Hari Rabu Pertama: Siapa Namamu?

151 6 0
                                    

Hari Rabu, hari keduaku menghabiskan waktu pagi di subak, menunggu kelas yang lagi-lagi dimulai pukul sepuluh. Aku punya waktu satu jam sepuluh menit untuk meneliti akun media sosialmu. Semoga saja hari ini kamu tidak memposting sesuatu yang membuatku terpuruk. Seringkali saat kamu membalas mention dari teman kuliahmu yang wanita, aku cemburu dibuatnya, lalu mood-ku hancur berantakan. Padahal seharusnya aku tidak begitu.

Aku menghela napas, sedikit lega karena tidak ada apa-apa di twitter, path, instagram dan media sosial lain yang kamu punya. Aku menutup semua aplikasi media sosial di ponsel android-ku. Hari ini aku tidak berniat membuka whatsapp karena takut mengetahui kamu baru saja chatting dengan orang lain. Aku tidak suka ingin tahu, takut malah sakit sendiri.

Bisa tidak ya, Vid, kamu juga merasakan sedikit rasa sakit saat hatiku terluka atau cemburu. Mungkin saja kamu akan terlalu sering merasakan sakit karena banyak lawan jenis yang juga menyukaimu. Kamu begitu populer dan kamu tahu itu.

Kamu sadar kamu ganteng dan layak untuk mendapatkan yang terbaik. Maka dari itu aku tidak pernah kamu lihat atau kamu beri kesempatan sedikitpun. Kamu hanya membiarkanku menjadi teman di hidupmu dan tidak mungkin lebih dari itu.

Liburan kemarin aku sedikit merasa puas karena banyak perempuan yang menatapku iri. Kita berjalan berdampingan. Kamu pun tak segan menggandeng tanganku saat itu meski hanya sebentar. Tapi sekarang, aku harus kembali pada kenyataan, kamu menjauh dariku. Apa kamu terlalu sibuk dengan kegiatan kampusmu?

***

Waktu berlalu teramat cepat terlebih lagi jika semua yang kupikirkan adalah tentangmu, tahu-tahu sudah pukul dua belas siang. Waktu istirahatku hanyalah satu jam. Pukul satu aku ada kelas lagi dan pukul dua aku ada kelas belanjaan.

Semester ini mata kuliah wajibku sembilan belas sks dan aku belanja mata kuliah Arab dasar yang berbobot tiga sks. Jadi total sksku semester ini adalah dua puluh dua. Cukup padat untuk ukuran anak sastra sepertiku karena mata kuliah bahasa perancis memakan empat sks dengan delapan jam dalam seminggu. Bisa dibilang bobot sksku semester ini sebenarnya dua puluh enam sks. Seharusnya aku tidak punya waktu untuk memikirkanmu, itulah yang kuinginkan, tapi nyatanya kamu selalu ada dipikiranku dan sulit sekali untuk dihilangkan.

“Nay, lu mau makan apa?” tanya sahabatku Raya. Saat ini kami berada di kafe, tempat makan yang letaknya berdampingan dengan gedung empat. Aku memberitahu Raya pesananku dan dia langsung pergi ke kasir melakukan pesanan.

Es teh manis dan es jeruk datang sebagai penghibur dari pesanan makanan kami yang baru akan diantar lima belas menit lagi. Hari ini aku memesan nasi goreng, raya sepertinya memesan sesuatu yang berhubungan dengan ayam dan Fara memesan spageti beserta kentang goreng sebagai camilannya.

Fara sejak tadi sibuk dengan ponselnya. Di antara kami bertiga dialah yang memiliki pacar. Setiap hari dia selalu sibuk dengan pacarnya yang kuliah di Semarang. Ponsel merupakan satu-satunya alat yang Fara gunakan untuk berkomunikasi selama berada di kampus. Mendekatkan yang jauh dan menjauhkan yang dekat. Itulah fungsi ponsel Fara.

Semua pesanan sudah ada di meja kami. Pesanan Fara yang lebih dulu memenuhinya, tapi paling akhir disentuh. Dia baru memakannya saat makananku sudah tinggal separuh. Kentang goreng pesanannya berada di tengah-tengah, tanda bahwa aku dan Raya boleh memakannya.

Makananku sudah habis dalam waktu sepuluh menit padahal aku menunggunya dua puluh menit. Fara masih memakan makanannya dan Raya baru saja menghabiskannya. Sekarang kami sama-sama menatap Fara memberikan isyarat bahwa dia harus cepat menghabiskan makanannya karena hanya tersisa tiga puluh menit sebelum kami harus masuk ke kelas. Es teh manis milikku sudah tidak ada es batunya, semuanya sudah mencair merubah rasa teh menjadi sedikit tidak manis seperti tadi.

Retrouvailles (TAMAT)Where stories live. Discover now