:: SEBELAS

8.6K 806 99
                                    

Lagi-lagi emosi cowok itu tersulut, tangannya tergepal kuat dan kini rahangnya menggeras.

Farel memejamkan matanya rapat, sepersekian detik berikutnya ia membukanya kembali.

“Semua orang nggak bisa untuk menjadi selalu sama dengan yang dulu. Kita pasti bakal berubah entah itu kapan dan karena sebab apa.”

Farel menolehkan kepalanya menatap Raffa, “This my life, I deserve to be what I want.

“Jadi, stop buat mengubah gue jadi, kayak dulu lagi dan berhenti buat sok peduli sama gue.” Suara Farel terdengar datar seperti ucapan cowok itu sebelumnya.

“Gue kakak, lo, Rel. Kita ini saudara, nggak baik kalo kita terus-terusan bersikap kayak orang asing,” ujar Raffa.

“Lo yang udah ubah hidup gue, Raf!” kalimat itu terdengar dingin dan begitu menusuk.

Raffa kembali menghela napas untuk yang kesekian kalinya, “Gue minta maaf.”

Farel hanya diam tidak merespon sedikit pun ucapan saudaranya itu. Dirinya sudah terlalu muak dengan semuanya. Sampai seseorang dengan suara bariton mendekati mereka.

“HEI, KALIAN KENAPA TIDAK HORMAT KE BENDERA?!”

Farel memutar bola matanya lelah, “Pegel, Pak. Emangnya, Bapak nanti mau pijitin saya?”

Guru berkumis tebal juga perut buncit itu memelototkan bola matanya, “Kamu ini, ya! mau saya panggilin orang tua kamu?!”

“Jangan panggil orang tua saya, Pak. Panggil aja, tuh orang tuanya Raffa.” Farel melirikkan matanya pada Raffa, sedangkan yang dilirik mengernyit heran, ada saja yang dipikirkan saudaranya itu.

Pak Omar mengusap wajahnya lelah, “Farel! Kalian ini kembar, orang tua Raffa orang tua kamu juga.”

“Dih, Bapak, kok, tau gitu? Jangan-jangan,” Farel memincingkan matanya, “Bapak stalker-in saya, ya?”

Pak Omar menghela napas, lelah jika sudah berurusan dengan satu anak itu.

“Allahu akbar, Farel. Mikirin murid bandel kayak kamu saja sudah buat Bapak pusing, gimana Bapak mau stalker-in kamu!”

“Bapak, sih, kebanyakan mikirin saya,” cibir Farel.

“Udah sana kalian masuk ke kelas.” Pak Omar menggerakkan tangannya sebagai gestur menyuruh mereka pergi dari lapangan.

“Lah, kan hukumannya sampe jam istirahat, Pak. Kok, sekarang udah di suruh masuk aja? Si Bapak nggak konsisten, nih.” Protes Raffa.

“Hukumannya udah selesai, Bapak pusing mikirin kalian. Mendingan kalian masuk ke kelas daripada bikin Bapak tambah pusing.”

Farel berdecih, “Padahal, kan masih mau skip pelajaran.”

“FARELL!!”

“Apa, sih, Pak?” dahi Farel berkerut dalam.

Pak Omar meletakkan kedua tangannya di pinggang, “Awas, ya,  kalian kalau tidak masuk ke kelas.”

“Iya-iya, Pak nggak percayaan banget sama kita.” Sahut Raffa.

Pak Omar menggelengkan kepalanya lantas melangkah, meninggalkan kedua muridnya. Raffa dan Farel terkekeh karena berhasil mengerjai guru berkumis hitam itu.

Beberapa detik kemudian Farel melangkahkan kakinya, menjauhi lapangan tanpa mengatakan sepatah kata pun pada kembarannya.

Cowok itu berjalan menyusuri koridor bukan menuju kelasnya seperti apa yang diperintahkan Pak Omar, melainkan dirinya terus melangkah menuju kantin.

[TBS 1] : Everything [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang