Bab 4 - Masalah

62.3K 4.4K 55
                                    

"Gak akan ada kata cocok diantara kita"

- Satria Geraldi

**

Beca masih diam memikirkan kejadian memalukan tadi dan ucapan Satria. Ada banyak misteri dalam diri Satria, dan Beca hanya tau bahwa tampilan culun Satria sekedar kedok belaka.

Biasanya jika Beca melamun gini, pasti Dinda akan ngomel-ngomel dan membuat kegaduhan mengusili Beca. Tersadar akan ada yang aneh, Beca melirik pada Dinda yang sedang menelungkupkan wajahnya dengan tubuh bergetar.

"Dindot.." tak ada sautan, ini sungguh aneh. Dinda paling tidak suka dengan panggilan Dindot alias Dinsa Gendot, ia akan mengamuk luar biasa jika Beca keceplosan memanggil itu. Tapi kini, Dinda bergeming di posisinya.

Tangan Beca terulur mengusap punggung Dinda, namun sedetik kemudian terkejut karena Dinda tiba-tiba bangkit dan berlari keluar kelas. Beca sempat melihat wajah memerah Dinda juga mata sembabnya, dengan cepat Beca bangkit dan menyusul sahabatnya itu.

Perasaan Beca jadi tak enak, Dinda jarang menangis. Hanya masalah yang benar-benar diluar kendalinya lah yang sudah pasti akan membuat Dinda seperti ini.

Beca masih berlari di belakang Dinda yang tak sadar bahwa sedang diikuti Beca itu, langkah Beca melambat saat dilihatnya Dinda berhenti di bangunan belakang sekolah.

Entah kenapa, Beca memilih bersembunyi di balik tembok sambil mengintip Dinda yang kini mengeluarkan ponselnya dan bersiap menelfon seseorang,

"Kevinn.. Gue ada di belakang. Buruan!.. Udahh buruan kesini, gue mau ngomong sesuatu.. Pleasee.. Penting.. Oke" itu Kevin pacar Dinda, hati Beca semakin cemas saat dilihatnya Dinda terisak.

Beca berpikir keras memilih menghampiri Dinda apa tetap diam di tempat menyaksikan segalanya, saat kaki Beca ingin melangkah menghampiri Dinda yang terisak tertahan itu, namun ada cekalan tangan yang kembali menarik Beca pada persembunyiannya tadi.

Jantung Beca kembali berdetak begitu cepat saat tau bahwa Satria kini sedang menatap datar Beca dengan tangan hangatnya yang masih menggenggam erat tangan Beca.

"Jangan.."

"Dia sahabat gue" Beca bersorak hura-hura dalam hati karena mampu mengeluarkan ucapan dengan nada sedingin pria berkacamata di hadapannya ini, Beca kembali berbalik namun tangannya masih digenggam dan semakin erat. Beca mendesis kesal saat dilihatnya Satria menggelengkan kepalanya mengisyaratkan bahwa ucapannya tak bisa dibantah.

Akhirnya Beca memilih pasrah karena Kevin sudah datang dengan wajah yang benar-benar khawatir melihat Dinda seterpuruk itu,

"Beb kamu kenapa.." samar samar Beca mendengar ucapan Kevin dengan matanya yang masih mengintip adegan pelukan hangat dua sejoli itu, juga terdengar decakan dari mulut Satria. Beca melirik tajam Satria yang bergumam mencemooh karena Beca yang menguping,

"Diem lo" bisikan tak bersuara Beca dibalas putaran bola mata malas oleh Satria, Satria memilih diam dengan melipat tangan. Satria sendiri bingung, kenapa memilih menghampiri si Lebah yang ingin memergoki sahabatnya yang sudah pasti baru tau akan kehamilannya itu. Satria hanya tak tega melihat Dinda mungkin, karena dipenglihatannya Dinda juga menyebutkan tak mau membuat Beca semakin kecewa. Pasti ini salah satu pemicu bunuh diri Dinda, baiklah walaupun Satria tak dapat menolong kematian Dinda tapi Satria bisa mengurangi penderitaan sebelum kematiannya.

"Gue.. Hamil.." Suara bergetar Dinda walau pelan itu tetap terdengar di telinga Beca, Satria melirik was was Beca yang saat ini membeku dengan wajah tak percaya. Beca mengepalkan tangannya kuat saat dilihatnya Kevin menolak untuk bertanggung jawab,

Lagi-lagi Satria mencekal tangan Beca, menghentikkan gadis itu yang akan memicu keributan. Satria memilih menarik Beca menjauh dan percaya atau tidak akan menenangkan gadis yang masih syok itu.

"Lo apa-apa'an sih narik-narik gue!" Beca menghempas tangan Satria kasar saat posisi mereka sudah berada di koridor sepi. "Gausah ikut campur urusan mereka" ucapan dingin menusuk Satria semakin membuat Beca emosi,

"Dia sahabat gue! Gue berhak ikut campur!" Satria memejamkan matanya sejenak, menahan gejolak untuk memaki, "lo pikir sahabat bisa segitu berhaknya mengurusi segala hal bahkan sesuatu yang sesensitif itu?" Beca terdiam, tangannya terkepal kuat. Menyumpah serapahi Pria culun dihadapannya dalam hati karena ucapannya benar dan tak dapat ia sanggah.

"Dia ga cerita kan sama lo? Tunggu dia cerita, itu baru tanda kalo lo boleh ikut campur. Pesen gue, jangan pojokkin dia. Dukung dia dengan semua yang lo bisa, kalo lo pengen terus punya sahabat. Cuma itu yang bisa gue lakuin buat nolong, permisi" Satria berbalik meninggalkan Beca yang kebingungan dengan omongan Satria yang ambigu.

Tapi ada beberapa perkataan Satria yang benar, Dinda belum cerita padanya. Itu tandanya Dinda masih belum ingin Beca ikut campur dengan masalah rumit ini, dan tentang ucapan "kalo lo masih pengen punya sahabat" Apa maksudnya? Ga mungkin Dinda meninggalkan Beca dan bersahabat dengan lainnya hanya karena hal ini,

"Gue bakal tanya apa maksudnya nanti" gumam Beca pelan dan berlalu kembali ke kelas. Entah hanya perasaannya saja apa gimana, Beca merasa akan ada sesuatu yg buruk tentang hal ini. Dan Satria mengetahuinya, sesuatu yang tidak Beca ketahui.

**

Satria sekali lagi menghembus nafas keras karena penguntilnya itu seperti tak ada matinya, walau Satria bentak berkali-kali gadis bertubuh mungil dengan wajah yang memerah akan sinar matahari itu masih mengikutinya sejak Satria keluar dari kelas.

Satria biasa berjalan kaki sampai ujung jalan saat pulang sekolah, Supirnya akan menunggunya disana. Sebenarnya merepotkan, tapi lebih repot harus menjawab pertanyaan anak satu sekolah yang sudah pasti kepo dengan dirinya yang dijemput oleh mobil Mercedes-Benz mewah, menjadi pusat perhatian tentu bukan yang diinginkan Satria.

Dan Beca, masih mengikuti Satria kemanapun Satria pergi hingga Satria harus berjalan berputar-putar agar gadis itu menyerah dan pergi. Tapi Beca tak menyerah dan terus mengikutinya,

"Lo mau apa sih?"

"Gue cuman butuh kejelasan. Ihh dari tadi gue tanya juga" Satria meraup wajahnya kasar, kini keputusannya membantu Dinda membuat Satria menyesal. Harusnya ia tak peduli, karena Dinda berhubungan dengan Beca. Gadis pengganggu menyebalkan.

"Kejelasan apa? Kan gue cuman bilang dukung dia kalo lo masih pengen punya sahabat, bisa aja kan dia jauhi lo karna lo egois pengen ikut campur dan terus mojokkin dia" Beca berkacak pinggang, hatinya meronta tak terima dengan penjelasan seenaknya oleh Satria,

"persahabatan kita ga seenteng itu. Lagian gue juga mau tanya, kenapa lo bisa ada di halaman belakang tadi? Nyegah gue segala buat ikut campur, lo sendiri kan yang nyuruh gue jauh-jauh dari lo. Terus kenapa lo peduli sama gue yang bakal tetep sahabatan sama Dinda apa enggak?" celotehan Beca membuat kepala Satria mumet, banyak pertanyaan yang pasti semuanya tak bisa ia jawab tanpa penjelasan tentang kelebihannya. Tidak, tidak akan Satria biarkan Beca tau sedalam itu tentang dirinya.

"Gue liat lo tadi lari-larian. Iseng aja. Udah gue mau pulang, arah rumah lo sama rumah gue berlawanan. Jadi mending lo pulang!" tanpa peduli Beca yang terus berteriak-teriak tak terima, Satria melangkah dan memilih menyetop taxi untuk segera pulang.

Beca mendengus, penjelasan Satria tadi semakin aneh ditelinganya. Sudah pasti ada yang disembunyikan, dan ini berhubungan dengan sahabatnya. Akan Beca cari tau dengan cara apapun, walau harus mengganggu anjing buldoser itu. Beca akan menguatkan jiwanya agar tak gentar.

🍁🍁🍁

Semoga suka. Jangan lupa tinggalkan jejak ❤❤

MIRACLE [Completed]Where stories live. Discover now