Part - 21

1.4K 184 13
                                    

Aku tidak mau menikah. Hal itu menjadi bunga tidurku selama beberapa hari kebelakang. Rasa takut menguasai diriku tanpa batas. Pagi ini aku dan Chanyeol menjadi objek introgasi ayah dadakan.

Menu sarapan pagi ini sangat banyak sekaligus menggiurkan karena ibu yang memasak. Tapi mendadak selera makanku menguar, aku kenyang bahkan sebelum mencicipi sebutir nasi pun.

"Chanyeol-ah."

Chanyeol mengangkat kepala sementara irisnya menyorot ayah takut. "Iya, paman."

Pemuda itu menghentikan aktifitasnya begitu suara berat ayah menginterupsi. Hanya ibu yang masih sibuk dengan kegiatan kegiatan menuang jus jeruk pada gelas-gelas kosong dihadapan kami. Sedang aku mulai berkeringat dingin.

"Tempo hari kau membawa Yerin ke Busan, benar?" Tanya ayah dengan raut kelewat serius. Wajah tegasnya menakutiku.

Chanyeol menunduk. "Iya, paman."

Aku yakin dia juga sama takutnya denganku.

Ayah menyunggingkan satu senyum aneh. Dan aku meneguk.

"Kalian tidur bersama sewaktu di Busan, apa itu juga benar?"

Kesalahpahaman ini tidak bisa dibiarkan, atau aku dan Chanyeol akan semakin terpojok.

Sebelum Chanyeol bersuara aku yang menyela lebih dulu. "Ayah jangan salah paham. Kami hanya tidak sengaja ketiduran. Itu saja." Bibirku bergetar karena suaraku yang mulai sumbang. Rasanya ingin menangis ketika melihat wajah ayah.

Seolah kalimatku hanya angin lalu dan ayah mendecak tak suka. Beliau tidak mendengarkanku. "Bagaimanapun kau sudah tidur dengan putriku. Dan kau tahu apa artinya?—" katanya menjeda sebentar. "—kau harus siap untuk bertanggung jawab, Chanyeol-ah."

"Ibu," Aku menghambur ke arah ibu begitu kalimat itu meluncur bebas dari mulut ayah. Aku tidak mau jadi gadis cengeng. Tapi apa yang bisa dilakukan gadis berusia tujuh belas tahun sepertiku.

Ibu menepuk punggungku pelan. "Gwencana, uri tal." Kata ibu mencoba menenangkan. Tapi aku tak bisa, aku terlalu takut untuk menerima kenyataan bahwa aku harus menikah dengan orang yang bahkan tidak cintaiku. (Tidak apa-apa, putriku).

"Selesai sarapan. Ayah akan mengantar kalian ke sekolah." Putus ayah untuk terakhir kali lantas beranjak dari meja dan meninggalkan kami dalam kesunyian.

###

Setelah terjadi perdebatan dimeja makan, suasana dimobil benar-benar sunyi. Tiba-tiba aku merasa asing dengan ayah. Kami semua tidak saling membuka suara. Biasanya saat kami naik mobil bersama ayah selalu memutar lagu masa mudanya dan kami bernyanyi kencang didalam mobil. Seperti yang ku duga, ayah memang marah besar pada kami.

Sedang Chanyeol masih menunduk dengan seribu alasan untuk membatalkan pernikahan konyol ini. Kurasa,

Aku yakin ia juga tidak mau menikah diusianya yang masih cemerlang. Ditambah menikahnya denganku. Sudah pasti ia sangat menolak.

Chanyeol duduk di depan dengan ayah yang menjadi pengemudi, sedang aku lebih memilih duduk dibelakang. Aku tidak mau ambil resiko untuk duduk didepan dan kembalu berdebat dengan ayah dan membuatnya lebih marah lagi.

Setelah melewati persimpangan menuju sekolah, perasaanku mulai khawatir.

Ku guguti kuku jariku cemas saat mobil melewati halte kedua, itu artinya sekolahku sudah dekat. Aku tidak mau teman-temanku yang lain melihatku keluar di mobil yang sama dengan Chanyeol.

Sasaeng.

Tidak... tidak aku tidak mau menjadi bahan bulian mereka. Hanya karena hal sepele seperti ini.

Suspicious StrangerDonde viven las historias. Descúbrelo ahora