Hari Rabu Kedua: Mendekat

95 6 0
                                    

Hari ini hari Rabu, setelah selesai sholat Subuh aku segera mandi, dengan rambut setengah basah aku keluar, duduk di depan tv. Ayah dan Bunda sudah memakai pakaian kerja mereka. Satu hal yang sangat jarang kulakukan adalah menonton berita Perancis. Mumpung masih ada waktu untuk menonton, kenapa tidak dicoba.

Bi Narti masih sibuk menyiapkan makanan untuk sarapan, Ayah dan Bunda sebenarnya bisa sarapan dengan roti, tapi Bi Narti selalu bangun pagi untuk kami. Jadi sebagai gantinya kami semua harus makan nasi sebagai sarapan. Sedikit tak masalah yang penting kami kelihatan makan. Bunda dan Ayah selalu mengajarkanku dan Danar untuk menghargai kerja keras orang lain.

Ayah duduk di sampingku, sedangkan Bunda sibuk membuat kopi  di dapur. Segera kuganti channel begitu dahi Ayah mengerut keriput karena tidak mengerti saluran televisiku, remot kuserahkan ke Ayah. Bunda datang dengan dua gelas kopi di nampan berwarna putih. Satu cangkir di serahkan ke Ayah, satunya lagi untuk Bunda. Aku beranjak ke dapur membuatkan kopi untuk diriku sendiri.

“Gue juga mau ya, Nay!” suara Danar datang di saat yang tepat. Dia seharusnya tetap berada di kamarnya menyelesaikan skripsinya itu biar tidak menyusahkanku.

“Bi, mau aku bikinin juga nggak?” tanyaku dengan dua cangkir yang kosong di tanganku. Bi Narti berkata tidak yang kuartikan sebagai iya, aku mengambil satu cangkir lagi.

Kopi instan merupakan kopi andalanku. Aku mengambil Cappucino instan. Kumasukkan satu persatu kopi ke dalam gelas, lalu kutambahkan air dari dispenser. Aroma kopi mulai tercium, aku mengaduknya, lalu menaburkan bubuk coco sebagai sentuhan terakhir. Kopi cappuccino buatanku sudah siap untuk dinikmati. Aku mengambil nampan yang tadi Bunda bawa dan memindahkan dua cangkir kopi buatanku.

“Bi, ini udah aku bikinin ya,” kataku lalu pergi meninggalkan Bi Narti.

Danar mengambil kopi miliknya sebelum aku meletakkan nampan ke atas meja. Setelah meletakkan kopiku, aku memindahkan nampan ke meja makan.

Bukannya segera meminumnya aku justru menatap cangkir kopi instan rasa Cappucino dengan perasaan yang campur aduk. Ada rasa rindu yang akan kuhisap saat meminumnya. Dulu, kamu sering memintaku membuatkannya saat datang ke rumahku. Aku menyesapnya. Manis dengan sedikit rasa pahit terasa di lidah, dan tiba-tiba hatiku juga turut merasakan rasa sesak saat cairan kopi mengalir di tenggorokanku.

Ayah dan Bunda sudah menghabiskan kopi mereka dan berpindah ke meja makan. Danar mematikan televisi dan ikut bergabung dengan Ayah dan Bunda. Aku tidak sanggup menghabiskan kopiku pagi ini. Kubiarkan kopiku tergeletak di meja depan tv. Aku segera menyusul ke meja makan. Di meja makan sudah terhidang tempe orak arik, ayam goreng dan sayur sop. Pilihanku pagi ini jatuh pada sayur sop dan ayam goreng. Tanpa menunggu lagi aku langsung makan saat Ayah selesai memimpin pembacaan doa.

Kaldu sop ayam Bi Narti terasa begitu ringan karena tidak menggunakan penyedap makanan dalam sop ini. Rasanya berbeda jika menggunakan penyedap dan tidak, ayam gorengnya pun tidak menggunakan bumbu kemasan. Bi Narti memang hebat! Tidak heran Angga sangat suka dengan masakan Bi Narti.

Hari ini aku memilih berangkat bareng Ayah dan Bunda. Setelah sarapan aku langsung berlari ke kamarku memakai celana jins, menyampiri tas ranselku. Saat aku turun kedua orang tuaku masih di meja makan mereka menatapku sejenak. Danar lebih cuek tak peduli. Aku menarik kursi makan dan mendudukinya lagi.

"Yah, nanti aku bareng sampe stasiun ya," kataku. "Aku nggak mau berangkat siang soalnya. "

"Bukannya lu kalau berangkat emang pagi, Nay, kelas mulai jam sepuluh tapi jam delapan udah nyampe. Kurang kerjaan," kata Danar tangannya masih memegang garpu dan sendok. Makanan di piringnya tinggal sisa separuh.

Retrouvailles (TAMAT)Where stories live. Discover now