:: ENAM BELAS

8.1K 643 36
                                    


Seorang cowok pemilik manik mata biru duduk pada kursi di balkon kamarnya.

Dia tidak memedulikan hembusan angin malam yang menembus di balik kaus abu-abu yang digunakannya.

Kepalanya menunduk menatap satu persatu jajaran foto di dalam album berwarna biru yang ada di tangannya.

Sesaat cowok itu tersenyum tipis sebelum tatapannya berubah sendu, memandang benda persegi di tangannya.

Ia masih ingat betul kapan foto itu diambil, dulu mereka begitu dekat. Sangat dekat, tetapi sekarang apa? Semua berbeda.

Kenapa memilih menjauh? Kalau ternyata masih bisa dekat.

Kenapa harus bersikap dingin? Kalau ternyata masih bisa bersikap hangat.

Raffa menghela napas pelan, meletakkan album foto itu di atas meja lantas berjalan maju beberapa langkah.

Tangannya digunakan untuk bertumpu pada pembatas balkon kamarnya. Raffa tahu orang yang ditungguinya belum juga pulang.

Entah kenapa Raffa selalu khawatir jika orang itu belum juga sampai rumah hingga selarut ini.

Tidak.

Raffa tidak khawatir jika saudaranya itu akan dimarahi Darren saat pulang nanti, pasalnya Darren pergi beberapa hari ke luar kota.

Itu artinya, Farel tidak akan dimarahi ataupun dipukul ayahnya saat pulang larut malam.

Yang dikhawatirkannya hanyalah keadaan saudaranya itu.

Raffa tahu Farel sudah besar dan bisa menjaga diri, tetapi dirinya selalu mengkhawatirkan cowok dingin itu.

Raffa beranjak dari tempatnya.

Ia menutup pintu dan meninggalkan kamarnya.

Cowok itu menghentikan langkahnya di depan pintu bercat hitam yang tampak mengkilap seperti baru saja dicat ulang, sedikit terbuka.

Raffa mengintip dari celah pintu, matanya menatap seorang wanita cantik yang masih terlihat anggun diumurnya.

Wanita yang sekarang sedang duduk di tepian ranjang.

Dengan kepala menunduk entah apa yang membuatnya menunduk dalam seperti itu.

Raffa. Ia ragu antara ingin menghampiri wanita itu atau mungkin kembali masuk ke dalam kamar dan memilih membaca buku barunya.

Cowok itu menghela napas dan melangkah pelan masuk ke dalam.

"Bunda?" lirih Raffa.

Wanita itu mengangkat kepalanya dan menghapus cepat jejak air mata di wajahnya. Entah kenapa ia menangis, setelah menghapus air matanya, wanita itu menatap seseorang di ambang pintu.

Wanita itu tersenyum lembut. Senyum yang membuat Raffa merasa tenang saat melihatnya.

Sama seperti saat melihat senyum Farel.

Cowok itu berjalan mendekati dan ikut duduk di samping Renata.

"Bunda, kenapa? Kok, nangis?" Raffa menatap wanita di sampingnya.

Renata kembali tersenyum sambil mengelus pucuk rambut putranya.

"Enggak, Bunda nggak nangis kok."

"Bohong."

Wanita paruh baya itu hanya tersenyum.

Raffa menaikkan sebelah alisnya, melirikkan matanya pada benda yang ada di tangan Renata.

"Itu apa, Bunda?" tunjuk Raffa.

Renata ikut menatap benda yang ada di tangannya.

"Oh, ini foto kamu sama adik, kamu waktu kecil."

[TBS 1] : Everything [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang