Part - 20

1.7K 183 32
                                    

Menghabiskan waktu di Busan benar-benar ide terburuk sepanjang hidupku. Percaya atau tidak aku jadi phobia dengan kota itu. Dan ya, kata 'pernikahan' masih saja berputar dikepalaku beberapa hari kebelakang.

Aku maupun Chanyeol, kami sama-sama tidak bisa makan dengan baik atau bahkan hidup dengan benar. Peringatan paman Park tempo hari benar-benar menakuti kami. Bagaimanapun juga aku tidak mau menyerahkan masa depanku pada lelaki seperti Chanyeol. Ditambah aku harus meraih mimpi yang ku genggam selama ini. Masa depanku tidak boleh berakhir konyol dengan menjadi ibu rumah tangga yang membosankan. Mungkin jika sudah waktunya aku tidak akan merasa tertekan seperti ini. Hanya saja aku belum siap untuk menjalin komitmen sementara tujuan hidupku yang lain belum terpenuhi.

Membayangkannya saja sudah membuatku ngeri.

"Nasinya tidak bisa habis sendiri kalau hanya dipandangi."

Aku terkesiap ketika sumpit Chanyeol mengetuk mangkuk nasiku nyaring. Sarapan adalah rutinitas yang tak pernah terlewatkan dipagi hari. Meski kadang menu yang kami makan tidak terlalu enak atau bahkan aku sedang tidak berselera, Chanyeol tetap memaksaku untuk sarapan. Katanya belajar dengan perut kosong tidak bisa membuat otak bekerja dengan baik.

Dan sialnya, aku selalu mendengarkan apa kata Chanyeol.

"Eh?"

"Habiskan nasinya, kita pikirkan masalah itu nanti." Kata Chanyeol seolah tahu apa yang ku pikirkan. Ia sudah menyelesaikan makannya dan makananku sama sekali belum tersentuh.

"Chanyeol."

"Hemm."

Ku gigit bibir dalamku. "Apa mungkin paman Park benar-benar akan menemui orang tuaku?"

Chanyeol meletakkan ponsel yang beberapa saat menjadi pusat perhatiannya. Pandangan matanya ia luruskan kearahku. Ia juga ikut menggigit bibirnya tapi hanya sebentar.

"Aku tidak tahu," ujarnya menggantung.

"—yang ku tahu selama ini ayahku tidak pernah main-main dengan ucapannya."

Aku membulatkan mata. "Kalau begitu lakukan sesuatu. Kau juga tidak mau kalau kita menikah, bukan."

Ia mengangguk. "Tentu. Siapa yang mau menikah dengan gadis jelek sepertimu."

Oh ya ampun disaat genting seperti ini ia masih saja mengejekku. Aku mencebik. "Ejek saja aku sesuka hatimu Park." Geramku.

Ia mengulum senyum penuh kemenangan. Aku tahu mengejekku adalah tabiat yang tak mungkin menghilang selama aku masih bersamanya.

Karena terlalu jengkel aku semakin tidak berselera untuk menyentuh nasi yang hampir dingin didepanku, hingga beberapa saat terdengar bunyi klakson mobil yang amat nyaring.

Selepas dua kali dibunyikan, aku baru ingat. Mungkin itu Kyungsoo. Kami sudah membuat janji untuk berangkat bersama.

"Chanyeol-ah hari ini kau berangkat sendiri, ya." Ucapku harap-harap cemas.

Aku tidak mau menyebut nama Kyungsoo didepannya karena yang ku tahu hubungan Chanyeol dengan Kyungsoo tidak bisa dibilang baik. Kyungsoo dan Chanyeol bukan kombinasi yang baik jika dikaitkan satu sama lain. Cukup waktu itu saja aku membuat kekacauan, jangan sekarang ataupun masa yang akan datang lagi.

Alis pemuda itu menekuk. Ia mencurigaiku. "Kau mau bolos sekolah?" Tanyanya penuh selidik.

Aku baru menyadarinya, jika Park Chanyeol menyebalkan ini selalu berpikiran negatif tentangku.

Aku bangun dari kursi dan menyampirkan tasku dilengan kanan. Berusaha mengabaikannya. "Hari ini aku akan berangkat dengan teman."

"siapa?" Tanyanya cepat dan tidak sabaran. "Nayeon?" Lanjutnya beruntun. Alisnya terangkat semakin tinggi.

Suspicious StrangerWhere stories live. Discover now