Tapi terkadang kenyataan itu tidak sesuai dengan yang kita harapkan. Sama hal nya seperti Dito yang berharap jika suatu hari nanti Aura bisa mencintainya, tapi kenyataannya, Aura selama ini tidak pernah mencintainya sedikitpun.

Kenyataan itu yang sempat membuat Dito berkecil hati. Tapi hari demi hari, minggu demi minggu, perubahan demi perubahan terjadi dalam diri Aura. Perubahan kecil. Tapi sangat berarti untuk Dito.

Dito berbalik berniat mengambil sesuatu dari dalam kamarnya. Tidak membutuhkan waktu yang terlalu lama, Dito keluar dengan membawa selimut berwarna hitam dikedua tangannya yang diletakkan tepat didepan dada. Diletakkannya selimut itu hingga menutupi seluruh tubuh Aura, dengan penuh hati-hati agar ia tidak terbangun. Tapi sayangnya, walaupun Dito melakukannya dengan sangat hati-hati, Aura tetap saja terbangun setelah merasakan sesuatu telah menghangatkan tubuhnya.

"Dit, eeh- sory ya." Aura yang menyadari dirinya tengah tertidur disofa ruang tamu Dito, dengan cepat beranjak. Meskipun dengan mata yang masih sayu.

"Gapapa kali Ra, lanjutin aja lagi." Dito mempersilahkan Aura untuk kembali melanjutkan tidurnya yang sempat terganggu karna tindakannya.

"Gak perlu Dit, aku mau pulang aja." Aura menolaknya.

" Sory ya, gara-gara gue tidur lo jadi keganggu. Padahal lo cape' banget kan?" Ucap Dito tulus.

"Ah, gapapa kok. Lagian aku udah nggak ngantuk lagi." Jawab Aura yang dibalasnya dengan senyuman samar.

"Lo mau pulang sekarang? Tapi masih ujan. Ntar aja pulang nya kalo udah reda. Tenang aja, gue nggak bakal apa-apain lo kok." Usul Dito.

Aura berfikir sejenak sebelum akhirnya menyetujui usul yang diberikan Dito.

"Lo laper nggak?" Tanya Dito memecahkan keheningan. Yang kemudian dibalas Aura dengan anggukan kepala pelan.

"Sama. Hhh. Gue juga laper. Tunggu ya, gue buat mie dulu. Gapapa kan cuma mie?" Tanya Dito ragu.

"Iya gapapa, lagian nih perut laper banget." Jawab Aura meringis.

"Oke, tunggu ya. Gak lama kok." Kata Dito kemudian berlalu meninggalkan Aura dan berjalan menuju dapur. Baru beberapa langkah Dito berjalan, tapi Aura menghentikannya.

"Dit, tunggu." Aura berusaha menghentikan langkah Aura. Panggilan Aura berhasil membuat Dito menoleh. Menatapnya dengan tatapan bingung, matanya seolah bertanya 'kenapa?' Aura yang mengerti dengan tatapan itu, dengan cepat melanjutkan kata-katanya.

"Aku boleh bantu gak?" Katanya tanpa basa-basi.

"Yakin? Emang bisa? Mending lo duduk manis disini aja." Tawar Dito yang dibalas Aura dengan penolakan keras.

"Males ah, bosen tau. Mending bantuin kamu." Rengek Aura.

Dito yang tak ingin pembicaraan itu berlangsung lebih lama - Karna perutnya kini semakin lapar, akhirnya segera meng-iyakan permintaan Aura.

Aura dan Dito berjalan beriringan menuju dapur.

-----------------------

Jam sudah memunjukkan pukul 20.00, tapi hujan tak kunjung reda. Sambil menunggu hujan reda, Aura dan Dito memilih untuk duduk diruang tamu ditemani acara televisi kesayangan Dito. On the spot. Yang selalu ditontonya setiap malam- kecuali malam-malam tertentu, terutama jika tugas sekolahnya menumpuk. Sementara Aura memilih untuk memainkan ponselnya.

Hening. Tak bersuara. Baik Dito maupun Aura, kedua nya memilih untuk saling diam. Karna merasa nyaman dengan kegiatannya masing-masing. Hingga akhirnya Dito memilih untuk memulai pembicaraan terlebih dulu.

REALLY?Where stories live. Discover now