TWELVE : REAL FRIENDSHIP

99 9 0
                                    

Real Friendship

Persahabatan adalah saling mengerti, memahami dan tahu cara terbaik untuk memperbaiki - Adara✍

❣❣

Author

Dara merasa risih jika harus pakai contact lens terus-menerus, apalagi warna mata cokelat indahnya menjadi tertutupi dengan warna hitam contact lens itu. Dara memutuskan untuk membicarakannya pada Helena agar ia segera membeli kacamata. Dara harus bersiap-siap dengan penampilannya kali ini. Tidak pakai kacamata saja dibilang culun dan nggak tau gaya, apalagi kalau nanti sudah pakai. Dara harus benar-benar menyiapkan mental mendengar komentar-komentar sahabatnya.

Ganti baju, kemudian menuruni anak tangga. Dara menangkap Maminya itu tengah menonton bersama dengan Papinya. Sejenak menghabiskan waktu bersama sebelum Firman kembali lagi ke Bandung.

"Siang, Mi, Pi." Sapa Dara menampakkan sederetan giginya kemudian duduk ditengah-tengah mereka.

"Siang anak Papi," Firman mengelus-elus gemas puncak kepala Dara.

"Kok ngga makan dulu, Dek?" Ucap Helena menciumi pipi Dara.

"Entar lagi aja deh, Mi."

Helena manggut-manggut membentuk huruf 'O' tanpa suara.

"Emm.. Mi?"

"Hm?"

"Dara---mau pake kacamata," Ujar Dara sedikit ragu.

Helena menghela nafas. "Dulu juga kan Mami bilang pake kacamata aja, pakai contact lens bahaya, Dek. Kamu sih keras kepala,"

Dara nyengir. "Hehe, iya Mi, lagian ribet harus pake tetes mata mulu,"

"Yaudah besok kita ke optik deh sekalian nganterin Papi,"

Bukannya senang malah bibir Dara mengerucut sempurna dan menoleh kearah Firman. "Papi mau balik ke Bandung?"

Firman tersenyum dan mengelus puncak kepala Dara. "Iya sayang, kan Papi harus kerja biar bisa sekolahin kamu, kasih kamu uang jajan-"

"Beli paket kuotaa," Dara mengekspresikan wajah dan suara Papinya itu. Ya, yang selalu berucap alasan yang demikian adanya. Yang adanya membuat Dara mendengus lelah. "Se - La - Lu."

Helena dan Firman terkekeh melihat tingkah putrinya itu.

Firman menatap Dara yang sibuk dengan wajah kesalnya. "Papi janji deh, paling lama 3 bulan lagi Papi udah pindah tugas kesini."

Dara mengulum senyumnya kemudian menoleh menatap Firman dengan senyum sumringah. "Beneran, Pi?"

Firman tersenyum dan mengangguk. Dara membawa tubuhnya memeluk Firman, sangat erat. Tak dapat dipungkiri, pelukan laki-laki yang paling hangat dan nyaman ada pada seorang Ayah.

Dara melepaskan pelukan itu dan mendongak menatap Firman.

"Paling lama ya, Pi?"

Firman menghela nafas. "Iya sayang," Firman kembali mengacak gemas puncak kepala Dara.

***

Dara berjalan gontai menuju perpustakaan. Hal biasa yang ia lakukan kalau bosan dikelas atau tidak niat ke kantin. Sebenarnya bukan tidak niat, hanya saja kejadian kemarin membuatnya tak punya teman untuk bisa pergi ke sana. Farin hari ini tidak masuk, dengan keterangan sakit. Kantin di jam pertama memang selalu ramai. Sendirian ke kantin bagi Dara adalah hal yang paling menakutkan. Padahal isinya juga manusia, makan bakso dan bukan makan orang.

"Daraa! Dara!!"

Dara menoleh dan mengernyit.

Orang tersebut berhasil mensejajarkan posisinya dengan Dara. "Ra, Lo gue rekomendasiin buat jadi koordinator kesenian ya?" Tanya Amy.

"K-Kakak ngga marah lagi sama gue?"

Amy memutar bola matanya kesembarang arah. "Yaudah lah, lagian gue juga yang salah, gue mau minta maaf soal si Genta, gue khilaf dulu," Amy menyuarakan nada penyesalan.

"Iya gapapa, gue juga udah maafin. Maaf juga kalo gue nggak cerita sama Lo semua soal cowo itu, gue cuma nggak mau ntar jadinya nyebar kemana-mana, gue takut kalo itu sampe ke kuping dia malah dia jauhin gue,"

"Iya gue ngerti kok," Ucap Amy tersenyum. "Yaudah jadi gimana? Lo mau kan?"

Dara berpikir sejenak.

"Boleh juga,"

"Nah! Gitu dong, sekali-kali lah Lo ikut organisasi, biar nggak jadi introvert terus," Cibir Amy.

Dara. Memang sesungguhnya adalah gadis introvert. Sangat tertutup. Bahkan banyak hal yang teman-temannya belum tahu perihal diri Dara. Contohnya saja, Saka. Teman sekelasnya yang pendiam, punya senyum manis yang menarik perhatian Dara. Dara kagum padanya. Ingat! Hanya kagum. Karena dalam hati Dara tetaplah Dion. Namun, Dara tak sedikitpun pernah menceritakan soal ini pada sahabat-sahabatnya atau siapapun. Dara juga cenderung sulit bersosialisasi. Apalagi dengan lawan jenisnya. Dara bisa akrab dengan orang-orang tertentu saja, seperti keempat sahabatnya. Ya, kalau saja mereka sama-sama pendiam, tentu takkan mungkin Dara bisa sedekat itu dengan mereka.

Dara mendengus. "Iya-iya." Ucap Dara melanjutkan perjalanan menuju perpustakaan.

Amy tertawa pelan. "Eh, Lo mau kemana?" Katanya yang juga ikut melangkah bersama Dara.

"Perpus,"

Amy mendecih. "Sok-sok'an mau jadi kutu buku! Udah ikut gue ke kantin." Amy merangkul Dara dan membawanya berjalan bersama menuju kantin.

Perasaan lega menyelimuti hatinya. Jauh dari sahabat itu adalah hal yang teramat buruk bagi Dara. Karena baginya sahabat adalah segalanya.

Seperti biasa kantin Buk Sus selalu terlihat ramai. Dara berhenti tiba-tiba dan membuat Amy mengernyit bingung.

"Kenapa, Ra?"

Dara menggigit bibir bawahnya. "Ngga mau ah,"

"Ngga mau apa?" Amy memandangi sekitar, mencari sesuatu yang membuat sahabatnya itu berhenti melangkah.

Mayoritas penghuni kantin saat itu memang laki-laki. Pantas saja Dara seakan enggan untuk melangkah lagi.

Amy berdecak. "Daraa! Mereka itu semua manusia kali, bukan hantu! Ngapain juga Lo takut?"

"Tapi gue-"

"Ck! Udah ayok," Ujar Amy menarik paksa Dara.

Dengan langkah pasrah, Dara pun mengikuti Amy dari belakang.

"Cuit-cuit! Adek.. sini-sini duduk sama kakak." Ujar seorang dengan rambut berponi acak-acakan.

"Huuuu! Gatel banget Lo!" Ucap seorang menyoraki.

"Masalah?"

"Tau nih, ngga usah sok jaim!"

Inilah permasalahannya. Dara benci omongan dan siul-siulan jahil siswa nakal disekolahnya. Dara suka menggeram sendiri melihat tingkah mereka. Ingin sekali disemprotkannya saos ke bibir mereka satu persatu. Namun untung saja gadis itu masih ingat bahwa disekolahnya masih ada ruang BK yang siap menerima dirinya jika melakukan hal itu. Semua masalah bisa dibicarakan baik-baik kan? Kalau memang sudah berlebihan mungkin coba sekali boleh lah.

Dara mencoba untuk bersikap tenang dan menganggap semua itu hanya kapila berlalu.

"Ngga usah diladenin, biarin aja." Bisik Amy.

Dara mengangguk samar.

"Buk-"

"Kak?"

Amy menoleh. "Hah?"

"Dibungkus aja deh, kita makan diluar. Gue ngga selera makan disini,"

Amy menghela nafas. "Iya-iya."




Morning✌✌✌
Jangan lupa voment yaa😊

Love youu❤❤❤

Mendung Jangan Pergi Where stories live. Discover now