:: TIGA PULUH SEMBILAN

Start from the beginning
                                    

Tak berapa lama terdengar langkah kaki mendekat, menaiki satu per satu anak tangga.

Raffa bergeming tak ada niatan sedikitpun untuk menoleh ke belakang karena dirinya sudah tahu siapa yang datang.

"Kamu ngapain, sih di sini?" tanya Blinda yang kini sudah menaiki tangga paling atas.

"Tugas kelompok kita belum selesai, abis istirahat udah harus dikumpulin." Sewot gadis yang di tangannya memegang beberapa lembar kertas.

"Nanti gue selesai," ujar Raffa masih tak mau menoleh ke belakang.

"Kok, nanti, sih? Sekarang, dong."

Raffa berdecak, "Bawa sini," ucapnya sambil menoleh.

Blinda berjalan mendekat, memberikan dua lembar kertas dan pulpen kepada Raffa. Lalu duduk di sampingnya.

Gadis itu memejamkan matanya sejenak menikmati semilir angin yang membuat rambutnya bergerak. Mata hitamnya kini menatap lekat wajah Raffa dari samping.

Ganteng. Blinda menggelengkan kepalanya cepat. Ih, Blinda kenapa, sih. Batinnya.

"Nih," Raffa mengembalikan kertas yang diberikan gadis itu.

Blinda mengernyit, meneliti jawaban yang baru saja ditulis Raffa. Pasalnya, belum ada sepuluh menit dan cowok itu sudah selesai.

Hebat.

"Kok, cepet?" tanya gadis itu heran.

Cowok berambut cokelat itu hanya mengendikan bahunya tak acuh. Pandangannya kembali lurus ke depan. Sebenarnya ia sedang malas bicara hari ini, pikirannya masih campur aduk.

Sama seperti beberapa hari yang lalu, saat sesuatu yang tidak ingin diketahuinya akhirnya meruntuhkan dunia cowok itu.

"Kamu, kenapa, sih?" tanya Blinda merasa ada yang aneh dengan Raffa hari ini.

"Biasanya bawel sekarang jadi, diem kayak Farel, tau nggak?"

Raffa menghela napas, "Farel sakit." Singkatnya.

Sebetulnya ia tidak yakin memberitahu semuanya pada gadis itu sekarang. Farel juga sudah melarang Raffa memberitahukan ini pada siapa saja.

Salah satunya pada Blinda. Mungkin Farel akan menghajar cowok itu jika tahu Raffa memberitahu Blinda apalagi jika Audy tahu ini semua.

Blinda menaikkan sebelah alisnya, tidak biasanya jika Farel sakit, Raffa akan seperti ini.

"Sakit apa?"

Raffa terdiam sejenak. Membuat Blinda semakin bingung dengan apa yang sebenarnya terjadi.

"Dia nggak sakit parah, kan? Dia demam?" Blinda menatap serius cowok di sampingnya yang tetap bergeming.

Raffa memejamkan matanya rapat berusaha meyakinkan dirinya sendiri. Lidahnya terasa kelu.

"Leukimia," ucapnya dengan nada yang terdengar bergetar.

Deg.

Satu kata yang berhasil membuat jantung Blinda terasa jatuh melewati diagfragma. Bersamaan dengan itu setetes cairan bening keluar dari mata gadis itu, dadanya terasa sesak.

Tidak.

Mana mungkin Farel sakit kayak gitu, secara dia keliatan sehat. Blinda menggeleng tegas, matanya menunjukkan kilat kemarahan.

"Nggak lucu sama sekali, Raf."

Raffa menoleh ke samping, "Hari ini dia kemoterapi."

Blinda menatap dalam manik mata biru di hadapannya, Blinda tidak bisa menemukan kebohongan di dalamnya dan itu membuat air matanya tumpah seketika, kedua tangannya ia gunakan untuk menutup mulut agar isakannya tak keluar, tetapi tetap saja hasilnya nihil.

[TBS 1] : Everything [COMPLETED]Where stories live. Discover now