1

1.7K 81 22
                                    

Beberapa tahun kemudian.

Setelah pertarungan kedua panglima dengan para Ratu dan Raja dari negeri sihir. Dan berakhir dengan panglima Vino yang menekan kekuatan sihir mereka dan juga menghapus niatan buruk yang telah lama mereka rencanakan.

Saat ini mereka hidup dengan damai di bawah kepemimpinan Ratu Naomi dan Ratu Manda.
Raja Ruins masih dalam masa pengawasan. Vino berencana menghapuskan semua sihir hitam milik Raja Ruins, dan memerintahkan Okta untuk mengajarkan ilmu sihir putih pada Raja Ruins.

Awalnya Okta menolak. Karena ia rasa itu mustahil. Yang mereka tau, jika kau terlahir dengan sihir hitam. Kau tidak akan bisa menghilangkan kemudian menggantikannya dengan energi dari sihir lain.

Beda ceritanya jika Vino mengatakan. Ia akan menyegel sihir hitam dan mengajarkannya ilmu sihir putih. Itu mungkin bisa saja terjadi, dengam keadaan Raja Ruins masih memiliki sihir Hitam.

Namun Vino mengingatkan kepada Okta satu fakta yang terlupakan, yaitu Raja Ruins adalah adik dari Ratu Elena. Sang Ratu sihir putih. Dengan kata lain, Raja Ruins sebenarnya memiliki energi dari sihir Putih. Hanya saja ia tidak berniat untuk menggunakannya.
~~~

"Kak, bangun.."  Shani mencoba membangunkan suaminya dengan cara lembut, yaitu mengusap pipinya.

"Ayah gak akan bangun kalau cuma gitu Bunda." ucap Stephan. Yang berdiri berada di ambang pintu kamar Shani.

(anggap aja gitu ya nama danso nya stefi 😁😂)

Stephan adalah anak Okta dan Gracia. Stephan berusia sepuluh tahun saat ini. Stephan memanggil Ayah Bunda pada Shani dan Vino. Sementara untuk kedua orang tuanya, ia memanggil Papa Mama. Itu semua adalah ajaran dari Gracia.

"Astaga, Stephan.. Bikin bunda kaget aja."

"Begini caranya Bund." Stephan mengambil ancang-ancang, ia berlari lalu menindih tubuh Vino. Setelah ini, pasti akan ada keributan.

"Aaargh.. STEPHAN!!" Vino sudah bisa menebak siapa pelakunya.

Hanya Stephan yang berani membangunkannya dengan cara yang tidak manusiawi seperti itu.

"Astaga. Maafkan atas tingkahnya yang terus seperti ini." ucap Okta

"Stephan minta maaf sekarang juga." perintah Okta.

"Iya, Papa." Stephan berjalan mendekati Vino dengan menundukkan kepalanya.

"Ayah, aku minta maaf." ucap Stephan.

"Hmm.. Ayolah bocah kecil. Aku tau kau sedang menahan tawa mu sekarang." Vino langsung mengangkat tubuh Stephan dan membantingnya pelan di atas kasurnya. Lalu ia menyerang Stephan dengan menggelitik perutnya.

"Hahahahaha... Ayah, sudah hahaha.. Ayah berhenti.. Ampun.. Aku menyerah.."

"Kak udah, kasian Stephan." Vino menghentikan aksinya membuat Stephan bisa bernapas lega.

Stephan lebih dekat pada Vino, ia lebih sering terlihat bercanda dengan Vino di bandingkan Papa nya sendiri.
Sikap Stephan benar-benar menurun dari Mama nya, Gracia. Aktif dan periang.

Sedangkan anak Vino Shani, yang bernama Ravien.
(Singkatan dari nama Viny ya guys.😂)
Sikapnya jauh lebih tenang, bahkan terkesan dingin. Ravien adalah tipe anak yang tidak banyak bicara. Dan lebih tertarik dengan ilmu pengetahuan dan bela diri di banding bermain. Hal itu membuatnya lebih dekat pada Okta, karena sikap mereka yang hampir sama.
Ravien saat ini berumur lima belas tahun. Baik Ravien maupun Stephan, mereka tidak sekolah seperti anak-anak lainnya. Mereka hanya belajar di rumah bersama Archy dan Delion. Atau terkadang mereka ikut belajar di sekolah sihir.

Salah satu alasan mereka tidak sekolah  seperti anak-anak seusia mereka adalah. Ravien, ia memiliki kulit putih dan mata biru. Energi dan auranya juga masih belum terkontrol. Dan itu akan sangat berbahaya jika ia bergabung bersama manusia.
Satu hal lagi yang menjadi ciri khas seorang Ravien selain mata biru nya adalah, Syal berwarna putih yang selalu gunakan. Ia memiliki banyak Syal, namun ia hanya mengoleksi tiga warna. Yaitu Putih, Merah, dan Hitam.

Sedangkan Stephan, ia memiliki kulit putih dan rambut berwarna putih dengan mata berwarna keunguan. Persis seperti warna sayap milik Okta, dan sama seperti Ravien. Stephan memiliki aura dan energi yang besar yang belum bisa ia kontrol.
Shani dan Gracia takut, mereka dikucilkan oleh teman-teman di sekolahnya karena mereka terlihat berbeda.

"Sudah waktunya sarapan." ucap Ravien tiba-tiba muncul.

"Terimakasih, ayo kita sarapan. Dan untukmu Stephan. Cepat menyusul ke meja makan, dan jangan mengganggu Ayah mu lagi." ucap Okta. Lalu pergi bersama Ravien menuju meja makan lebih dulu.

"Bagaimana sekolah sihir?" tanya Vino.

Vino sering bertanya seperti itu jika mereka sedang berkumpul seperti ini.

Ia jarang memantau anaknya yang belajar di sekolah sihir. Ia lebih sering berkunjung untuk memantau keadaan rakyat kerajaan, dan Okta lah yang lebih sering berkunjung ke sekolah sihir. Dan terkadang ia menyempatkan diri untuk mengajari tentang sihirnya pada anak-anak yang sedang belajar di sekolah sihir.

"Sama seperti biasanya, Pa." jawab Ravien.

"Kalau aku ada cerita seru, Ayah. Jadi.."

"Memecahkan kaca sekolah, membuat api di tengah lapangan, menghilangkan kursi guru." sela Okta.

"Nah, itu Yah. Aku udah bisa ngelakuin itu semua cuma dengan pikiran aku. Tanpa ngucapin mantra. Aku hebat kan?" Stephan terlihat bersemangat sekali menceritakan kegiatannya di sekolah. Sebenarnya ia hanya ingin mengasah kemampuan nya. Hanya saja, ia masih belum bisa mengontrol kekuatannya. Hingga menimbulkan kegaduhan di sekolahnya.

"Kamu kalau latihan jangan langsung ngelakuin yang sulit. Mama gak mau ya, kamu kayak dulu." tegur Gracia.

"Kan ada kak Ravien. Aku mau melampaui kemampuan kak Ravien. Setidaknya bisa seperti dirinya dulu." ucap Stephan sambil tersenyum lebar pada Mama nya yang mudah khawatir dan heboh.

"Gak ada yang menarik di diriku. Jadi berhenti untuk menjadi sepertiku. Dan belajar menjadi dirimu sendiri." ucap Ravien.

"Selalu seperti itu." Stephan menekuk wajahnya. Ravien selalu saja berkata seperti itu saat ia ingin mencontoh dirinya.

"Cepat habiskan sarapanmu. Kita bisa terlambat." Ravien memukul pelan kening Stephan dengan sendok makannya sebelum ia berdiri dari kursinya.

Shani berdiri dari kursinya lalu menghampiri anak laki-laki satu-satunya itu.

"Latihannya jangan terlalu berlebihan ya sayang." Shani mencium pipi anaknya lalu merapikan rambut dan Syal Ravien.
Ia tersenyum memandangi wajah anaknya yang benar-benar tampan seperti Vino.

"Iya Bunda" Ravien tersenyum. Ia selalu suka saat Bunda nya melakukan hal itu.

"Aku selesai." ucap Stephan. Ia beranjak dari kursinya lalu menghampiri Mama nya kemudian mencium pipi Mama nya, begitu pun sebaliknya.

"Jangan coba sihir yang sulit lagi. Gak boleh pulang dengan pakaian kotor, dan jangan kabur di jam pelajaran." Stephan mengangguk mengerti. Gracia mencium sekali lagi pipi Stephan sebelum ia pergi menuju dunia sihir.

"Tuan muda, apa anda sudah siap?" tanya Delion. Saat melihat anak dari tuan nya telah menghampirinya di taman belakang rumah. Dimana tempat mereka biasanya membuka portal menuju dunia sihir.

"Siap paman." jawab Stephan bersemangat.

Delion pun membuka portal untuk mereka menyebrang menuju dunia sihir.

"Semoga hari anda menyenangkan tuan muda." Delion sedikit membungkuk memberi hormatnya tuan muda nya.









😌I'm Back 😎

Gimana?

Segitu dulu ya. 😁
anaknya GreTa emang bener-bener dah. 😂😂

See Ya 🙋
Salam Team GreTa&VinShan

Two Moon [END]Where stories live. Discover now