SEVENTEEN : THE EYES

Start from the beginning
                                    

Pak Toni beralih posisi dengan Pak Zainal, kepala sekolah yang juga baru menjabat. Pak Zainal mengucapkan sepatah dua kata sebagai kata sambutan kemudian beralih ke meja yang sudah disediakan di depan podium untuk menandatangani peresmian pengurus OSIS angkatan 2017-2018 diikuti dengan beberapa guru dan juga Alvin.

Setelah selesai semua kembali memberikan tepuk tangan yang lebih meriah, kali ini disertai siulan dan sorak-sorai beberapa siswa.

***

"Alvin!!!" Seru seorang perempuan hingga membuatnya menoleh.

"Selamat ya, akhirnya resmi jadi Pak Ketua!" Dara menjulurkan tangannya sambil nyengir.

Alvin membalasnya disertai senyum. "Ah bisa aja Lo, Ra."

"Hehe. Oiya, Vin, jadi gue udah bisa dapet ruangan dong? Ya kan?" Tanya Dara sambil menampakkan sederetan giginya.

Alvin menghela nafas sambil geleng-geleng kepala. "Basa-basi ternyata ada maunya."

Dara nyengir. "Iya dong."

"Yaudah iya, nih gue kasih. Ini ruangan yang ada disamping koridor." Alvin merogoh saku celananya kemudian memberikan kunci tersebut namun urung. "Eittss! Tapi ingat, harus Lo manfaatin sebaik mungkin."

"Ck, iya-iya." Ucap Dara merampas kunci tersebut dari tangan Alvin. "Yaudah, thanks ya, Lo emang the best ever!" Dara mengacungkan jempolnya.

"Hmm."

"Yaudah, gue cabut ya, Vin."

"Yoi."

Dara pun pergi meninggalkan Alvin. Gadis itu langsung menuju ruangan yang baru diberikan sang ketua.

"Ingat ya!! Kalau besok ku liat rambut kalian seperti ini lagi. Takkan ku beri ampun." Ucap Pak Bonar dengan penuh amarah. Suara keras Pak Bonar dan hentakan tangan diatas meja lantas membuat Dara cukup kaget kala melintas di depan ruang BK itu. Dengan rasa penasaran, Dara memperlambat langkahnya kemudian mendekat dan mengintip melalui kaca jendela. "kau juga Alfa!" Mata Dara melebar. "Apa karena sangking sibuknya sama balap liarmu itu jadi nggak sempat kau potong rambut kau ini?!!" Pak Bonar berkacak pinggang.

"Bukan gitu, Pak. Aku kan cuma-"

"Heh! Diam kau ya! Kau mau ngeledek aku?!!" Kali ini mata Pak Bonar seperti mau keluar menatap laki-laki dihadapannya itu. Pantas saja, Alfa menirukan gaya bicara ala-ala Pak Bonar yang khas sekali dengan logat bataknya.

Mendengar itu, Dara menahan tawa. Perutnya berhasil terguncang.

Pak Bonar menggeleng-gelengkan kepalanya dan tak sengaja matanya menangkap sosok dibalik jendela. Dara lantas menarik kepalanya secepat kilat.

Pak Bonar mengernyitkan dahinya. "Siapa itu?" Ucap Pak Bonar sambil terus memandangi kearah jendela. Alfa dan yang lainnya ikut menoleh.

Mati gue!

Dara menepuk pelan jidatnya.

"Siapa itu?! Sini masuk kau!"

Pak Bonar berdecak. "Diluar ada cctv ya, jangan macam-macam." Ucap Pak Bonar mengada-ada.

Dara tertegun dan kaget bukan main.

Sejak kapan di sekolah gue ada CCTV?!! -batinnya.

"Masuk atau ku kasih hukuman yang lebih?"

Jantung Dara berdebar dua kali lipat. Tubuhnya bergetar kuat. Dengan polosnya, Dara berserah diri. Dara melangkah memasuki ruangan dengan wajah pucat yang menyelimutinya.

Alfa terhenyak.

Dara?!!

"M-Maaf, Pak. T-tadi-"

Suara dering ponsel no*ia membuat Dara menghentikan perkataannya. Pak Bonar segera merogoh ponselnya dan mengangkat telepon yang masuk.

"Halo...iya..oh sudah sampai pak..baik baik..oke." Pak Bonar segera memencet tombol merah kemudian mengalihkan pandangannya kearah mereka. Membuat semuanya kembali menunduk. "Kali ini ku maafkan, tapi untuk lain kali, tidak lagi ada kata ampun! Ingat ya, sekolah kita ini sekolah model, harus jadi contoh. Mengerti?!"

"Ngerti, Pak." Ucap mereka serempak.

"Yasudah, semua boleh bubar." Ucap Pak Bonar kemudian bergegas meninggalkan ruangan.

Setelah Pak Bonar benar-benar pergi, Dara segera melangkah keluar. Alfa mengikutinya. Dara tahu benar hal itu sehingga ia mempercepat langkahnya.

Alfa berdehem. "Lo tadi ngapain?"

"Ngintipin gue ya? Lo ngikutin gue?" Tanyanya super pede.

Dara mendecih dalam hati. Ia tak menggubris bahkan menolehpun tidak.

"Ra." Alfa menarik paksa lengan gadis itu hingga membuatnya berhenti melangkah.

Dara segera menghempaskan tangannya. "Apaan sih, Fa?!!"

Bukannya berbicara, Alfa justru tersenyum nakal.

Dara mengernyitkan dahinya. "Lo ngapain senyum-senyum gitu?"

"Lo cantik kalo marah." Ucap Alfa cukup frontal.

Jleb!

Dara salah tingkah. Ia membuang pandangannya dan mengunci bibirnya agar tidak segera melebar. Sebisa mungkin Dara menstabilkan jantungnya yang sudah kian berirama.

"Apaan sih, Fa. Ngga lucu!"

Alfa mengernyit. "Siapa yang ngelawak?"

"Ck, udah deh, gue mau ke kelas." Dara melangkah tanpa sedikitpun berani memandang Alfa. Namun, Alfa segera mencegatnya. Diraihnya tangan gadis itu hingga membuatnya berbalik.

Tepat!

Dua pasang bola mata itu kembali bertemu. Bahkan kini jauh lebih dekat.

"Jangan jauhin gue ya. Gue bukan monster yang perlu Lo takutin." Ucap Alfa tulus. Matanya begitu teduh. Dara bisa menyadarinya sedekat ini.

Dara menelan ludah susah payah. Ia terhipnotis.

Kring..kring..kring..

Suara bel masuk berdering nyaring ditelinga kedua insan itu hingga akhirnya membuat mereka tersadar dan segera menghentikan aksi tatap-tatapan itu.

"Ehh.. g-gue, g-gue mau ke kelas." Ucap Dara segera melangkah dan kali ini Alfa membiarkannya.

Mendung Jangan Pergi Where stories live. Discover now