6. Bad Dreams

Mulai dari awal
                                    

"Itu hanya mimpi, Rin. It's alright." Rizky memeluk Arin.

Tak lama jantung Arin kembali berdetak dengan normal. Setelah melihat Arin yang sudah sedikit tenang, Rizky berkata, "Ganti baju, Rin. Mungkin baju lo yang ketat bikin nggak nyaman untuk tidur."

Arin mengangguk sekali sebagai jawaban. "Gue ke kamar lagi ya," ucap Rizky kemudian ia meninggalkan Arin.

Saat Arin berada di kamar mandi ia membersihkan makeup-nya semalam. Ternyata wajahnya hanya terdapat sedikit makeup yang tersisa, mungkin karena  air mata semalam telah menghapus makeup-nya. Setelah merasa wajahnya telah bersih, Arin mengganti gaunnya dengan piyama lalu kembali tidur.

Setelah dua jam kemudian, ia mengalami mimpi yang sama dan berteriak kembali. Teriakan Arin terdengar dari kamar tamu dan membuat Rizky bergegas ke kamar Arin lagi.

Saat Arin bangun dari mimpi buruknya, ia melihat Rizky yang sudah berada di sampingnya. Dengan segera, ia memeluk Rizky erat. Ia kira dengan memeluk Rizky akan membuatnya lebih tenang. ternyata tidak. Pikiran negatif kini mulai bermunculan.

Bagaimana bila ia tak bisa bermain musik lagi karena jarinya yang terluka seperti dalam mimpi?

Bagaimana bila ia tertimpa dinding atap seperti di mimpi?

Bagaimana bila sesuatu menimpa tubuhnya dan ia tak bisa bermain musik selamanya?

Rizky yang sedang memeluk Arin merasakan badan Arin tiba-tiba gemetar. "Arin?" tanya Rizky melepas pelukannya.

Rizky memegang kedua pundak Arin dan melihat wajahnya yang pucat. Bibir Arin yang gemetar membuat giginya menimbulkan suara gemertak. Napasnya juga mulai tak beraturan.

"Kamu kenapa gemetar gini?"

"A-a-aku takut," air mata Arin membasahi pipi, "ta-takut tragedi bunda nenimpaku juga."

"Shushh," Rizky mengeringkan pipi Arin yang basah. "Jangan berpikir gitu. Berdoa dulu, gih," jawabnya sambil tersenyum, "mungkin karena kamu lupa doa, akhirnya mimpi buruk."

Saat Rizky hendak meninggalkannya, Arin berkata, "Ky, would you accompany me?" pinta Arin, "Please."

Mata Arin yang berkaca-kaca membuat Rizky tidak tega meninggalkan Arin. Rizky pun mengangguk lalu duduk di atas kasur Arin. Dengan segera, Arin merebahkan badannya disamping Rizky dan tertidur kembali.

Rizky mengelus-elus rambut Arin dengan lembut. Melihat Arin, ia merasa prihatin karena ia tahu persis apa yang dirasakan Arin. Ditinggal selamanya oleh orang tua adalah hal yang menyakitkan.

Kemudian Rizky pun jadi teringat momen bersama almarhum ayahnya yang kini hanya bisa menjadi kenangan. Ia merasa bersyukur mamanya bekerja di perusahaan Papa Arin. Bila mamanya bukan wanita karir, akan makan apa ia berasama kedua adik kembar perempuannya?

🎹

Di pagi hari menjelang siang, Arin sedang bersiap-siap untuk pergi ke pemakaman. Ia bercermin dan terlihat katup matanya yang membesar dan menghitam. Lalu Arin memakai bedak tabur pada bagian bawah matanya, dan dilanjut dengan menyisir rambutnya.

Tiba-tiba, seseorang membuka pintu kamarnya. "Arin?" tanya Tasya.

Arin tidak merespon dan terus menyisir rambutnya seolah-olah Arin tak mendengar apa pun.

Tasya masuk meski ia tahu Arin menghiraukannya. Tasya mengambil alih sisir dari tangan Arin dan kemudian ia menyisiri rambut Arin.

"Katanya jalan yang diberikan oleh Tuhan itu adalah jalan yang terbaik. Apa ini yang terbaik?" tanya Arin dengan lesu sambil memandang Tasya melalui cermin.

Arina EllaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang