Fifteen

4.6K 488 19
                                    

Aku melirik ke sudut ruangan guna mengalihkan tatapan tajam dari pria yang berada disebelah kananku. Dari aku membuka mataku namja ini sudah duduk dengan tenang dengan memandangi. Bukannya aku gugup hanya saja aku tak suka ditatap sepeti itu.

Tubuhku yang setengah duduk menyulitkanku menyembunyikan perubahan raut mukaku. Terkadang aku meliriknya sekilas dan ia masih dikondisi yang sama dimana melihatku tanpa berkedip. Aku berdehem pelan guna mencairkan suasana kaku yang sudah menyerbak selama satu jam ini.

"Bagaimana kondisimu?"

Aku terkejut ia mengeluarkan suara terlebih dahulu. Aku mengira dia akan berdiam diri disini. Aku menoleh kearahnya. Aku melihat pancaran matanya yang menyiratkan keingintauan tapi ekspresinya hanya datar.

"Aku baik" jawabku.

"Apa kau masih sering mengalami sakit kepala?"

Aku menyipitkan mataku menatapnya penuh selidik. Aku akui jika setelah aku bangun beberapa hari yang lalu aku merasa ada sesuatu yang aku lupakan. Seakan-akan kejadian beberapa hari sebelum aku terbangun menghilang begitu saja diingatanku. Aku sempat bertanya-tanya apa yang terjadi denganku.

"Jangan terlalu keras berpikir"

Aku membuang mukaku kearah lain. Apa sebegitu kelihatannya jika aku sedang berpikir keras?

"Atau kepalamu akan pecah" lanjutnya.

Aku mendengus. Aku merasakan ada sebuah pergerakan tapi aku tak berani menoleh. Aku masih mempertahankan posisiku tak menghadap kearahnya.

Aku tersentak saat seseorang duduk dipinggir ranjangku dan mencondongkan tubuhnya dihadapanku. Sebelah tangannya ia letakkan disisi lain tubuhku sebagai penopang hingga tubuhnya tepat dihadapanku. Aku menoleh dan langsung berhadapan langsung dengan wajahnya. Aku memundurkan kepalaku agar tak terlalu dekat dengan wajahnya.

Ia mulai membelai wajahku pelan dari pelipisku dan turun perlahan kearah daguku. Sentuhannya begitu menyengat. Aku tak menyukai sensasi ini. Dan yang paling penting aku tak menyukai namja didepanku.

"Sangat disesalkan wajah cantikmu ini sedikit lecet hanya karena wanita iblis itu" gumamnya.

Aku mengerutkan keningku. Apa maksudnya?

Ia kembali menyentuh keningku yang bergelombang dan mencoba meratakannya.

"Jangan terlalu banyak berpikir keras. Atau kau akan semakin cepat menua dengan keriput-keriput diwajahmu"

Aku menyingkirkan tangannya dan menatapnya tajam. Ia tersenyum kecil seakan menggodaku. Aku mendorong dadanya dengan sebelah tanganku agar ia menjauh sedikit dari hadapanku. Tapi tubuhnya tak bergeming. Ia terlihat menahan tubuhnya agar tetap diam didekatku.

Tangannya mengambil sebelah tanganku yang ada didadanya dan membawanya kearah wajahnya. Mataku membelalak melihat apa yang ia lakukan. Ia mencium telapak tanganku dengan lembut. Aku bisa merasakan betapa hangat dan basah bibirnya menyentuh kulitku.

Pandangannya sama sekali tak beralih dari mataku. Ia melakukan semua itu dengan menatapku. Aku menarik tanganku kembali. Ia tersenyum miring. Aku membuang mukaku tak ingin menatapnya.

"Kau milikku, Kyungsoo. Tak ada yang bisa mengubahnya"

Tubuhku menegang mendengar kata-kata ultimatumnya. Rasa jengkel langsung menyergap didiriku. Aku kembali menoleh kearahnya dan memandangnya sebal.

"Aku milik diriku sendiri, Tuan Kim" desisku.

Ia semakin mendekatkan dirinya kearahku. Aku mencoba mundur tapi sialnya tubuhku sudah terpojok sejak awal. Ia membuat jarak kami semakin sempit. Hembusan nafasnya bisa aku rasakan disekitaran wajahku. Aku menghalau tubuhnya dengan kedua tanganku yang langsung menekan dadanya.

I Dont Need A Man (Season 1)Where stories live. Discover now