Malam Minggu

184 8 0
                                    

Tidak ada yang lebih menyedihkan daripada Sabtu sore seorang diri di rumah tanpa orang tua, kakak, apalagi pacar (karena emang nggak punya). Ayah dan Bunda pergi arisan dan akan pulang malam karena sekalian kondangan. Mereka menyangka les bimbelku tidak libur sehingga aku ditinggal sendirian. Sedangkan Danar entahlah pergi kemana. Dia jarang sekali ada di rumah. Bi Narti satu-satunya orang yang kuharap menemaniku justru sudah pulang ke rumahnya di Sukabumi sejak tadi pagi.

Mana yang sebenarnya lebih ngenes, malam minggu di rumah sambil nonton televisi atau berkutit dengan soal-soal? Bagiku tentu saja nonton tv sendirian di rumah adalah opsi yang paling menyedihkan. Biasanya, jam segini aku sudah bersiap-siap berangkat ke tempat bimbel dan menghabiskan malam mingguku bersama kakak mentor. Bukannya malah nonton tv seperti ini.

"Nggak ada acara bagus!" Aku menggerutu sambil menekan tombol remote tv. Benda yang tidak bersalah itu selalu saja jadi pelampiasan. Berkali-kali aku mengganti channel televisi mulai dari siaran nasional sampai internasional tidak ada satu pun yang bisa membuat tanganku berhenti bergerak. Ah, aku mulai bosan.

Ponsel di sebelahku tampak bersinar minta disentuh. Aku harus melakukan sesuatu. Tidak perlu berpikir terlalu lama, aku langsung menghujani Vidi dengan puluhan stiker. Mulai dari stiker sapaan sampai stiker orang menatap ponsel sambil tiduran.

Ngapain?- Vidi

Mau pamer, Naya baru beli stiker dong. –Naya

Bagian terpenting saat melakukan hal yang tidak jelas adalah sebuah tanggapan. Dia satu-satunya orang yang menanggapi seaneh apa pun ketidakjelasanku. Aku sangat beruntung memilliki seorang teman sepertinya.

Si Angga ngajak ke rumah lu. Boleh kaga?-Vidi

Sini main ke rumah, gue sendirian.—Naya

Tidak lama kemudian suara motor terdengar berhenti di depan rumah. Aku membuka pintu, makhluk menyebalkan bernama Angga itu sudah lebih dulu membuka gerbang. ia bahkan tidak menghiraukanku yang sedang geleng-geleng kepala.

"Sorry Nay, ganggu lu, gue tiba-tiba diculik sama nih orang." Ayu melepas sendalnya dan langsung duduk di kursi kayu yang ada di teras. 

"Slow, udah gue kasih izin kok!" Aku mengangguk paham. "Lu ke rumah gue pake segala naik motor, Ngga?"

"Gue kan jemput si Ayu, Nay, kurang baik apa coba gue. Lu lagi sendirian gue ngumpulin orang buat nemenin lu. Seharusnya gue malem mingguan tahu ini."

"Malem mingguan sama siape?" sahut Vidi langsung membuka tasnya dan mengeluarkan laptop sembari gelongsor di lantai.

"Kenapa lu pake bawa laptop segala, emangnya mau belajar sekalian di sini?" Mataku sudah lebih dulu terpaku pada laptop milik Vidi.

"Kaya nggak tahu aja sih lu, Nay, kita mau numpang main dota di sini," sahut Angga. Keningku berkerut. Angga emang nggak bisa ditebak. "Internet di rumah lu kan kenceng banget ngalahin wifi minimarket, Nay. Makanan di sini gratis pula."

"Dia juga maksa gue ikut pake alesan itu," kata Ayu tanpa diminta menjelaskan.
Lagi-lagi aku hanya mengangguk. "Di dalem aja deh biar gue nggak kayak penonton sendirian ngeliatin dua orang main dota sama satu orang sibuk dengan dunianya."

"Sebelum itu ambil mangkok Nay!" Aku langsung menoleh bingung ke Angga. "Bang, tunggu dulu bang!" Ayu dan Vidi segera masuk ke dalam rumah.

Aku menghela napas melihat si abang bakso pikul berhenti tepat di depan gerbang. Mau tak mau aku pergi ke dapur mengambil empat buah mangkok dan membawanya ke depan. Kuberikan mangkok tersebut ke abang bakso sekaligus uangnya. 

Setelah siap, satu persatu mangkok diangkut Angga dan Vidi bergantian ke dalam rumah. Bukannya langsung memakan bakso pesanannya si Angga justru kembali membeli bakso lagi. Kali ini menggunakan tusukan jadi seperti sate. Bakso yang dijadikan sate itu berjumlah tiga buah.

Retrouvailles (TAMAT)Where stories live. Discover now