Rufan Hanya Teman?

60 7 0
                                    

Angga meneleponku saat aku selesai mandi, aku mengangkatnya. Dia memulai pembicaraan dengan memberitahukanku semua cerita tentang Vidi. Mulai dari Vidi sering makan siang di kantin sama cewek hingga double date (Angga dan gebetannya, Vidi dan teman gebetannya Angga).

Dari suaranya, Angga terdengar sangat senang memberitahukan berita buruk padaku di pagi hari yang cerah ini. Aku ingin mencekik dia segera mungkin, beruntung dia tidak ada di depanku sekarang.

"Nay, gue kan lagi ngejodohin si Vidi tau, orangnya nggak nolak lagi hahahaha," ucap Angga puas. Dia sudah terlalu sering mengatakannya. Anehnya, aku selalu saja kesal setiap kali mendengar ucapannya itu.

"Sumpah lu nggak jelas banget, Ngga!" selaku dengan sedikit meninggikan suara.

"Hahaha Nay... Nay..semenjak lu jadian sama si Bule lu jadi berubah, Nay!"
"Gila lu! Kalau cemburu bilang aja kali," kataku tidak ingin langsung menyangkal.

"Hahaha tahu aja lu! Abis bule lu ganteng makanya gue sama Vidi jadi penasaran. Itu orang, baik atau nggak. Vidi khawatir banget sama lu. Kan cowok ganteng banyak yang brengsek. Kayak gue hahaha. Eh tapi gue udah taubat kok, Nay," kata Angga, entah kenapa terdengar serius di telingaku. Dia tahu caranya membuat hatiku bergeming hanya dengan menyebutkan namamu dalam pembicaraan kami.

"Hmmmm Rufan bukan orang yang brengsek kayak lu. Dia baik banget dan perhatian tahu! Lagi pula dia bukan pacar gue, kita cuma temen. Puas?"

"Gue punya hadiah buat lu, tapi sekarang belum waktunya," jawabnya seolah tidak mendengar informasi penting yang kusampaikan. "Ntar aja gue kasihnya ya. Udah dulu, Nay. Jaga diri, kalau kangen sama gue bilang aja nanti gue jemput biar kita jalan hahahaha," ujar Angga mengakhiri panggilan telepon kami. Tumben sekali dia terburu-buru menutup teleponnya.

"Kamu kenapa, Nay?" tanya Bibi melihatku menghampiri meja makan dengan wajah cemberut. Ayah, Bunda, dan Danar sudah berangkat lebih dulu.

"Biasalah, Bi, anak muda. Hehe." Aku menarik kursi makan, mendudukinya, kemudian mengambil secentong nasi, sepotong ikan yang aku tidak tahu namanya. Makananku pagi ini rasanya sedikit berbeda. Tidak ada kelezatan yang dapat lidahku rasakan. Reseptor dan papila lidahku seakan mati. Sialan si Angga!

***

"Kenapa sih, Nay? Dari tadi pagi sampe sekarang muka lu suntuk banget," tanya Raya saat kami sudah ada di kelas bahasa Arab dasar.

"Kalau gue bilang gue kangen sama dia lu pasti udah bosen banget, tapi emang gue kangen banget sama dia. Waktu itu gue mimpiin dia dan sekarang gue rasanya lemes banget."

Seperti biasa Raya hanya tersenyum. Dia sudah kehabisan kata-kata karena aku terlalu sering mengucapkannya. Nasihat yang Raya berikan tidak pernah mempan padaku. Kesal juga sih kalau lagi cerita, tapi balasannya cuma senyuman.

"Toujours, selalu.."

Tidak ada ucapan orang lain yang bisa membuat rasa rinduku padamu hilang selamanya. Rindu ini sungguh tidak ada obatnya. Kucoba mencari tahu kabarmu melalui media sosial, siapa tahu kamu mengunggah sesuatu. Twitter tidak ada, facebook apalagi, instagram jarang dibuka...aku pun menyerah.

"Tvoi knyaz' uze prishyol," bisik Raya menggunakan bahasa Rusia yang jika diartikan berarti pangeran lu udah datang.

"Gila lu, dia kan bisa bahasa Rusia," jawabku tanpa berani melihat Rufan. Seharusnya Raya mengucapkan bahasa Perancis. Rufan tidak bisa berbicara bahasa Perancis. Kenapa Raya mesti ngomong menggunakan bahasa Rusia, mentang-mentang pernah belajar bahasa Rusia dasar.

"Oui, oui Je sai." Ya ya gue tahu.

Senyum di wajahku perlahan terbentuk, endorphin mulai menjalari tubuhku. Bahagia sekali rasanya bertemu dengan Rufan. Retrouvailles. Apa yang kurasakan saat ini dinamakan retrauvailles.

Retrouvailles (TAMAT)Where stories live. Discover now