertama yang konyol. Pikiran Beca masih berlabuh dimana begitu bodohnya ia meminta orang asing mengantarnya pulang, dan orang asing itu adalah Satria. Entah harus Beca syukuri atau justru sesali, tapi sepertinya jika menyesal Beca tak merasakannya sama sekali. Beca jadi mengetahui Satria yang pandai bersembunyi, seakan tak kasat mata di sekolah hingga Beca yang notabenenya hampir hafal wajah teman seangkatannya walau tak tau namanya bisa tak mengerti bahwa ada Satria, pria misterius tampan berkedok culun itu.

"Woyyy cabe! Hp lo bunyi! Ngelamun aja lo" Beca mengerjap-ngerjapkan mata, lalu melengos saat dilihatnya Dinda terkekeh. Akhirnya ia mengeluarkan ponsel di saku celananya yang berbunyi nyaring, matanya mengernyit melihat nama Ayah tertera di layar sedang memanggilnya, Beca menghela nafas berat. Sebentar lagi sudah pasti akan ada drama,

"Halo yah.."

"Kamu dimana? Dari kemarin ga pulang"

"Kan Beca udah sms kemarin yah, kalau Beca nemenin Dinda di rumah sakit"

MIRACLE [Completed]Where stories live. Discover now