Part - 34

1.3K 156 71
                                    

Chanyeol bilang akhir-akhir ini dia sering pulang terlambat karena diam-diam bekerja dikantor cabang ayah mertua. Karena waktu masuk kuliah masih lama, dia memutuskan untuk menjadi pegawai magang disana. Oh, apa yang ku pikirkan tentang dia sungguh membuatku kecewa pada diri sendiri. Sesuatu dalam diriku merasa begitu sakit, padahal tidak berdarah.

Entah mengapa mataku terasa perih, dan mulai mengeluarkan air mata. Aku tidak cengeng, air mataku yang mendesak ingin keluar.

"Sudah tidak apa-apa. Jangan menangis." Chanyeol menghapus air mataku berulang kali dengan tisu.

Aku memang bodoh. Cara berpikirku tidak ada kemajuan sama sekali, berbeda dengan Chanyeol yang selalu bersikap dewasa dalam segala hal.

"Aku tidak akan menyalahkanmu. Sekarang berhenti menangis, hemm." Hiburnya. Sementara tangannya tak henti-hentinya mengusap punggungku, memberikan ketenangan untukku.

"Mianhae, Chanyeol-ah."

"Tidak ada yang perlu dimaafkan, kau sama sekali tidak bersalah. Harusnya aku yang minta maaf karena selama ini tidak jujur padamu." Sikap pengertian Chanyeol selalu membuatku merasa diatas segalanya. Dia paham bagaimana memperlakukan hati wanita.

"Ku mohon berhenti menangis, kalau kau tidak ingin melihatku menangis juga." Chanyeol kembali memohon dengan mata berkaca-kaca, seolah ucapannya benar-benar akan terjadi.

Aku mengangguk, lalu mengambil tisu sendiri untuk mengelap airmataku yang tumpah ruah. Pasti sekarang wajahku buruk sekali.

"Aku ingin pulang."

Banyak pasang mata yang memperhatikan, membuat aku semakin risih. Bahkan ada yang terang-terangan berbisik pada temannya. Mungkin mereka mengira bahwa aku adalah gadis malang yang dicampakkan kekasihnya seperti didrama-drama.

"Kajja." Chanyeol mengusak rambutku lalu berlalu menuju kasir untuk membayar bill.

###

Suara burung berkicau cukup membuktikan bahwa hari sudah menjelang pagi. Tapi udara pagi yang begitu dingin membuatku tidak ingin membuka mata terlebih dahulu.

Seiring berjalannya waktu, sesuatu yang lembut terasa menekan bibirku.

"Sayang, bangun." Juga suara berat yang berbisik ditelingaku.

"Sayang," Lagi, sesuatu menekan bibirku lebih lama.

Merasa terusik, aku mencoba membuka mata. Iris gelap yang sedang memandangku dan sesuatu yang lembut menekan bibirku adalah Chanyeol. Dia tersenyum sebelum melepaskan bibir kami.

"Jangan tersenyum manis begitu. Aku jadi tergoda, lho. " Ucapnya terdengar mendayu-dayu ditelingaku.

Oh astaga, suara suamiku seksi sekali. Meski kedengarannya seperti gombalan murahan, tapi aku suka.

"Aku hanya ingin memastikan punggungmu baik-baik saja, lalu setelah itu kau boleh tidur kembali."

Tunggu sebentar, punggung?

Memangnya kenapa dengan punggungku? Pertanyaan itu muncul begitu saja sebelum aku menyadari bahwa penampilan Chanyeol yang begitu rapi pagi ini. Dia memakai kemeja yang dimasukkan kedalam celana bahan, ditambah ia memakai dasi.

Oh gosh, dia pasti akan pergi bekerja.

Aku segera bangkit dan menaikkan selimutku yang sempat merosot untuk menutup tubuhku yang telanjang.

"Kenapa tidak bangunkan aku? Kau pasti belum sarapan, aku akan membuatkan sarapan untukmu." Saat aku ingin cepat beranjak, Chanyeol menahanku.

"Aku sudah sarapan, dan juga sudah menyiapkan air hangat untukmu." Dia mengusap pundakku sayang.

Suspicious StrangerWhere stories live. Discover now