Perasaan Semua Orang itu Penting

89 6 0
                                    

Kami berada di salah satu pojok tempat makan yang hanya ada saat malam hari. Banyak pedagang menjajakan makanan mulai dari makanan berat hingga gorengan. Kami semua sedang kelaparan, makanan berat pun jadi pilihan yang tepat. Angga memesan es campur dan juga bakso, Ayu mie rebus dengan es lemon, sedangkan aku nasi goreng super pedas dan juga jus melon. Sebelum pesanan kami datang, aku menceritakan kronologi dan alasanku marah pada Raya. Namun sampai pesanan kami datang, Angga tidak juga mengatakan apa yang ingin kudengar. Dia memang selalu seperti itu. Bungkam saat dimintai keterangan.

"Emang begitu orangnya, heran gue juga, nggak ilang-ilang kalau ngambek lama mulu. Cuma Vidi doang yang sabar ngadepin ini bocah...." Angga menatap Ayu dan aku bergantian, lalu mengangguk-angguk setuju dengan ucapan Ayu.

Aku mendengarkan Ayu dan Angga terus mengejek sifatku. "Tapi Vidi nggak peka tuh sama gue, dia aja sampe sekarang nggak tahu kalau gue suka sama dia," potongku sebelum Ayu melanjutkan ucapannya. Aku ingin membela diriku dalam situasi ini.

Angga tidak mengatakan apa-apa, justru mengaduk-aduk es campurnya, entah apa yang dicarinya. Mungkin dia sedang mencari potongan buah alpukat atau nangka atau cincau di dalam mangkok es itu. Dia meminum es campurnya, kemudian menatapku ragu. "Vidi udah tahu kalau lu suka sama dia," katanya seolah apa yang dia ucapkan itu tidaklah penting.

Aku mulai panik. "Tahu darimana? Lu ngasih tahu dia?" tanyaku. Angga tak menjawab. "Kenapa lu ngasih tahu dia?" Aku mendesaknya lagi.

Angga menatapku sebentar. "Bukannya udah lama, jadi untuk apa dipendam lagi, Nay,"

Mendengar dia berkata seperti itu, sumbu emosiku tersulut. "Lu udah ngancurin segalanya, ngasih tahu dia soal perasaan gue. Kenapa juga lu harus ikut campur soal perasaan gue? Lu emang teman gue, tapi bukan berarti lu bisa ngebongkar rahasia gue gitu dong. Buat apa gue cerita sama lu kalau ujung-ujungnya lu ngebongkarnya. Pengin banget semua orang tahu kalau gue suka sama dia?" Walaupun kesal, suaraku tidaklah kencang. Menarik perhatian semua orang hingga menjadi viral bukanlah keinginanku.

"Gue kan nggak ngasih tahu semua orang, Nay, toh dia juga sadar tahu. Kalau gue mau semua orang tahu pasti gue udah ngomongnya di medsos."

Aku benci sekali dengan Angga yang enggan meminta maaf karena kesalahannya. Dia tidak sadar bahwa dia sudah tidak menghargai perasaanku. Mungkin baginya, rahasia yang selama ini kusimpan hanyalah senda gurau semata, tapi bagiku itu segalanya. Aku tidak suka dia menjadikan perasaanku sebagai lelucon karena bagiku, itu sama sekali tidak lucu.

"Tapi tetep aja, lu seharusnya minta izin dulu kalau mau ngasih tahu dia!"

Angga tersenyum simpul. Dia kira amarahku ini lucu. "Gue tahu semua perasaan orang itu penting," kata Angga sok bijak. Aku tetap benci walaupun penjelasannya nanti masuk akal. "Vidi emang udah tahu kalau lu suka sama dia. Tanpa gue kasih tahu, dia juga pasti udah tahu kok. Gue nggak mau ngomong apa-apa, biar lu sama dia aja yang ngomong berdua. Soal Raya juga, gue rasa itu nggak perlu gue omongin. Toh itu udah lama banget. Emangnya lu mau ngebahas hubungan kita dulu? Kan nggak perlu. Lu udah dengan perasaan lu yang sekarang dan gue juga udah punya perasaan yang baru, udah bukan perasaan yang dulu lagi. Jadi nggak perlu ngebahas hubungan masa lalu."

"Hahahaha, Ngga, muka lu udah gue abadikan pake boomerang. Ekspresinya oke banget," goda Ayu berusaha mencairkan suasana.

"Kemana aja lu, Yu, muka gue kan instagramable banget hahahaha."

Angga benar, semua perasaan orang itu penting, tapi dia tidak tahu dan mengerti perasaan orang lain yang dianggap penting itu seperti apa. Termasuk perasaanku. Terima kasih pada Angga yang selalu berhasil membuat perasaanku campur aduk selama beberapa minggu terakhir. Dia memang tidak bisa diduga. Ucapannya penuh dengan jawaban dari semua pertanyaanku selama ini.

"Eh ngomong-ngomong, itu si Vidi tahunya juga udah dari SMA bukannya?" tanya Ayu.

Aku melotot sementara Angga mengangguk. "heeh, kita aja sadar, emang dasarnya si Naya aja yang nggak pernah peka," balas Angga menyindirku. "Nggak usah terlalu dibikin ribetlah, Nay, apalagi sampe nanti lu ngambek sama gue. Anggap aja dengan lu tahu kalau Vidi sadar lu suka sama dia, lu nggak perlu menduga-duga lagi. Ambil sisi positif ajalah."

Kukepalkan kedua tanganku saking gregetan dengan sikap Angga. "Gila ya, lu nggak ngerasa bersalah sama sekali?" Aku ingin mengutuk dan berkata kasar padanya, tapi itu hanya akan membuatku terlihat buruk di depan umum

"Kenapa gue harus ngerasa bersalah?"

Aku menarik napas, lalu menghembuskannya. Angga itu memang benar-benar muka tembok. Aku kesal sekali, tapi tidak bisa membencinya. "Sebel banget gue sama lu, sumpah!"

"Eh ngomong-ngomong lu sama si Bule itu beneran temenan atau jadian sih? Kok beberapa hari belakangan ini sering banget upload story sama dia?"

Ayu mengangkat kedua alisnya. "Lah kan Naya kan sama Rufan...."

"Ayu!" buru-buru kupotong sebelum Ayu meneruskan ucapannya. "Cuma lu doang yang tahu, yang lain nggak boleh tahu!

Retrouvailles (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang