Part - 2

2.6K 263 30
                                    

Jika orang bodoh bisa berpikir realistis, maka tidak akan pernah ada julukan—orang bodoh—bukan begitu. Lalu tindakan bodoh Yerin hanya menjadi sebuah penyesalan dikemudian hari, benar-benar tidak ada yang bisa dibantah. Semuanya mutlak benar adanya.

Jika semua kebodohan diperoleh dari rasa benci terhadap Park Chanyeol yang sering bertindak sama bodohnya, lalu siapa sebenarnya yang bodoh?

Setelah mengikat rambut menjadi gelungan diatas, Yerin lekas keluar untuk menghirup udara segar. Belajar hampir satu jam membuat otaknya kehabisan oksigen. Dia pusing dan hampir pingsan. Oke, itu karena Yerin tidak suka dengan kegiatan yang berhubungan dengan huruf dan angka.

"Yeogiedda!!" Dari kejauhan Nayeon melambaikan tangan. (disini).

Yerin tersenyum dan melanjutkan jalan. Sahabatnya itu bahkan tidak pernah absen saat ia membutuhkannya. Benar-benar friend materials.

"Sebegitu semangatnya kau ingin bertemu denganku?" Sebelum duduk Yerin melihat sisi kanan dan kiri ayunan—takut kejadian tempo hari terulang, tali ayunan putus dan dia terjatuh. Oke, itu konyol sebenarnya. Gadis itu mulai menjejalkan bokongnya hati-hati.

"Dirumah tidak asik. Ibuku sedang pergi. Adikku pergi bermain."

"Yah tetap saja rumahmu selalu ramai." Yerin iri. Iya, dia iri dengan Nayeon yang selalu bisa bertemu keluarganya setiap saat. Sedangkan dia... ah sudahlah.

"Aku beli es krim." Nayeon menyerahkan satu potongan es rasa strawberry.

Tanpa banyak bicara gadis itu langsung membuka dan melahapnya. Didetik pertama Yerin merasakan dingin pada mulutnya. Ini musim panas, sangat cocok untuk menikmati es krim meski sekarang malam hari.

Cukup lama mereka saling berdiam diri. Antara larut dengan pikiran masing-masing atau sedang menikmati lelehan es krim yang pecah dimulut.

"Kau baik-baik saja?"

"Emm." Yerin mengangguk tanpa menoleh. Baginya tak ada rahasia apapun antara dirinya dan Nayeon.

Nayeon tahu semua tentang dirinya, begitu sebaliknya.

Yerin menarik napas panjang. Dia tidak tahu harus berapa lama mempertahankan gosip murahan itu. Dia juga tidak tahu kalau akhirnya masalah ini malah akan menjadi beban untuk dirinya sendiri. Ini bukan tentang reputasi Chanyeol, ini murni tentang dirinya.

"Haruskah kita menyerah saja?"

Nayeon membelalak kaget. "Kau tidak bercandakan? Atau kau sedang sakit? Atau kepalamu habis terbentur sesuatu?"

Mereka sudah berusaha sejauh ini, apa sekarang Yerin akan menyerah begitu saja.

Dari tempat duduknya Yerin mendesah sengau, lalu menyandarkan kepala pada tali ayunan. "Kau tahu..." Gadis itu menghela berat, "Aku sudah memikirkannya berulang kali. Lebih baik kita menyerah saja."

Nayeon menyentuh bahu Yerin, mengusapnya pelan. "Lakukan yang menurutmu benar."

###

Aku tidak lagi menyebarkan rumor murahan itu. Aku dan Nayeon sepakat untuk mengakhiri kegilaan ini. Lagipula itu buang-buang waktu kalau pada akhirnya rumor itu akan menghilang ditelan masa.

Aku akan memikirkan cara lain agar segera terbebas dari penindasan Park Chanyeol. Cara yang lebih elite, tentu saja.

"Sedang apa?"

Aku tersentak kaget melihat Chanyeol yang mendadak sudah duduk didepanku. Dia menatap tajam ke arahku. Seperti seorang jaksa gila yang menginterogasi kriminal untuk mengakui kejahatannya.

Suspicious StrangerTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon