Twenty Four

6.2K 561 69
                                    

Aku tiba disebuah gedung pencakar langit tertinggi di Seoul. Gedung itu terkesan megah. Tak banyak aksesoris tapi aura yang ditampilkan merupakan ciri khas dari kelas atas. Aku menjinjing sebuah kotak makan dan sebuah amplop coklat.

Pagi tadi Jongin meneleponku dan mengatakan jika ia meninggalkan berkasnya diruang kerjanya. Dengan bantuan Yun akhirnya aku membawanya ke kantornya. Kalian pasti bertanya kenapa tidak Yun saja yang membawakannya. Itu karena si namja mesum itu menyuruhku untuk datang dengan membawa bekal.

Sekarang aku memanggilnya namja mesum sejak insiden malam itu. Untung saja aku bisa melarikan diri darinya. Mengingat itu membuat mukaku memerah. Bagaimana tidak? Kata-kata yang keluar dari mulutnya itu benar-benar vulgar.

"Silahkan nona"

Pikiranku kembali fokus saat Yun membimbingku ke ruangan si namja mesum. Aku tak memyangka jika kantor Kim Corp pusat akan sebesar ini. Selama aku bekerja sama dengannya aku tak pernah mengunjungi kantornya. Ia selalu mendatangi kantorku.

Ngomong-ngomong masalah kantor, sekarang aku tak bekerja alias pengangguran. Aku sempat marah saat aku dipecat secara sepihak oleh Lee sajangnim. Hanya karena aku absen terlalu lama ia seenaknya memecatku. Semua kan karena sakitku. Sudahlah aku tak ingin membahasnya. Jika mengingat itu aku jadi kesal.

Yun mengantarku memasuki sebuah lift khusus. Lift ini tak ada yang menaiki kecuali kita berdua. Yun menggunakan sidik jarinya untuk mengangktifkan lift. Aku melihat Yun memencet tombol lantai atas.

Aku menunggu. Amplop coklat yang aku pegang terlihat sedikit kusut karena terus-terusanku remas. Aku sudah meminta Yun untuk membawanya tapi Yun menolak. Katanya hanya aku yang boleh membawa amplop itu.

Sesampainya dilantai atas Yun mempersilahkanku keluar lift. Disana aku melihat satu-satunya pintu dilantai itu. Didepannya ada sebuah meja bilik yang cukup tinggi dan aku melihat ujung kepala seseorang. Kepala itu mendongak dan terlihat kaget menatapku. Seseorang disana langsung berdiri dan menyambutku.

"Nona Kyungsoo...silahkan" ucapnya.

Ia membukakan pintu ruangan itu dan menyuruhku masuk. Aku menoleh kearah Yun dan ia mempersilahkanku masuk. Dengan ragu aku masuk ke ruangan itu.

Setelah aku berada didalamnya, pintu ditutup. Aku melihat Jongin duduk dengan tenang dimeja kerjanya dengan pandangan fokus pada apa yang berada diatas meja.

Aku berjalan lambat kearahnya. Sebenarnya aku masih ragu. Gerakan kakiku sepertinya mengusiknya. Ia langsung mendongak dan matanya tertuju kepadaku. Perlahan ia berdiri dan menghampiriku. Ia memelukku singkat seperti yang biasanya ia lakukan.

"Kau datang" bisiknya tak percaya.

Aku menyerahkan amplop coklat yang sedari tadi aku bawa. Ia menerimanya dan membawaku ke arah sofa yang tersedia tepat didepan meja kerjanya. Ia meletakkan amplop itu dimeja.

Aku meletakkan bekal yang aku bawa diatas meja. Ia menatapku lama dan dalam. Aku sedikit menjaga jarak darinya. Ia mengalihkan pandangannya pada bekal yang aku bawa.

"Kau memasaknya sendiri?" tanyanya.

Aku mengangguk singkat. Walaupun tak terlalu sering kadang aku menggunakan dapurnya untuk sedikit bereksperimen. Semenjak ia tau aku menggunakan dapur ia memberikan akses untukku. Tapi ia juga memberikan batasan.

Ia membuka bekal buatanku. Ia memandangi setiap makanan yang tersaji tanpa ingin memakannya.

"Kau tak ingin memakannya?" tanyaku.

Ia menoleh kearahku lalu menutup kembali makanan itu. Aku mengernyit bingung. Ia bangkit dari duduknya dan kembali duduk dibalik meja kerjanya.

"Aku akan memakannya nanti. Masih ada waktu satu jam sebelum makan siang" ucapnya.

I Dont Need A Man (Season 1)Where stories live. Discover now