:: DUA PULUH SATU

7.3K 567 37
                                    

             Hai, Kei update, nih. Buat kalian yang masih setia sama cerita ini 😁

     ------------Happy Reading------------

Raffa memposisikan badan membuatnya menjadi sedikit duduk dengan punggung yang ia sandarkan pada ranjang.

Meskipun, itu membuat kepalanya terasa bertambah pusing saat dirinya bergerak.

Matanya kembali menatap Farel yang jarinya naik-turun sedang meng-scrool galeri di handphone-nya, entah apa tujuan cowok itu melakukannya.

Raffa menghela napas pelan.

“Rel?” lirih Raffa.

Farel bergeming, cowok itu masih menundukkan kepalanya.

“Hmm?” gumam Farel setelahnya.

“Makasih,” ucap Raffa dengan senyum di wajahnya.

Farel bingung, kenapa tiba-tiba saudaranya itu mengucapkan terimakasih padanya?

Padahal sebelumnya tidak pernah atau mungkin hanya Farel saja yang tak mendengar Raffa mengucapkannya.

Farel mengernyitkan dahinya.

Sesaat kemudian cowok itu mendongak menatap Raffa yang tersenyum padanya.

“Buat?” Farel menaikkan sebelah alisnya.

Everything.” Raffa melebarkan lengkungan di bibirnya.

Farel semakin tidak tahu dengan arah pembicaraan Raffa, ia hanya menautkan kedua alisnya, membuat kerutan di dahinya kembali terlihat.

“Apaan, sih? Nggak ngerti, gue,” ucap Farel.

Dirinya kembali memfokuskan matanya pada benda pipih yang ia pegang. Berusaha tidak memikirkan ucapan saudaranya itu.

Raffa terkekeh pelan melihat Farel, “Lo, nggak harus ngerti. Karena gue yaki,n lo udah ngerti lebih dulu dari gue.”

“Nggak usah sok misterius,” kata Farel datar.

Raffa tahu Farel memang tidak suka diajak bicara serius.

Terbukti setiap kali Raffa mengajak cowok itu bicara serius, Farel selalu pura-pura tidak tahu apa yang sedang dibicarakan dan mengalihkan pembicaraan mereka.

Namun, terkadang Farel bisa menjadi sangat serius.

Tidak ada yang bisa menebak apa yang akan dilakukan cowok itu setiap detiknya.

***

Kedua cowok bermata biru itu kini berdiri di depan sebuah pintu rumah yang cukup besar.

Malam sudah larut dan sekarang keduanya sibuk dengan pikiran mereka yang campur aduk.

Wajah Raffa terlihat jelas jika cowok itu sedang panik dan khawatir sekarang.

Bukan. Bukan khawatir jika dia dimarahi, tetapi khawatir jika Darren salah paham dengan cowok di sampingnya.

Sedangkan Farel hanya memasang wajah datar berusaha bersikap tenang, padahal cowok itu sebenarnya sedang takut sekarang.

Raffa menghela napas pelan lalu mengetuk pintu yang dicat dengan warna cokelat berkilau di depannya.

Beberapa detik setelahnya seorang pria paruh baya dengan tatapan tajam sudah berdiri di depan mereka.

“Dari mana kalian? Jam berapa ini?” suara bariton memecah keheningan malam itu.

Raffa sedikit menundukkan kepalanya, sedangkan Farel hanya memutar bola matanya malas.

[TBS 1] : Everything [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang