9. Back to School Again!

Mulai dari awal
                                    

-secret admirer-
______________________________________

Arin melirik ke kanan, ke kiri, mungkin penulis ini ada di sekitarnya. Namun yang terlihat hanya senior-senior dan guru yang berlalu-lalang di koridor sekolah.

Lalu dari belakang, tiba-tiba seseorang menyapa Arin, "Hai, Arina Ella!" Dengan segera Arin menyelipkan kertas itu pada tumpukan buku dalam lokernya.

Arin berbalik dan ada Dika di situ, "Hai Andika Fernando!" Arin memasang wajah kebingungan, apa Dika yang mengirim suratnya?

"Kamu apa kabar? Are you already okay?"

"A little bit better than before," jawab Arin sambil tersenyum.

"Syukurlah."

"Dik, lo bisa bantu gue nggak ngerjain tugas-tugas gue yang ketinggalan selama seminggu? tanya Arin karena Dika lah orang yang bisa membantunya. Tidak mungkin ia meminta bantuan pada Rizky ataupun Tasya karena berbeda jurusan.

"Boleh, gue bakal bantu lo," kemudian Dika memasang senyum miringnya, "asal dapet makan gratis." Dika kini terkekeh.

"Ya, ya, ya," Arin memutar bola matanya.

"Enaknya kapan, nih?"

"Nanti malam, di rumah gue? Nanti malam Bibi di rumah bakal masak enak soalnya," usul Arin.

"Umm," Dika terdiam. Lagi-lagi ia enggan untuk ke rumah Arin. "Apa nggak di kelas aja, atau perpustakaan gitu?" usul Dika.

Arin mengernyitkan dahinya. "Kenapa, sih dengan rumah gue? Emang ada hantunya?" tanya Arin penasaran, karena ini kedua kalinya Arin memaksa Dika untuk main ke rumahnya namun Dika menolaknya.

"Nggak, Rin. Sejujurnya gue belum terbiasa."

Arin bingung, "Terbiasa sama apa?"

"Gue belum terbiasa menganggap lo sebagai teman saat kita berdua."

Deg! Itulah yang Arin rasakan. Perasaan bersalah pada Dika kembali muncul. Tentu saja akan sulit bagi Dika menganggapnya hanya sebagai teman, sedangkan Dika masih sayang dengan Arin. Dika masih tidak ingin menganggap Arin sebagai mantan.

Jika dipikir-pikir, posisi Arin dengan Dika sama. Bedanya, Arin merasakan posisi seperti itu saat ia bersama dengan Rizky. Belakangan ini Arin masih sulit mengontrol perasaannya saat berada di dekat Rizky. Sulit juga baginya menganggap Rizky hanya sebagai sahabat.

Lalu pikiran Arin kembali pada Dika. Ia pun kembali membujuk Dika, "Tenang aja, pasti Ayah gue sudah pulang malam ini. Jadi nanti kita nggak akan berdua banget, kok, di rumah."

"Ya sudah," jawab Dika mau tidak mau, "di rumah lo saja."

"Dika," ucap Arin dengan ragu, namun ia melanjutkan, "gue harus gimana biar lo terbiasa kembali seperti dulu berteman?"

Dika terdiam. Tak lama ia menjawab. "Nggak ada yang perlu lo lakuin, Rin," ucap Dika, "mungkin gue yang harus move on."

Bel sekolah berbunyi menghentikan ketegangan Arin dan Dika. Mereka pun berdua masuk ke kelas.

🎹

Ternyata sekolah tidak seburuk apa yang ia pikirkan. Banyak teman-temannya dan juga guru di sekolah yang men-suport Arin untuk menghadapi keadaannya sekarang. Ia pun sekarang mulai belajar untuk mengikhlaskan apa yang terjadi.

Tentang tugas, ternyata tugas tidak sebanyak yang ia bayangkan, namun tetap saja beberapa tugas sangat sulit. Ia tetap akan meminta bantuan Dika.

Saat jam menunjukkan pukul tiga sore, Pak Pram belum juga datang menjemputnya. Ia pun memutuskan menunggu di hall basket sekolah.

Arina EllaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang