Sixteen

4.8K 508 32
                                    

Aku menggeliat dari tidurku. Bias-bias cahaya membelai wajahku dan meninggalkan rasa hangat. Aku mengerjabkan mataku menghalau sinar matahari yang menyinari dengan teriknya. Aku bergerak menghindari sinar dan bersembunyi dalam bayangan.

Aku mengedarkan seluruh pandanganku menyapu kesegala penjuru sudut ruangan. Tak ada siapapun disini. Dengan sisa-sisa tenaga yang ada aku menegakkan badanku hingga terduduk. Aku mengucek mataku kemudian menghembuskan nafas.

Hari berganti lagi tapi aku masih saja terkurung disini. Beberapa kali aku menanyakan perihal kepulanganku tapi selalu saja banyak alasan yang diberikan pihak rumah sakit. Mulai dari kondisi belum stabil hingga masih perlu yang harus dicek. Apalagi yang harus dicek? Aku tidak gila!

Aku akui kekambuhanku menjadi lebih sering dan itu sedikit merepotkanku. Tapi aku juga tak ingin itu terjadi. Aku ingin menjadi normal tanpa perlu bayang-bayang masa lalu. Mrs. Lee sering berkunjung untuk menemaniku atau untuk sesi konsultasi. Katanya aku sudah banyak berkembang. Tapi aku merasa tak demikian. Aku masih belum bergerak. Aku masih belum berubah.

Aku menarik kakiku hingga tertekuk dan mulai menelungkupkan wajahku diantara dua lututku. Kenapa rasanya sangat susah? Kenapa begitu berat? Kenapa ini terjadi padaku. Air mataku mulai mengalir tanpa aku sadari. Kedua tanganku yang memeluk kakiku semakin ku eratkan. Kilasan masa lalu membayangiku lagi.

Tiba-tiba hantaman besar mengenai kepalaku. Sekelibat bayangan masa lalu menyergapku. Mendadak aku menjadi takut. Rasa panik menjalar keseluruh tubuh. Aku mendongak dengan cepat. Sekilas aku melihat sosok bayangan. Bayangan hitam tak terlalu jelas. Bayangan itu perlahan-lahan membentuk siluet seseorang.

Mataku melebar. Aku bergerak mundur dengan penuh pertahanan. Bayangan itu mendekat kearahku. Aku mengambil selimutku dan menariknya menutupi tubuhku. Dia kembali. Kenapa bisa?

Aku bisa melihat senyumannya. Senyuman iblis yang dulu kuanggap sebagai senyuman malaikat. Tubuhku terus merangkak mundur. Aku memegangi kepalaku dengan kedua tanganku. Sebisa mungkin aku menghindari tatapannya.

Aku menunduk dan mulai menjerit tak jelas. Siapa saja tolong aku. Teriakanku semakin kencang saat sosok itu semakin mendekat. Aku melempar apapun yang ada didekatku. Aku tak ingin bayangan itu mendekatiku. Aku berusaha mengahalau kedekatan bayangan itu. Aku takut.

*****

Dua orang berbadan besar senantiasa  berdiri didepan kamar rawat Kyungsoo. Keduanya tak pernah sekalipun saling berbicara satu sama lain. Mereka menjunjung tinggi sikap profesional mereka. Setiap hari akan ada dua orang pengganti untuk menjaga Kyungsoo. Segala peralatan canggih menjadi penunjang mereka.

Setiap satu jam sekali mereka akan mengecek keadaan Kyungsoo dari luar kamar. Memastikan semua baik-baik saja. Kedua orang itu serentak menoleh saat mendengar suara jeritan dari dalam kamar Kyungsoo. Mereka melihat Kyungsoo menjerit ketakutan dan mulai melempar barang-barang. Salah seorang dari mereka memencet sebuah tombol sedangkan yang lainnya sedang menelepon.

Tak berapa lama beberapa suster dan dokter datang dan masuk kedalam ruang rawat Kyungsoo. Kedua orang penjaga itu hanya menyaksikan dari luar.

"Baru saja terjadi"

"Saya akan memberikan info selanjutnya kepada anda"

Salah satu penjaga itu mematikan ponselnya. Sudah menjadi tugasnya melaporkan segala situasi kepada pemimpin mereka. Karena itulah mereka ditugaskan disini selain menjaga Kyungsoo.

****

Yun melihat bosnya mengambil sebuah revolver kesayangannya. Bosnya memang tak pernah membawa benda itu kemana-mana. Tapi revolver itu merupakan salah satu senjata yang sangat Jongin sukai. Jongin pernah memakainya beberapa kali dan selebihnya ia menyimpan senjata itu.

I Dont Need A Man (Season 1)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora