Bab 10 - Pilihan

59.9K 4.2K 59
                                    

"Ada banyak pilihan dalam hidup. Dan kebanyakan dari kita mudah terlena akan sesuatu dan akhirnya berujung memilih pilihan yang salah"

- Dion Geraldi

**

Dion yang sedang sibuk mengatur presentasi juga berkas-berkas perusahaan terpaksa berhenti, karena kini keponakan kesayangannya tiba-tiba datang dengan wajah serius. Satria mungkin dingin pada semua orang, tapi jika bersama Dion, Satria tak pernah memasang wajah seserius sekarang. Itulah yang membuat Dion rela melupakan pekerjaannya sejenak dan perhatiannya penuh pada Satria yang duduk dihadapannya itu.

"Maaf jadi ganggu paman kerja.." Satria mulai bersuara, Dion tersenyum maklum dan menggeleng pelan. "Gapapa. Udah, cerita aja. Kamu ada masalah apa" Satria menghela nafas panjang. Sepulang sekolah Satria memang langsung ke kantor mengunjungi Dion. Untuk bertanya soal kejadian kemarin, itu sangat mengganggu pikiran Satria seharian ini.

"Apa takdir Tuhan bisa berubah paman?" Dion terhenyak, mengerjap beberapa saat dan menunggu Satria melanjutkan kalimatnya, " satria nyaksikan sendiri gimana takdir orang berubah, jadi Satria bingung. Gimana bisa?"

"Coba kamu ceritain dari awal. Biar paman mengerti" kemudian Satria menceritakan tentang kejadian kemarin, dari bayangan kematian Dinda yang memilukan, lalu tingkah sok heroiknya yang berniat meringankan kematian Dinda dengan mencegah Beca di halaman belakang waktu itu, hingga kejadian perubahan kemarin. Dion diam menyimak, dan wajahnya mulai menegang. Sampai Satria selesai dengan ceritanya Dion masih diam, terlihat jelas Dion menahan gejolak emosi. Satria menangkap itu, dan mengangkat sebelah alisnya heran,

"Apa paman belum bilang padamu kalau kita hanya bisa melihat dan tak bisa merubah garis Tuhan?" Satria terhenyak, nada bicara Dion berubah dingin. Tatapan matanya menajam, " inilah yang paman takutkan. Tindakan sekecil apapun yang berniat mencampuri urusan-Nya tak akan pernah berujung baik"

Dion memejamkan mata sejenak, dan menghela nafas berat. Satria masih tak mengerti apa maksud ucapan Dion, dan akhirnya memilih bergeming tak membantah sedikitpun. Menanti kejelasan dari pamannya itu,

"Baiklah mungkin sudah saatnya paman berterus terang" perasaan Satria mulai tak enak sekarang, Dion menegakkan duduknya dan mata teduhnya kembali. Dion sebenarnya akan membicarakan ini jika Satria sudah selesai masa sekolah dan masuk ke dunia yang sebenarnya, tapi kejadian yang dialami Satria tak bisa dianggap remeh. Satria akan mengalami persis seperti apa yang ia alami, maka Satria harus dipersiapkan.

"Takdir Tuhan tentang kematian tak bisa diubah Satria. Itu hal mutlak yang sudah ditetapkan bahkan sebelum kita dilahirkan, bahwa sesuatu yang hidup sudah pasti akan mengalami kematian. Dan kemampuan kita, yang bisa melihat hal itu adalah anugerah luar biasa sampai bisa mengalahkan malaikat, benar bukan? Tapi sayangnya, itu hal mustahil" ada jeda sejenak sebelum Satria sukses dibuat menganga dengan perkataan Dion selanjutnya, " kita selama ini bukan melihat takdir kematian seseorang. Tapi sebuah peta, peta perjalanan hidup manusia. Kita menyaksikan itu dan melihat bagaimana orang tersebut memilih jalannya. Kita gak bisa ikut campur Satria, karena itu berujung pada takdirnya. Kita gak bisa membantunya menentukan pilihan, kita disini hanya bisa melihat bagaimana kuasa Tuhan begitu hebat. Kita adalah bukti, bukti bahwa Tuhan tak selalu memaksa tapi -Ia memberi pilihan. Maksud paman, semua manusia memang akan mati suatu saat nanti tapi bagaimana cara ia meninggalkan dunia itulah yang Tuhan beri pilihan"

"Tapi paman, kalau kita hanya melihat peta. Gimana itu bisa selalu tepat?" setelah sadar akan keterkejutannya, Satria mulai bersuara. Walaupun penjelasan Dion sudah begitu jelas dan masuk akal, tapi Satria masih tak mengerti.

MIRACLE [Completed]Where stories live. Discover now