"Ya, kalau boleh."

"Boleh saja, asal Ravien tidak boleh membawa kalian ke negeri sihir lagi seperti waktu itu" Ucap Okta.

"Iya, Papa"

Ravien pun membawa Sinka kembali ke tempat latihannya.

"Aku juga dong" ucap Nadila.

"Baiklah, ayo." Stephan menarik tangan Nadila untuk mengikutinya.

"Kenapa kalian mengikuti kami?" tanya Ravien yang melihat Stephan dan Nadila muncul dari portal.

"Hehehe.. Nadila juga ingin melihat-lihat tempat ini Kak."

"Kita mau kemana dulu Vien?" tanya Sinka.
Ravien tampak berpikir, detik berikutnya ia tersenyum.

"Tutup matamu. Dan jangan buka sebelum aku minta." Sinka menurut.
Ravien ikut memejamkan matanya dan memikirkan suatu tempat.

Ravien berteleportasi ke tempat yang telah dipilihnya.

"Wuuah.. Mereka menghilang. Kita bisa gitu juga gak?" tanya Nadila

"Nanti, aku belum mempelajari ilmu itu lebih jauh lagi. Tapi aku akan segera mempelajarinya untukmu." Nadila tersipu mendengar ucapan Stephan padanya.

"Kenapa? Kamu mau minta apa?" Nadila memasang wajah bingungnya, saat Stephan mengulurkan tangannya.

"Aku meminta tanganmu."

"Hah? Tanganku? Untuk apa?" Nadila semakin bingung di buatnya.

"Pasti kau berpikiran yang aneh. Maksudku adalah ini."

Stephan meraih tangan Nadila, kemudian ia satukan dengan telapak tangannya lalu digenggamnya erat.

"Kata Ayah Vino. Saat berjalan bersama wanita yang kau sukai, kau harus menggenggam erat tangannya agar dia merasa aman bersamamu. Dan aku sedang mempraktekkan itu sekarang." jelas Stephan.

"Bersama wanita yang kamu sukai?" Stephan mengangguk.

"Memangnya kamu suka aku?"

"Tentu. Kalau tidak, aku tidak perlu susah payah bertarung dengan Papa ku untuk bisa bebas bersamamu"
Jawaban Stephan sukses membuat Nadila semakin tersipu malu.

Mereka berjalan ke arah Utara. Nadila sesekali melirik ke arah tangannya yang di genggam oleh Stephan.

Ia tak bisa menggambarkan bagaimana perasaannya saat ini. Tapi ia senang dengan semua tingkah laku Stephan yang polos dan apa adanya.

"Apa kau merasa dingin?" Nadila diam untuk mencoba merasakan.

"Lumayan, kenapa?"

"Itu tandanya sebentar lagi, kita akan sampai."
Nadila hanya menurut saat Stephan menarik tangannya untuk berjalan lebih cepat lagi.

"Hadiah untukmu." Stephan berhenti tepat sebelum memasuki hutan yang dihiasi oleh salju.

Hoppla! Dieses Bild entspricht nicht unseren inhaltlichen Richtlinien. Um mit dem Veröffentlichen fortfahren zu können, entferne es bitte oder lade ein anderes Bild hoch.
Two Moon [END]Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt