:: EMPAT PULUH DELAPAN

5.4K 420 57
                                    

Terlihat tiga orang cowok berjalan beriringan menuju tempat parkir. Ketiganya menghampiri motor mereka masing-masing yang selalu diparkir bersebelahan.

Sorry, ya, Rel, kita nggak bisa ikut jenguk Audy.” Sesal Bagas.

Farel menaiki motor merahnya, “Santai aja.”

“Semoga, Audy cepat siuman,” sahut Andre di sebelah Farel.

Farel hanya merespon dengan anggukan kepala lantas memakai helm full-face yang hampir menutupi seluruh wajahnya.

“Gue duluan,” ujarnya seraya melakukan salam brother ala mereka, bergantian.

“Hati-hati, Rel.”

Farel menghidupkan mesin motor,  membuat suara menderu terdengar di tempat parkir lantas melesat meninggalkan halaman sekolah dan kedua sahabatnya.

Mata Farel menatap tajam jalanan di depannya, beruntung jalanan tidak terlalu padat sehingga Farel tidak harus menggerutu sepanjang jalan.

Ia kini berhenti di depan sebuah toko, memarkirkan motornya lantas memasuki toko yang cukup besar di depannya.

Pintu kaca itu terbuka otomatis ketika Farel hendak masuk, suhu ruangan yang terasa sejuk seketika menggantikan hawa panas di luar.

Mata Farel menjelajah seisi toko. Ia berjalan ke dalam, menyusuri berbagai macam rak dan menelusuri semua bagian dalam toko tersebut.

Mata tajamnya menyipit, Farel melangkahkan kakinya mendekati bagian dimana terdapat berbagai macam bunga.

Ada bunga tulip, bunga lili, bunga gerbera, hydrangea dengan warna pink yang cantik, juga berbagai macam mawar yang warnanya beragam.

Mata Farel langsung tertuju pada kumpulan bunga mawar karena kebanyakan kaum hawa suka dengan bunga mawar jadi, mawarlah yang sekarang dipilih Farel.

Tangan Farel meraih setangkai mawar hitam di depannya karena menurut Farel warnanya bagus, tangannya memutar-mutar bunga yang dipegangnya.

Dahi cowok itu mengernyit, seakan memikirkan sesuatu.

“Gue, kan mau jengkuk orang sakit, bukan mau ngelayat,” Farel mengembalikan bunga yang ia pegang ke tempat semula, “ngapain bawa bunga segala.”

Cowok yang masih menggenakan seragam sekolahnya itu membalik badan, Farel kembali melayangkan pandang, memikirkan apa yang harus ia bawa.

Seketika mata birunya berbinar, cowok itu tersenyum kecil ketika menemukan sesuatu yang cocok untuk ia berikan kepada Audy.

Untung saja antrean saat itu tidak panjang sehingga Farel tidak harus mengantre terlalu lama.

Farel tipe cowok yang tidak sabaran, apalagi jika harus mengantre panjang, bisa-bisa dirinya akan terus mengucapkan sumpah serapah jika antreannya sepanjang rel kereta api.

Setelah membayar barang yang ia beli Farel keluar, menghampiri motor merahnya.

Farel berdecak keras seraya memutar bola matanya malas, sekarang dirinya bingung bagaimana harus membawa benda di dekapannya.

“Nah, kan. Sekarang gimana gue bawa ini boneka coba.” Gumam Farel pada dirinya sendiri.

Farel menaiki motornya, meletakkan boneka beruang cokelat tua yang terlihat memakai baju dengan motif garis-garis berwarna cokelat tua dan cokelat pastel di depannya.

Boneka berukuran besar dengan  harga yang tidak bisa dibilang murah.

Setelah membenarkan posisi boneka tersebut supaya tidak terjatuh, Farel memakai helm full-face lantas memacu motornya menuju rumah sakit.

[TBS 1] : Everything [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang