:: TIGA PULUH TUJUH

7.3K 497 62
                                    


“Ayah mau kamu pulang,” ucap Darren lembut, “kamu yang minta Ayah bilang kayak gitu ‘kan?”

“Ayah, mohon, Farel.” Lanjutnya.

“Apa Farel bakal dianggap jadi, anggota di keluarga itu lagi? Atau Farel masih dianggap sebagai pembunuh?” Farel sengaja menekankan kata ‘pembunuh’ dalam kalimatnya.

Darren mengusap wajah lelahnya dan menghela napas berat, “Kamu ini anak Ayah, bukan pembunuh. Jadi,  Ayah mau kamu pulang.”

“Bukannya, Ayah yang selalu bilang Farel pembunuh?” Farel berucap gusar.

“Farel, Ayah minta sama kamu, lupain apa yang udah terjadi.”

“Ayah nggak pernah ngerti,” Farel menampakan seringainya, “Farel selalu bersikap kuat waktu Ayah bilang Farel penyebab Kak Arga meninggal.”

“Ayah, minta maaf, Farel.” Darren berucap tulus.

Farel berbalik. Darren sedikit tersentak, tidak menyangka Farel memeluk dirinya begitu erat.

Perasaa Farel campur aduk sekarang.

Rasanya ini semua seperti mimpi dan jika ini benar-benar mimpi, Farel tidak pernah ingin bangun.

Bahkan jika ini hari terakhir di dalam hidupnya ia tidak peduli, setidaknya ia kembali menjadi Farel yang dulu lagi.

Farel memejamkan matanya merasakan kembali kehangatan dalam pelukan orang yang menjadi pahlawannya sampai kapan pun.

Air mata cowok itu tak berhenti keluar, masa bodoh jika baju Darren basah.

Darren membalas pelukan putranya, ia mencium pucuk kepala Farel. Rasanya sudah begitu lama Darren tidak sedekat ini dengan Farel, rasanya sudah begitu lama Darren tidak mendekap putranya yang dulu sangat dekat dengannya.

Farel benar-benar menjauh darinya.

Seorang wanita dan cowok yang berdiri beberapa meter dari ayah dan anak itu ikut menitikkan air mata bahagia.

Raffa, entah apa yang dirasakan cowok itu sekarang.

Ia lega akhirnya hubungan antara ayah dan saudaranya itu membaik dan dirinya berharap ini semua akan berlangsung selamanya bukan hanya sekedar beberapa hari atau beberapa minggu saja.

Raffa mengusap air matanya dan tersenyum, Ia merengkuhkan badannya pada wanita yang ada di sampingnya. Renata mengelus lembut pucuk kepala Raffa.

Keduanya memberi waktu untuk Darren dan Farel melepas rindu yang selama ini mereka tahan masing-masing.

Membiarkan kebencian di keduanya memudar dalam pelukan mereka.

***

Tangan Farel memutar knop pintu perlahan lalu mendorongnya ke dalam. Manik mata birunya menjelajah setiap penjuru ruangan yang didominasi dengan warna hitam-putih di depannya.

Senyum tipis terukir di sudut bibir cowok itu. Sudah seminggu lebih dirinya tidak tidur di kamarnya itu dan rasanya ia sangat rindu tempat ini.

Farel melangkah ke dalam, merasakan udara sejuk yang berasal dari pendingin ruangan, menghirup aroma khas dari dalam kamarnya.

Ia menjatuhkan badannya ke atas kasur empuk kesayangannya dengan posisi terlentang.

Pandangan cowok itu menatap lurus langit-langit kamar. Ingatannya kembali memutar kejadian empat puluh lima menit yang lalu, saat ayahnya berbicara dan bersikap lembut padanya.

Ada perasaan senang dan ragu yang bercampur menjadi satu pada dirinya.

Farel senang, akhirnya ia kembali merasakan kasih sayang dari seorang ayah.

[TBS 1] : Everything [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang