41. Miss Becomes Missing

961 37 1
                                    

Hai-hai, maaf belakangan ini agak slow update.

Soalnya Shab lagi siap-siap ujian, nih. Jadi deh waktunya kebagi buat belajar.

Anyway, enjoyyy! Much smoches from Shab😚😚❤❤

🎹 🎹 🎹

Sudah beberapa hari berlalu, namun Arin dan Rizky masih saling menjauh. Saat di sekolah jam istirahat, Tasya selalu menghampiri Arin dan terus bertanya tentang apa yang terjadi di danau hingga mereka kini bertengkar.

Arin memilih untuk diam karena tidak mungkin dirinya memberitahu Tasya bahwa foto dirinya bersama Dika adalah alasan mereka bertengkar.

Hari Minggu ini Arin memilih bersantai di rumah. Padahal Tasya dan Dika memberi pesan di grup DART untuk berkumpul di Sugar Cafe. Arin yakin, pasti Tasya dan Dika sedang berencana untuk membuat dirinya akur lagi dengan Rizky.

Beretemu Rizky membuat Arin takut. Momen disaat Rizky marah dan penuh kekecewaan selalu terbayang dalam benaknya. Maka, Arin pun memutuskan untuk tidak pergi dan membiarkan mereka kumpul hanya bertiga.

Kini ia sedang berada di atas kasurnya, mencoba menonton film favoritnya. Saat karakter dalam film sedang memainkan biola, tiba-tiba Arin merasa rindu dengan musiknya. Entah mengapa intuisinya mengatakan dirinya untuk bermusik kembali. Apa aku kini siap untuk kembali? batin Arin dalam hati.

Setelah Arin meyakinkan dirinya untuk kembali bermain, ia pun bangkit dari kasur lalu pergi ke ruang musik. Saat dirinya telah berada di depan piano, jari-jarinya mulai menyentuh piano. Nada 'do' terdengar dari piano. Ia pun mencoba bermain lagu yang mudah dan masih ia ingat.

Baru beberapa detik, tiba-tiba jarinya kembali gemetar. Arin tetap bermain dengan paksa meski dengan air mata yang sudah memasahi bawah matanya karena ketakutan.

Tak lama kemudian, dari belakang terdengar bunyi nyaring dari benda berbahan kaca yang jatuh. Seketika tangan dan badan Arin melemas dan semua pun tiba-tiba saja menjadi gelap total.

🎹

"Arin?"

Ia mendengar seseorang memanggilnya yang samar-samar. Lalu ia mencium aroma minyak kayu putih yang begitu menyengat hidungnya.

"Arina Ella?" panggil orang itu lagi.

Dengan perlahan ia mencoba membuka matanya, meski terasa berat. Ketika mata terbuka, ia mendapati dirinya yang sudah terbaring di atas sofa ruang tengah dan juga ayah yang berada di sampingnya. "Arin kenapa di sini?" tanyanya dengan suara lemas.

Saat ayah hendak membuka mulut, datang Tasya sambil membawa baskom kecil berisi air es. "Arin, kamu udah bangun?" Arin menatap Tasya kebingungan. "Syukurlah," ucap Tasya yang  menaruh baskom di atas meja lalu menghampiri Arin.

"Lho, kok lo di sini? Lo nggak jadi kumpul di Sugar Cafe?" tanya Arin bingung.

"Om kasih kalian privasi, ya," ucap ayah yang kemudian pergi meninggalkan mereka di ruang tengah.

"Gue khawatir sama lo. Di sekolah, lo selalu menjauh dari gue, Dika, sama Rizky. Lo kenapa?" tanya Tasya dengan raut wajah penuh kekhawatiran.

Kini Arin mencoba untuk bangkit dari sofa. Saat bangun, Arin meringis karena merasa kepalanya begitu nyeri. "Eh, sini gue kompres air es," ucap Tasya. Setelah kain sudah diperas dengan air es dalam baskom, Tasya menempelkannya pada kening Arin. "Ya ampun kening lo jadi biru gini."

Kini Arin mencoba mengingat apa yang terakhir ia ingat. Terakhir ia sedang berada di ruang musik bermain piano. Lebih tepatnya memaksakan dirinya untuk bermain piano. Kemudian entah kenapa semuanya tiba-tiba menjadi gelap total.

Arina EllaKde žijí příběhy. Začni objevovat