:: TIGA PULUH SEMBILAN

Mulai dari awal
                                    

Satu isakan berhasil lolos dari mulutnya. Raffa yang tahu persis bagaimana perasaan gadis itu, ia langsung merengkuhnya berusaha memberi ketenangan pada Blinda.

"Farel mau rahasiain ini semua. Termasuk sama lo dan Audy." Bisik Raffa. Tangannya mengelus lembut rambut Blinda.

***


Huekk

"Muntahin aja, Sayang nggak pa-pa," ucap seorang wanita yang masih sibuk memijit tengkuk putranya.

Ya. Farel baru saja selesai melakukan kemoterapinya setengah jam yang lalu. Obat-obatan kimia yang disuntikan ke badannya kini mulai berefek dan perutnya menjadi terasa mual.

Ia sebenarnya benci melakukan ini karena pasti cairan yang dimasukkan ke dalam tubuhnya akan membuatnya menjadi lemas dan mual, belum lagi perutnya yang terasa seperti diaduk-aduk.

"Udah?" tanya Renata menjauhkan baskom tempat Farel memuntahkan semua isi lambungnya.

Farel mengangguk lemah, lalu membaringkan badannya lemas,  ditambah kepalanya yang terasa begitu berat.

Sejujurnya Renata tidak pernah ingin melihat ini apalagi jika putranya sendiri yang harus melawan penyakit mematikan itu, belum lagi saat melihat Farel menahan sakitnya.

Rasanya sama seperti saat berjalan di atas pisau tajam. Perih.

Wanita anggun itu menarik selimut sampai sebatas dada Farel, tangannya terulur mengelus pucuk rambut putranya yang perlahan mulai memejamkan matanya.

Hati Renata kembali mencelos saat beberapa helai rambut Farel berpindah ke tangannya, padahal ia mengelus rambut Farel begitu pelan.

Renata mengecup kening Farel dan berlalu meninggalkan Farel untuk istirahat dengan air mata yang perlahan menetes di pipinya.

"Bunda," seru seseorang. Renata sontak menghapus cepat air matanya.

"Raffa," Renata tersenyum hangat, "kamu udah pulang?"

Raffa mengganguk sesaat ia menarik pelan lengan gadis yang berdiri di belakangnya agar sejajar dengan dirinya.

"Bun, ada Blinda."

Renata tersenyum ramah pada Blinda, keduanya memang sudah sangat mengenal satu sama lain, mengingat gadis itu adalah sahabat kedua putranya dari kecil.

"Hai, Blinda. Lama nggak main ke rumah Tante? Kamu apa kabar?"

Blinda tersenyum sambil menyalami Renata, "Iya, Tante. Blinda, baik, kok.  Tante gimana kabarnya? Kalo ada waktu besok Blinda main, deh."

“Tante baik.” Renata tersenyum hangat.

"Farel dimana, Bun?" tanya Raffa.

"Ada di dalem, lagi istirahat." Renata menunjuk ruangan dengan dua pintu berwarna cokelat dan jendela berbentuk persegi panjang kecil di tengahnya.

"Kamu jagain saudara kamu dulu, ya. Bunda mau pulang ke rumah sebentar."

Raffa mengganguk.

"Yaudah, Tante duluan, ya, Blinda," pamit wanita itu sambil berlalu.

"Iya, Tante, hati-hati."

Raffa membuka pintu perlahan, tidak mau mengusik tidur saudaranya. Blinda mengekor di belakang cowok itu dengan kantong plastik berisi buah-buahan di tangannya.

Mata hitam gadis itu langsung tertuju pada orang yang terbaring di ranjang dengan selang infus di tangan kirinya.

Dia masih tidak menyangka bahwa yang dilihatnya sekarang adalah Farel yang ia kenal.

[TBS 1] : Everything [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang