46. Dad's Truth

1K 33 3
                                    

WOW, udah bab segini.

Shab cuma mau bilang,

MAKASIH BANYAK BUAT KALIAN YANG MASIH DI CERITA INI😍

YOU DON'T KNOW HOW HAPPY I AM TO HAVE YOU GUYS WHO ARE BECOME PART OF ARINA ELLA FAM❤❤

Anyway Enjoy!

🎹 🎹 🎹

Sepanjang perjalanan dari ATM hingga rumahnya, Arin diam tak berkata. Meski Tante Lita sedang berbicara padanya, ia hanya jawab dengan seperlunya. Ia sedang berusaha menahan marah. Ia tidak mau menyalahkan semuanya pada Tante Lita karena ia harus mencaritahu kebenaran dari ayahnya langsung.

Kini Arin masuk ke rumahnya dan mendapati ayahnya yang sudah berada di ruang tengah sedang sibuk dengan ponselnya. Bagas terlihat masih mengenakan kemeja kerjanya dengan tas kerja disampingnya.

Ketika Bagas melihat Arin masuk, ayah menghampiri Arin namun dengan wajah sedikit bingung. "Ayah kenapa?" tanya Arin dengan tatapan sinis. "Nyariin Tante Lita, ya?"

Ayah mengernyit karena bingung dengan Arin yang mengetahui pikirannya saat ini. "Memang Tante kemana?" tanya Bagas yang mendangak agar terlihat pemandangan di luar rumah melalui jendela ruang tamu.

"Tante pulang karena Arin hapus pesan dari Ayah," jelas Arin dengan santai sambil melipat kedua tangannya di depan dada.

Bagas membelalakan matanya terkejut. "Ka-kamu baca pesan dari Ayah buat Tante Lita?" Tatapan wajah Bagas seperti takut, ragu, dan kebingungan. Bagas masih ingat dalam pesannya ia memanggil Lita dengan panggilan kesayangannya, Eli Honey.

Kemudian Bagas mendekati Arin lalu memegang kedua bahu Arin. "Arin, Ayah akan jelasin ini. Ayah dan Tante Lita-"

Belum selesai berbicara, Arin menyingkirkan pergelangan tangan ayahnya dari bahunya dan berkata, "Ayah kenapa nggak cerita sama Arin?!"

"Ayah minta maaf Arin," ucap Bagas sambil merunduk. Ia benar-benar menyesal tidak meminta izin terlebih dahulu pada Arin untuk menjalin hubungan dengan Lita.

"Kenapa Ayah bisa dekat dengan cepat sama Tante Lita? Kan bisa aja Tante Lita cuma main-main aja!" bentak Arin yang kini tidak bisa ditahan lagi emosinya. Arin bisa saja menangis saat ini, namun ia begitu lelah untuk menangis kali ini. Terlalu banyak air mata yang ia keluarkan beberapa hari ini.

"Arin kamu tahu kan, Ayah sama Tante Lita sudah dekat lama. Ayah tahu Tante Lita bukan wanita yang seperti itu," jelas Bagas dengan lemah.

"Kalau perkataan Arin benar bagaimana?! Bagaimana bila Tante Lita hanya main-main saja dengan Ayah?"

"Itu tidak benar, Arin," ucap Bagas dengan tatapan yang penuh dengan keyakinan

Namun di sisi lain, Arin kesal dengan ayahnya yang lebih memihak Tante Lita. "Buktinya Tante Lita pernah diceraikan sama mantan suaminya, padahal baru menikah beberapa minggu. Berarti bisa saja Tante Lita nggak serius sama Ayah!" Nada suara Arin semakin meninggi pada Bagas.

"Arin jangan men-judge orang sembarangan tanpa tahu kebenarannya!" tegur Bagas pada Arin dengan nada suara yang ikut meninggi.

Kini Arin semakin kesal karena merasa Ayahnya lebih membela Tante Lita dibandingkan dirinya. "Ayah kenapa jadi ngebela Tante Lita, sih?!"

"Arin, dengar penejelasan ayah dulu. Tante Lita diceraikan karena-"

"Cukup Ayah!" potong Arin tiba-tiba. "Arin nggak mau dengar alasan apa pun!" Dengan segera, Arin mengambil tasnya yang tadi ia taruh di meja dekat pintu.

Ketika hendak berjalan keluar rumah, Bagas berkata, "Tante Lita nggak bisa punya anak, Rin." Seketika Arin menghentikan langkahnya. Kemudian ia membalik badannya untuk memastikan apakah perkataan ayahnya serius atau tidak.

Lalu Bagas melanjutkan kalimatnya. "Setelah suaminya mengetahui hal itu, ia tidak bisa menerimanya dan akhirnya menceraikan Tante Lita."

Melihat Bagas yang kini benar-benar serius membuat Arin menyesal telah mengatakan hal yang tidak-tidak pada Tante Lita. "A-ayah, Arin nggak tahu hal itu," ucap Arin yang sedikit terbata-bata. Lalu ia berjalan menghampiri Bagas.

"Maaf karena Ayah sembunyiin ini dari kamu," ucap Bagas yang kini memeluk Arin.

Arin memeluk balik Bagas dengan erat, "Maafin Arin juga."

Kini Bagas melepaskan pelukannya dan memegang pipi Arin dengan kedua tangannya. "Arin, semua pilihan ada di tanganmu. Ayah tidak akan memaksa kamu untuk menyetujui hubungan ayah dengan Tante Lita. Bila kamu memang tidak ingin, Ayah tidak apa.

"Karena Ayah sudah kehilangan Bundamu, Ayah juga tak ingin kehilangan kamu hanya karena Ayah bersifat egois," jelas Bagas dengan mata yang kini berkaca-kaca.

"Ayah," ucap Arin lemah. "Arin nggak bisa kasih jawaban sementara ini." Bila boleh jujur, Arin memang nyaman dengan Tante Lita, tapi hati Arin merasa belum siap untuk memiliki keluarga baru saat ini. "Arin perlu waktu," ucapnya sekali lagi.

"Semua ada di tanganmu," ujar Bagas sambil tersenyum pada Arin.

Kemudian Arin merintikkan air matanya. Ia merasa belum siap dengan semua ini. Dan akhirnya ia berbalik dan memutuskan untuk pergi dari rumahnya.

"Arina, kamu mau kemana?" tanya Bagas.

"Arin butuh waktu sendiri," ucap Arin yang menoleh sambil menyeka air matanya.

🎹

Kini Arin berada di dalam mobil dengan Pak Pram yang menyetir. Ia melihat pemandangan sekelilingnya melalui jendela mobil. Semua masalah sepertinya datang dan menjadi satu dalam waktu yang bersamaan.

Kemudian Arin melewati depan sekolahnya. Banyak sekali teman-temannya yang sudah keluar dari gerbang. Ia menjadi teringat bahwa hari ini ia telah membolos. Lalu ia mengalihkan pandangannya sebelum nantinya ia menangis saat melihat Rizky atau pun Tasya yang keluar dari sekolah.

Sudah sepeluh menit berlalu dan Pak Pram bingung harus kemana lagi. Lalu Pak Pram berdeham, "Non, ini mau kemana? Kita sudah lama mengelilingi kota."

"Kemana aja," pinta Arin dengan asal.

"Ya tapi kemana, Non?" tanya Pak Pram lagi.

Kemudian mobil Arin melewati Sugar Cafe. "Pak, di Sugar Cafe aja, deh," titah Arin.

"Baik," ucap Pak Pram yang kemudian memarkikan mobilnya di halaman Sugar Cafe.

Kini Arin masuk ke kafe dan melihat Veron yang sedang berada di panggung mininya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kini Arin masuk ke kafe dan melihat Veron yang sedang berada di panggung mininya. Awalnya Arin ragu untuk melanjutkan langkahnya lagi, namun Arin tidak punya pilihan tempat lagi selain di sini untuk menenangkan diri. Ya, semoga Veron tidak akan mengganggunya lagi.

Lalu Arin memilih tempat duduk yang jauh dari panggung namun dekat dengan jendela kafe.

🎹 🎹 🎹

HEYOO! Gimana nih? Masih lanjut lah ya. Jangan lupa tinggalin v o t e kalian

Luff yaa,
Shabrina Huzna😘

Instagram: shabrinafhuzna

Arina EllaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang